komen sebanyak banyak nya,
Selamat membaca♡♡
*****
Quinata duduk termenung di kamarnya seraya memeluk lutut, posisi ternyaman yang dia suka untuk menangis. Quinata terus mengulang ucapan Nandi tadi di kepalanya meski itu membuat air matanya kembali mengalir dengan deras.
"Bagus, jagain cewek manja itu. Buat dia jauh-jauh dari gue sebelum gue berniat bunuh dia"
Bunuh? Jadi Nandi sudah sebenci itu padanya? Quinata mengerucutkan bibirnya, dia tidak menyangka orang yang dulu sangat menyayanginya kini membencinya.
Sekarang dia percaya. Tidak ada yang abadi di dunia ini, termasuk cinta dan kasih sayang. Semuanya akan berubah seiring berjalannya waktu.
"Quinata?" Suara Rezza terdengar berserta ketukan pintu. Tak lama kemudian laki laki itu memasuki kamar Quinata dengan nampan di tangannya.
Rezza memandang Quinata lurus. Kenapa ga keluar? Lo mau mati kelaperan?."
Quinata memilih menenggelamkan kepalanya di lipatan lutut. Dia tidak mau Rezza melihat wajah sembabnya untuk kedua kali, sudah cukup dia melihatnya saat dirinya menagisi Gardia saja.
Laki-laki itu berjalan mendekat dan menaruh nampan berisi makanan serta segelas susu itu di nakas. Rezza memperhatikan kamar Quinata yang berantakan seperti biasa, dia ingin memarahi gadis itu namun sepertinya percuma.
Quinata adalah orang yang paling sulit di atur yang pernah Rezza kenal. Sampai berbusa mulutnya berbicara, gadis itu tidak akan mau mendegar atau menurut jika bukan karna keinginannya sendiri. Rezza sudah hampir menyerah mengajarkan Quinata.
"Makan." Titah Rezza lalu menarik rambut belakang Quinata hingga gadis itu memekik dan menganggkat kepala. Hujaman tajam Quinata hanya Rezza balas dengan lirikan tidak peduli.
"Gak ada lembut-lembut nya lo jadi cowok," gadis itu menatap Rezza kesal. Wajahnya yang sembab itu terlihat memerah.
"Gue manusia, bukan kapas."
Mendengar ucapan dingin Rezza membuat Quinata memutar mata malas. Bibirnya mengerucut sebal. "Terserah"
Rezza menatap Quinata sejenak lalu dia terkekeh pelan melihat berapa lucunya wajah Quinata. Hal itu sontak membuat Quinata melotot sempurna. Secepat kilat dia melihat wajah Rezza yang sudah kembali seperti semula.
"L-lo ketawa?" Quinata menatap Rezza horor, gadis itu bahkan menutup mulutnya terkejut
"Gilak! Gue bahkan lupa terakhir kali lo ketawa kayak gitu! " pekik nya heboh.Rezza menoyor kepala Quinata. "Gak usah norak. ketawa itu normal."
Quinata berdecak. "Tapi ini elo, Rezza! Seorang Rezza alfraditya pemilik muka sedatar tembok yang gak pernah punya ekspresi! Ini sebuah kejadian langka tau gak?"
"Muka gue datar?" Tanya Rezza membuat Quinata mengangguk cepat. Rezza mengedikan bahunya. "Gue gak ngerasa gitu."
"Apa?" Quinata memicingkan matanya.
"Wah lo bukan manusia Za. Masa muka sendiri ga tau, ga pernah ngaca ya?""Diem"Rezza mulai kesal mendengar celotehan Quinata, meski ia merasa cukup lega karna tangisan bising gadis itu berhenti.
" makan.gue ke kamar." Rezza memasukan tanganya ke saku celana kemudian berjalan pergi.
Quinata tentu tidak diam saja. Dia menarik lengan Rezza hingga terduduk di sebelahnya. Gadis itu menyegir. "Temenin gue makan, biar gak ngerasa jomlo"
Rezza memutar matanya malas dan berdiri. Dia tidak mau berlama lama dengan Quinata demi menghindari sesuatu aneh yang belakangan ini dia rasakan. Rezza harus membuat jarak dari gadis ini sebelum perasaanya makin rumit.