Malam sudah berganti pagi, Tasya menggeliat di bawah gelungan selimut, sedangkan tangannya meraba-raba keberadaan ponselnya yang meraung-raung membangunkan dirinya. Ya, Tasya selalu menghidupkan alarm jaga-jaga dia tidak terbangun tepat waktu. Setelah alarm itu mati barulah Tasya mendudukkan dirinya siap untuk memulai aktifitas paginya.
Mata Tasya yang masih ngantuk itu terpaksa segar dalam beberapa detik guna memperhatikan kamar yang dia tempati. "Oh, aku ganti hotel kah?"
Tasya merasa tidak mengingat apa pun. Tapi dibandingkan hotel, kamar ini malah seperti kamar di rumah. Matanya menangkap ada setelan pria di kursi dekat jendela, makin bingung lah Tasya. Dia bukan seperti kedua sahabatnya yang sudah menikah sehingga ada pakaian pria dalam kamar tidak perlu bingung.
"Oh, sudah bangun."
Mendengar itu Tasya langsung menoleh ke arah pintu kamar yang terbuka. Tasya tidak berekspetasi di pagi hari dia sudah melihat pria yang dia hindari beberapa hari ini. Tunggu, apa dia di culik sekarang?!
Alden tidak menghiraukan raut wajah Tasya yang panik itu. Meletakkan nampan di atas meja sebelum dia menghampiri Tasya di ranjang. Tidak mengatakan apa pun Alden langsung menyibakkan selimut Tasya, menyelipkan tangannya di bawah paha Tasya mengangkat wanita itu berpindah ke kursi.
Tasya sadar akan kondisinya jadi dia gelagapan, enggan diturunkan ke kursi, karena itu dia memeluk leher Alden. "Pakaian ku!" Pekik Tasya panik.
"Iya aku tahu, makanya turun dulu." Alden ngomong dengan nada lembut berbanding terbalik dengan eskpresi wajahnya yang datar, untung Tasya tidak melihatnya.
Tasya ragu tapi dia tetap melepaskan pelukannya di leher Alden. Pakaian yang Tasya kenakan memang tidak seterbuka itu, tapi tetap saja tidak nyaman, sepertinya ini juga agak menerawang.
Bebas dari Tasya, Alden melenggang ke lemari mengambil baju miliknya. Dia tidak punya banyak baju di sini, jadi dia memiliki kemeja biru menghindari dari cahaya agar tak menerawang.
Tasya tak perotes di pasangkan kemeja tersebut, ini lebih baik karena menutup setengah pahanya, tidak seperti piyama yang dia kenakan ini yang bahkan dia berdiri saja bokongnya bisa kelihatan.
"Makanlah." Alden mendorong napa tadi lebih dekat ke Tasya. Sedangkan dia sendiri duduk dihadapan Tasya dengan tangan terlipat di dada, siap memperhatikan gerak-gerik Tasya.
"Punya kamu mana?" Tanya Tasya bingung, soalnya hanya ada satu piring dan sebelas air saja.
"Aku sudah." Jawab Alden singkat.
"Oh ...." Tasya tak bertanya lagi dan mulai makan. Berusaha abai dengan kehadiran Alden yang menatap dirinya asat. Memang harus segitunya ya melihat orang? Perasaan sebelumnya Alden tidak seperti ini, Tasya merasa ada yang aneh disini.
"Ini di mana ya?" Tanya Tasya yang murni penasaran, soalnya dia sama sekali tidak ingat pindah tempat menginap.
"Di rumahku." Jawab Alden masih sama singkatnya.
"Lho, kapan aku ke sini?"
"Kemarin, bersama denganku."
Otak Tasya bekerja keras mengingat kapan dia setuju untuk ikut Alden ke sini. Walau begitu dia tetap makan dengan hikmat, dia seperti benar-benar kelaparan, tidak ingat juga semalam makan apa. Sedang fokus makan Tasya mengerutkan alisnya ketika Alden menyodorkan kotak kecil di samping piringnya.
Tasya menatap Alden menunggu maksud dari tingkahnya ini, tapi Alden tak kunjung buka suara. Terpaksa Tasya mengambil kotak kecil itu lalu membukanya. Bukannya pertanyaannya terjawab kan, malah menjadi tanda tanya besar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Serenity Killian
RomanceBenaya baru menyadari bahwa yang ia lakukan tempo hari adalah kesalahan besar, mengusir seorang gadis setelah memberikan uang bayaran, tanpa melihat dan mendengar apa yang berusaha gadis itu katakan. Ternyata kebenarannya gadis yang tanpa sadar ia b...