Serenity (10)

1.4K 174 4
                                    

"Mungkin itu kedua sahabat saya." Toh tadi pintu rumahnya tidak terkunci, siapa lagi yang bisa masuk kecuali dua sahabatnya itu. "Saya periksa dulu kalau begitu."

"Kamu di belakang saya saja." Kata Benaya  cepat. Ia tidak ingin mengambil resiko kalau itu bukan sahabat yang dikatakan Brianna.

"Iya deh." Brianna mengalah. Jadilah dia berjalan dibelakang Benaya menuju sumber suara yang kian mendekat kian terdengar gaduh. Masalahnya bukan gaduh orang berbicara, tapi gaduh bunyi barang. Brianna juga tidak bisa memastikan, mobil keduanya juga tidak ada di garasi soalnya.

Klang

Benaya berhenti melangkah mendengar bunyi seperti besi yang jatuh, mungkin, atau malah itu benda tajam. Takut pikirannya benar, Benaya berbalik badan melihat wanita yang sama penasaran dengannya. "Kamu ke kamar saja sana, lalu kunci pintu dari dalam." Suruh Benaya, namun langsung mendapat penolakan dari si ibu hamil.

"Saya mau di sini saja, Kak. Tidak akan jauh-jauh dari Kakak." Ujar Brianna meyakinkan.

Baru saja Benaya memutar badannya menghadap ke pintu sebuah ruangan, bunyi lebih keras lagi terdengar, lebih nyaring dari yang sebelumnya. Dan sepertinya benda itu menghantam pintu. Brianna yang terkejut sontak merapatkan dirinya dengan pria dihadapannya, berpegangan pada lengan Benaya, sedangkan kepalanya mengintip dari balik punggung Benaya.

Brak

Sesaat setelahnya pintu itu terbuka, dibuka oleh penghuni di dalamnya. Keempat orang itu saling pandang dengan wajah sama-sama syok. Lebih syok lagi Brianna dan Benaya yang melihat dua orang lainnya berpenampilan acak-acakan serta bercak cairan merah pada bagian tubuh keduanya.

"Kalian main bunuh-bunuhan, kah?" Tanya Brianna yang masih mengintip dari balik punggung Benaya.

"Tidak kok~ Kami mau mengecat kamar, hehehe ...." Tawa Diana canggung. Malu dia dilihat tamu dengan penampilan tak enak dipandang. Salahkan saja Tasya yang sangat bar-bar mendandani manekin, hingga membuat keduanya tampak seperti habis kena rampok.

"Iya nih~" Tasya mendukung alibi Diana.

"Nah, inilah kedua sahabat yang sudah seperti saudari saya." Kata Brianna secara tidak langsung memperkenalkan kedua sahabatnya kepada Benaya.

"Hai, saya Diana dan ini Tasya." Tunjuk Diana kepada Tasya disampingnya.

"Saya Benaya." Balas Benaya memperkenalkan dirinya balik. Situasi sekarang sama canggungnya seperti semalam. Kenapa gadis-gadis dihadapannya ini terlihat lucu?

"Sana kalian bersih-bersih dulu, baru kenalan lagi nanti." Suruh Brianna. "Jangan lama-lama tapi, Kak Lian siang ini mau pergi ke kantor." Peringat Brianna. Lalu Brianna menarik Benaya untuk kembali ke ruang tamu, meninggalkan kedua sahabatnya yang masih berdiam diri di ambang pintu.

"Sepertinya mereka seru, kamu tidak akan kesepian di sini."

"Ya, begitulah mereka, Kak."

"Mereka sering menginap di sini?"

"Dalam seminggu pasti mereka menginap. Bahkan mereka punya kamar sendiri-sendiri di rumah ini."

Benaya bisa merasa tenang mendengarnya. Setidaknya Brianna tidak kesepian seperti bayangannya, dan apabila Brianna benar-benar sendirian, mungkin Benaya langsung berkompromi dengan mamanya lebih cepat. Ternyata kondisi Brianna jauh lebih baik, jadi ia menghormati keputusan Brianna, mungkin hingga beberapa bulan ke depan, tidak sampai Brianna melahirkan. Pokoknya ia harus bisa menarik wanita ini ke dalam keluarganya dengan suka rela.

Jadilah siang itu Benaya makan di sana dengan ketiga gadis yang super heboh itu. Apalagi ketika masak tadi, menggoreng ikan saja sama ributnya seperti percikan minyak di penggorengan. Benaya kebagian memetik sayuran di kebun mini belakang rumah, rasanya seru sekali, Benaya betah berlama-lama di sini.

Serenity Killian Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang