Walaupun Brianna berkata untuk tidak tes DNA ulang, tapi Anneliese tetap ingin melakukannya sekali lagi sebelum mengumumkan kepada anggota keluarga lain tentang identitas Brianna. Dan hari ini setelah hasil tes DNA yang kedua telah keluar, anak sulung keluarga Emery kembali ke Indonesia.
Untuk melihat hasil tes tersebut mereka sepakat berkumpul di kediaman Emery. Sore harinya setelah pulang kerja dan bersiap-siap, Benaya beserta anak dan istrinya langsung pergi ke kediaman Emery, rencananya mereka akan menginap di sana.
"Agatha sama aku." Baru juga keluar dari mobil Brianna sudah dihadang oleh kedua kakaknya yang siap adu mulut untuk memperebutkan putrinya.
"Agatha lebih kenal aku dari pada kamu." Alden menatap kakaknya sengit.
"Makanya aku harus kenalan dulu sama Agatha. Yang sudah kenal mending mengalah."
"Agatha mana mau ikut dengan orang asing."
"Kita ini keluarga, apanya yang asing?" Renjun mendelik kesal.
Benaya yang sudah menentang koper untuk kebutuhan mereka bertiga hanya menatap keduanya lelah. Punya kakak suka membuat darah tinggi, eh mendapatkan ipar sama pula tingkahnya.
"Sini biar sama papa saja." Ethan keluar dari dalam rumah langsung mengambil cucunya dengan lewat di tengah-tengah kedua putranya yang saling menatap sengit. "Ayo masuk, mama sudah masak banyak untuk kalian berdua." Ajak Ethan kepada putri dan menantunya.
Benaya menggandeng tangan Brianna membawanya menjauh dari tempat keributan. "Kalau suka anak kecil, mending kalian buat saja sana." Kata Benaya kepada pasangan adik kakak itu sebelum hilang dibalik pintu.
"Ke kamar dulu ya antar barang-barang kalian." Kata Ethan.
"Iya, Pa." Timbal Brianna.
"Furniture belum lengkap memang, nanti kamu pilih sendiri mau di isi apa-apa saja. Papa sengaja isi sedikit. Biasanya perempuan suka mendekor kamar."
"Siren memang suka mendekor kamar, Pa. Di rumah juga Siren punya kamar sendiri yang dia dekor ala perempuan. Bagus itu untuk main sama Agatha." Benaya menimpali perkataan mertuanya.
"Berarti keputusan Papa tepat dong." Brianna yang dibicarakan hanya senyum-senyum saja. "Nah sudah sampai." Ethan mendorong pintu berwarna putih itu.
"Kok luas banget, Pa?" Bingung Brianna. Kamar Benaya di rumah Killian saja tidak seluas ini.
"Barangnya kan baru sedikit, jadi terlihat luas."
"Sudah diisi nanti juga masih luas ini, Pa."
"Apa iya?" Ethan menoleh ke arah menantunya.
Brianna dan Benaya kompak mengangguk. Mau di isi apa kamar seluas ini?
Ethan mengibaskan tangannya. "Sudah terlanjur, biarkan saja. Sana kalian istirahat saja dulu, sejam lagi Papa panggil nanti. Benaya baru pulang kerja, kan. Agatha Papa bawa, ya."
"Bawa saja, Pa. Anaknya juga anteng begitu." Entah Brianna harus bersyukur atau tidak dengan putrinya yang terlalu kalem begitu. Takut juga nih dia kalau saja dibawa orang oleh jahat putrinya tetap kalem begitu.
"Kok jadi Papa yang memonopoli Agatha?!"
Sampai pada lantai bawah Ethan langsung mendapatkan protesan dari Alden. Karena tidak terima kesenangannya diganggu sang putra, Ethan tak tinggal diam dan ikutan protes balik. "Kamu kan sudah sering bermain dengan Agatha, sedangkan Papa baru kali ini, harusnya kamu ngalah dong."
"Aku juga belum pernah main sama Agatha, harusnya Papa ngalah sama anak." Malah putra sulungnya yang menanggapi ucapan Ethan.
Tak kehabisan akal Ethan memanfaatkan apa pun yang bisa mempertahankan posisinya untuk bermain dengan Agatha malam ini. "Kalian tidak lihat kalau cucu Papa ini nyaman dengan Papa? Lihat, Agatha bersandar di bahu Papa nih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity Killian
RomanceBenaya baru menyadari bahwa yang ia lakukan tempo hari adalah kesalahan besar, mengusir seorang gadis setelah memberikan uang bayaran, tanpa melihat dan mendengar apa yang berusaha gadis itu katakan. Ternyata kebenarannya gadis yang tanpa sadar ia b...