five

737 40 18
                                    

Lana duduk diatas sofa, melihat kakinya yang sedang diobati oleh Arman.

Suasana hening, tidak ada yang memulai pembicaraan, Lana ingin bertanya kenapa tangan Arman berdarah, tapi terlalu canggung,

"Masih sangat sakit?"

Arman bertanya sembari menatap mata Lana.

Lana hanya menganggukkan kepalanya,

"Kau ingin pulang?"

Pria itu bertanya lagi kepada Lana.

"Ya.. kenapa kau bertanya seperti itu? Seakan aku akan tetap berada dirumahmu dan tidak akan kembali,"

"Bagaimana jika kau memang tidak akan kembali Lana?"

Ucap pria itu terdengar percaya diri.

"Aku tidak mengerti. Tuan tolong antarkan aku pulang sekarang kumohon,"

Lana terpaksa meminta tolong kepada orang yang membuatnya sakit hati beberapa saat yang lalu.

Arman tidak menjawab ucapan Lana pria itu hanya diam seperti tidak mendengar suara Lana.

"Tuan? Kuharap kau tidak tuli mendadak, kumohon antarkan aku pulang sekarang.."

Lana memegang lengan pria itu dan mengguncang-guncangnya.

"Obati lukaku,"

Ucap pria itu mengalihkan pembicaraan, Lana ingin menangis saja rasanya.

"Baik, tapi jika sudah selesai ku obati antarkan aku pulang,"

Ucap Lana seperti membuat perjanjian dengan Arman.

Pria itu mengambil kotak P3K lalu duduk disebelah Lana dan memberikan tangannya yang berdarah itu untuk Lana obati.

"Tidak mau! Jawab dulu pertanyaanku! Jika sudah ku obati antarkan aku pulang!"

Lana merajuk seperti anak kecil yang minta dibelikan mainan.

"Kau merindukan suamimu Lana?"

Bukannya menjawab apa Arman malah bertanya apa.

Lana yang ditanya seperti itu hanya diam, andai saja kaki Lana tidak terluka Lana akan lari dari hadapan Arman dan pergi dari rumah ini sekarang juga.

Lana bangkit dari duduknya dan berdiri menatap Arman yang sedang duduk, apa-apaan wajahnya itu? Pria itu seperti sedang mengejek Lana, apakah Lana tampak lucu dia permainkan seperti ini?

"Aku pergi,"

Lana berjalan perlahan namun Arman menarik tangannya dan membuat Lana duduk dipangkuan pria itu.

"Siapa yang mengizinkanmu pergi Lana? Tinggallah bersamaku aku tidak akan membiarkanmu pergi,"

Wajah Arman dekat sekali dengan wajah Lana, nafasnya yang hangat itu, Lana menyukainya... Tidak! Lana sudah mempunyai suami, tolong siapapun sadarkan Lana!

"Kenapa? Memangnya kau punya hak apa atas diriku untuk menyuruhku tinggal bersamamu?"

Pria itu hanya diam menatap wajah Lana, Lana tidak pernah punya kekasih dan Zafir tidak pernah menatap Lana lamat-lamat seperti itu, Lana jadi tidak percaya diri ditatap seperti itu.

"Kau sangat cantik Lana. Kau sangat cantik, aku ingin memakanmu,"

Arman mendekatkan wajahnya dan menghisap leher Lana.

"A-aku bukan m-makanan,"

Ucap Lana sangat gugup, Lana tahu arti ucapan Arman namun Lana pura-pura bodoh saja, ya itu lebih baik.

"Ingin mencoba sesuatu yang menyenangkan bersamaku Lana? Aku yakin kau akan menyukainya,"

Bisik Arman, dengan sensual menjilat tengkuk leher Lana.

Lana merasa geli dan tidak sengaja mengeluarkan desahan, Lana tidak sengaja, sungguh.

Arman melihat wajah Lana memerah, Arman tahu Lana sedang shy shy.

"Tuan, aku ingin makan, aku lapar,"

Lana mengalihkan pembicaraan supaya suasana tidak ambigu, dan memang benar Lana lapar, Lana tidak berbohong.

Arman mengerti, dan menuntun Lana kedapur untuk memasak makan.

Lana baru menyadari bahwa rumah Arman ternyata besar, luas dan sangat mewah.

Mungkin Arman seorang pengusaha besar? Atau mungkin Arman pengedar narkoba? Oh entahlah, Lana belum tahu apa pekerjaan pria itu namun sepertinya Arman sangat kaya raya.

"Duduklah, aku akan memasakkan makanan untukmu,"

Arman menarik kursi untuk Lana duduki, Arman membuka kulkas lalu memasak makanan untuk Lana.

Setengah jam berlalu dan hidangan sudah tertata rapi di atas meja.

Namun sepertinya karena terlalu lama menunggu Lana tertidur di meja makan dengan tangan sebagai bantalannya.

Arman tersenyum menyadari Lana tertidur karena menunggunya memasak, Arman merasa tidak tega untuk membangunkan Lana namun sepertinya Arman harus membangunkan Lana karena Lana harus makan.

"Hei.. bangunlah dan cuci tanganmu,"

Lana terbangun dengan matanya yang sipit karena mengantuk, dan itu sangat lucu dimata Arman.

"Makanlah setelah itu tidur. Kau tidak melakukan apa-apa namun terlihat sangat kelelahan,"

Ucap Arman sembari menyantap makanannya.

"Tentu aku lelah tuan. Aku lelah karena memaksamu untuk mengantarkanku pulang,"

Ucap Lana menyindir pria itu,

"Setelah ini antarkan aku pulang,"

Arman yang mendengar perkataan Lana langsung berhenti memakan makanannya.

"Bisakah kau diam dan makan saja!? Ah ya Lana... Apa kau bisa memberiku uang 900juta untuk ganti rugi atas mobilku yang kau tabrak!? Jika bisa aku akan melepaskanmu,"

Lana sedikit terkejut mendengar ucapan Arman karena sedikit membentaknya, dan apa Lana pantas merasa sakit hati ketika Arman mengungkit masalah mobilnya yang Lana tabrak?

"Jadi tuan apa kau sengaja mengurungku dirumahmu karena aku harus membayar ganti rugi dulu lalu kau akan melepaskanku?"

Lana penasaran apakah ia benar-benar disekap oleh pria itu dengan alibi ganti rugi?

"Iya Lana... Sekarang makanlah jangan membuatku marah,,"

Pria itu malah terlihat marah tapi kenapa? Apa Lana salah bertanya seperti itu?

"Tapi tuan--"

Tingtong!

Ucapan Lana terpotong oleh suara bel yang berbunyi.

"Apa ada orang didalam?"

Suara itu... Bukankah itu suara Zhafir?

**

TBC.

Bagi yang menjalankan ibadah puasa, semangat puasanya teman🤍

Only MineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang