Heyyo, aku kembali♡♡
Maaf ya kalo aku ngetik banyak typo nya
Soalnya aku masih pemula.Selamat membacaaa♡♡
*****
Raihan:nata,Nandi di rumah gue.dia babak belur parah tapi gak mau di obatin.jangan bilang ke dia kalo gue yang ngasih tau.kalo mau tau,lo datang aja ke rumah gue sekarang gue serlokQuinata melempar ponselnya ke sembarang arah kemudian berlari menuju lemari dan mengganti pakaian pendeknya dengan pakaian yang lebih panjang. Dia tidak mau Nandi marah melihatnya mengenakan pakaian pendek.
Nandi sangat protektif pada Quinata. Dia tidak mau tubuh adiknya di jadikan tontonan, ya-
Meskipun itu dulu.Quinata mengambil ponselnya tadi kemudian melangkah keluar kamar. Quinata menutup pintu kamarnya sepelan mungkin dan berjalan menuju pintu utama dengan hati-hati.
"Mau kemana?"
Gadis itu menengang. Meneguk ludah secara kasar, Quinata meberanikan diri menoleh. Dia mengaruk kulit kepalanya yang tidak gatal begitu melihat Rezza memandangnya menelisik.
"M-mau main sama Sinta doang," ucapnya seraya memberikan cengiran. "Emang kenapa? Yakali gue ga boleh keluar apart. Gue ga mau hidup lurus kayak lo."
Rezza bergeming. Tatapanya terus terarah pada Quinata hingga terdengar decakan jengah."lo mau ke club? Gue ga bakal biarin lo ke luar kalau lo ke tempat laknat itu lagi."
Quinata mengedipkan matanya beberapa kali sebelum tersenyum senang. Untungnya Rezza tidak membahas Nandi.
"Rezza ganteng," gadis itu memanggil manis dan mendekat membuat Rezza langsung mundur karna melihat serigaian di bibir Quinata. Itu pertanda bahaya.
"Gue ke club juga cuman nari-nari doang, disini mana bisa gue nari. Yang ada lo terkam gue lagi." Quinata mengerucutkan bibirnya. Berusaha terlihat seimut mungkin.
"Emang lo mau gue nari di sini?"Rezza menyorot datar. "Tetep aja lo ga boleh ke sana lagi. Lo ga inget perjanjian waktu-"
"Ih!" Pekik Quinata. "Masa masih berlaku sampe sekarang? Yakali gue mau nurut terus-terusan sama lo."
Quinata kembali mengigat saat mereka berjanji tidak akan melewati batas tempat tidur namun dirinya melanggar dan harus mendapatkan sangsi. Yaitu menuruti semua perintah Rezza.
Sejak saat itu, beberapa kali Quinata membantah namun tidak sebanyak dulu. Dia lebih memilih menurut pada Rezza meski membuat nya tertekan.dan Quinata rasa itu sudah cukup. Tidak mungkin dia menurut selamanya pada Rezza.
"Gue ga ke club,Za. ngapain gue ke sana siang bolong gini?" Quinata berusaha meyakinkan.
"Sumpah, gue cuman main ke mall."Rezza menghela nafas "oke, pulang di bawah jam 6 malem. Lebih dari itu tidur di luar"
"Siap bos!" Quinata tersenyum lebar kemudian berlari keluar dengan semangat.
Rezza terdiam beberapa saat untuk memastisan punggung kecil itu sudah hilang. Kemudian dia menyambar kunci mobil di meja dan melangkah mengikuti gadis itu.
Rezza tidak bodoh. Gelagat Quinata sangat mudah di baca, meski tidak tau tujuan gadis itu tapi Rezza yakin ada yang dia sembunyikan.
Quinata tidak pernah sesenang itu diijinkan keluar dari apartemen."Awas lo kalau aneh-aneh," geram laki laki itu pelan. "Gue patahin kaki lo."
*****
Quinata turun dari Taxi dan melangkah menuju rumah berlantai dua tanpa pagar di depannya. Dia bersenadung kecil dengan wajah berseri-seri, Quinata tidak bisa mendeskripsikan betapa bahagianya dia sekarang.