seven

515 31 0
                                    

"Sial*an!! Kau benar-benar perempuan tidak berguna sial*an!! "

Zhafir berteriak kepada Lana sembari memukul setir mobil.

Lana tidak terkejut mengingat sikap Zhafir memang selalu kasar kepadanya.

"Kau benar-benar perempuan bodoh atau otakmu tidak bisa berfungsi!? Hah!!" Teriak Zhafir.

"Aku lelah mas.. telingaku juga lelah mendengar aku perempuan tidak berguna dari mulutmu itu,"

Lana hanya berkata sejujurnya. Memang Zhafir selalu memakai-makinya dan Lana masih punya hati untuk tidak merasakan sakit.

"Aku ingin berpisah denganmu sia*lan!!"

Ucap Zhafir masih dengan nada berteriak. Lana terkejut tentu saja. Meskipun hubungan keduanya tidak pernah baik tapi Lana tidak pernah berpikir Zhafir akan meminta berpisah dengannya.

"Kamu serius dengan ucapanmu itu mas Zhafir?"

Lana menatap mata Zhafir yang tidak menatapnya kembali.

"Mas Zhafir kamu sudah berkata ingin berpisah denganku sama saja kamu sudah menalak aku,"

Lana tanpa sadar meneteskan air mata. Apa Lana merasa sedih karena akan berpisah dengan Zhafir? Padahal jauh dihati maupun pikiran Lana, Lana tidak merasa sedih sama sekali. Sedih dan sakit hati beda bukan? Sepertinya Lana hanya merasa sakit hati dan semoga sakit hatinya hanya sementara.

"Apa gunanya talak jika hari ini kita akan berpisah?"

"Hari ini?" Lana menjeda ucapannya, "Gimana bapak sama ibu nanti kalo tau kita akan berpisah mas.."

"Aku tidak peduli dan itu bukan urusanku!"

Lana tidak pernah merasa sesedih ini dalam dua puluh tiga tahun di hidupnya. Namun Lana sedih bukan karena perpisahannya dengan Zhafir. Tapi Lana sedih karena akan menyakiti hati orang tuanya karena rumah tangga putrinya yang rusak.

Tentu orang tua mana yang tidak akan merasa sedih melihat pernikahan anaknya rusak lalu hancur dan memilih untuk berpisah?

Apalagi jika seorang anak perempuan. Tidak akan ada yang tega melihat putri mereka diceraikan oleh suaminya.

Lana merasa sedang berada di titik terendah saat ini. Lana sedang kehilangan arah.

Mobil berhenti didepan sebuah rumah yang Lana kenal.

"Rumah ayah?"

Zhafir tidak menjawabnya dan malah keluar dari dalam mobil,

"Tunggu! Aku––

Saat Lana melangkah dan mencoba memegang lengan Zhafir, ayah Zhafir datang dari dalam rumahnya dengan membawa kertas yang dibungkus dengan map.

"Kau lama sekali putraku.." ucapnya sembari melirik sekilas kearah Lana.

"Maaf ayah, jalanan sangat macet dan aku harus ke SPBU untuk mengisi bensin,"

Lana tentunya tahu Zhafir berbohong kepada ayahnya, tadi jalanan tidak macet sama sekali, perjalanan lama hanya karena rumah Arman sangat jauh dari kota dan terletak dihutan dan mereka tidak mampir ke SPBU.

"Terserah kau saja, ini permintaanmu,"

Setelah mengatakan itu, ayah Zhafir pergi kembali memasuki rumahnya.

Zhafir menerima map itu dan membacanya, setelah itu dia menyerahkan map itu ke tangan Lana.

"Ini! Pahami ini dengan otakmu yang tidak seberapa itu! Setelah ini kau kemasi barang-barangmu lalu pergilah dari rumahku hari ini juga,"

Setelah mengucapkan itu, Zhafir pergi dengan mobilnya dan meninggalkan Lana yang masih berdiri mematung. Bahkan belum membaca map yang Zafir berikan.

Surat perceraian ini terlalu cepat ya Tuhan.. lirih Lana dalam hati.

**

Malam hari tiba, waktu untuk semua manusia beristirahat dan memeluk guling mereka.

Tapi tidak untuk Lana. Setelah mengemasi barang-barangnya dan pergi dirumah Zhafir, Lana sekarang sedang berjalan di trotoar dan tidak tahu harus melangkah kemana malam hari seperti ini.

Bahkan saat Lana membawa barang-barangnya Zhafir tidak ada dirumah sore tadi, lagipula apa yang Lana harapkan? Lana tidak mengharapkan perpisahan terakhir dari Zhafir bukan?

Hati Lana sempat mengajak kakinya untuk melangkah ke rumah ayah dan ibu namun pikiran Lana mengambil alih, Lana tidak mau pergi kesana, Lana merasa malu.

Jadi... Lana hanya berjalan lurus sembari mengendong tas dan mendorong koper yang tidak terlalu besar ditangannya.

Lana tidak membawa banyak barang-barang karena memang dari awal pindah kerumah Zhafir barang-barang Lana memang sedikit saja, hanya pakaian, peralatan makeup, sepatu dan sendal saja.

"Aku pernah mendengar tentang kehidupan seseorang yang tidak pernah beruntung adalah hukuman dari kehidupan sebelumnya karena orang itu bukan orang baik,"

Lana berbicara kepada angin yang berhembus kencang di malam hari itu,

"Apa di kehidupanku sebelumnya aku adalah kutukan? Aku orang jahat? Aku monster? Aku hantu? Atau aku adalah siluman?"

Lana menghela nafas dan tertawa diakhir ucapannya.

"Jadi ini pasti hukumanku karena dikehidupanku sebelumnya aku bukan orang baik,"

Karena terus berbicara sendiri dan hanya menatap lurus ke depan. Lana tidak melihat jalan dan malah melangkah melewati pembatas pejalan kaki.

"Hei awas!!!"

tin! tin! Suara klakson berbunyi keras.

Lana menoleh ke belakang dan melihat truk besar berada di hadapannya.

tin! tin! tin!

"Awas hei!!!"

Ucap supir truk itu tapi bukannya menyingkir Lana malah diam seperti menunggu truk itu untuk menabrak dirinya, dan...

Brakkk!

Benar saja, truk itu menghantam tubuh Lana hingga terpental jauh, dengan posisi tengkurap, kepalanya mengeluarkan darah banyak sekali. Tidak hanya kepalanya, perutnya juga berdarah karena jalanan yang banyak bebatuan runcing itu.

Ditengah-tengah kesadarannya, Lana merasakan dirinya seperti ditusuk seribu pisau. Sangat sakit sekali.

Kenapa aku tidak menghindar? Tapi jika aku mati sekarang mungkinkah semuanya akan lebih baik?

Lana berbicara di dalam hatinya ditengah-tengah kesadarannya, mungkin sepertinya ia siap bertemu dengan Tuhan?

Apa Lana akan mati sekarang?

**

TBC.

Only MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang