BAGIAN - 39

154 6 0
                                    

•••

“Mas! Kenapa bisa kayak gini, sih? Tiba-tiba ngilang sekali dateng malah bonyok,” kata Thesa marah sekaligus prihatin melihat kondisi sang suami.

“Bisa diem, gak? Telinga aku pengang lama-lama, berisik.” Alan malah memperhatikan sudut bibirnya yang berdarah dari cermin.

Gejolak amarahnya belum terselesaikan setiap mengingat bagaimana kakaknya sendiri yang telah membuat mahakarya bodoh ini.

“Papa, Papa!”

Melihat putra kecilnya datang menghampiri, Thesa langsung saja menggendongnya, takut apabila suaminya itu malah melampiaskan amarahnya pada anak tak berdosa itu. “Arga kenapa ke sini? Kak Fania mana?”

“Ndak tauk. Papa, Kak Cena mana? Kenapa ndak ikut kecini, Alga kangen.”

Kegiatan Alan yang tengah menekan-nekan kapas beralkohol pada lukanya terhenti sejenak. Oh iya, kenapa dirinya bisa melupakan Seina si keponakan galaknya itu, ya?

Alan berbalik dan mencium putranya yang berada di dalam gendongan Thesa begitu sumringah. Berubah 180° dari sebelumnya. “Lusa kita nginep di rumah Oma, ya? Arga bakal ketemu Kak Cena di sana.”

•••

“Kenapa gak gue aja yang dijadiin modelnya, ya, Kal? Parah banget anak-anak di kelas gue, gak bisa liat potensi gimana cetar membahananya seorang Freya Victoria.”

Setelah Ilham memberi pengumuman apabila malam ini tidak ada kegiatan, semua siswa berbondong-bondong untuk  melakukan aktivitas lain seperti berswafoto, saling bercengkrama serta jangan lupakan kaum mageran yang hanya rebahan di tenda.

Tak terkecuali Nathan yang memilih untuk duduk bersama Freya dan Haikal di dekat perapian. Sedikit bernapas lega karena belum dicari oleh tim osis ataupun MPK untuk kegiatan esok hari.

Ia hanya bisa tersenyum seraya geleng-geleng kepala setiap kali mendengar ocehan Freya yang hanya direspon malas-malasan oleh Haikal.

“Justru temen-temen lo yang matanya sehat,” balas Haikal, melemparkan batu pada api yang menyala-nyala.

Sebenarnya Nathan tidak tau apa hubungan yang dijalin oleh keduanya, yang pasti mereka dekat sejak Freya pindah di sebelah rumah Haikal.

Haikal memang selalu bercerita betapa risih dirinya saat gadis overhiperaktif itu setiap saat ada saja bahan untuk mengusik dirinya. Tetapi apabila Freya menghilang sejenak, dirinya orang paling kalang kabut untuk mencarinya.

“Ih, parah lo! Bang Nathan, pulang dari sini bawa dia ke Tante Muthu, dong! Haikal kayaknya kurang makan wortel, deh,” adu Freya sambil menggeplak bahu Haikal hingga meringis.

“Dih, sejak kapan lo panggil dia, Bang? Emang dia tukang bakso? Terus kenapa kalo manggil gue cuma pake nama?” protes cowok itu tak terima.

“Dih, suka-suka gue lah.”

Nathan lagi-lagi hanya tersenyum sembari mengangguk ke arah Freya, mengambil earphone dan hanya memasang pada satu telinganya untuk menghargai. Kata Bunda, selain mata, kesehatan telinga juga penting.“Iyaa, nanti habis kemah langsung gue seret ke klinik.”

“Gue kira hubungan kita selama ini special, Than. Tega-teganya lo ngekhianatin gue demi bela cecurut macem dia.”

“Tapi lo emang wajib dibawa ke klinik nya Tante Muthu, sih, masa hari ini ada yang beda dari gue lo gak nyadar-nyadar?”

Haikal mendekatkan wajahnya dan meneliti bagian mana yang beda dari Freya malam ini. “Apaan? Gak ada tuh, masih mirip si Boby aja, kok,” kata Haikal menyama-nyamakan gadis itu dengan ayam jago di rumahnya.

Ketua Kelas [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang