BAGIAN - 17

231 14 4
                                    

•••

Setelah Aiden melajukan kembali motornya sampai ke garasi, barulah Seina membalikkan badan dan memasuki rumah yang sudah tak sehangat dulu.

Seina menghela nafas berat saat melihat Ardito yang tengah duduk di sofa ruang keluarganya sambil membaca koran hingga wajah lelaki itu tak terlihat. Tumben sekali orang yang selama ini ia panggil Papa itu tau arah jalan pulang.

Dengan penampilan yang sudah keringatan parah, Seina buru-buru melangkahkan kaki kembali tanpa memedulikan keberadaan Papanya.

"Sayang." Panggilan dari Dito tentunya menghentikan langkah Seina yang sudah berada di anak tangga ke dua.

Ia menoleh, bohong bila ia tidak rindu dengan saat-saat seperti ini. Sekeras-kerasnya Seina, ia hanyalah putri kecil ayah yang cengeng sekaligus manja.

Dito yang sudah merentangkan tangan mengangguk kala putri tunggalnya itu tak kunjung meresponnya, ada raut takut dan juga ragu.

"Gak kangen sama Papa ceritanya?"

Seina menggigit bibirnya, sialan. Sejak kapan ujung matanya sudah berair.

Senyum Dito melengkung lebar ketika mendapati tubuh putrinya kini sudah ia peluk dengan erat. Dengan penuh kasih sayang, ia mengelus rambut milik Seina yang sudah terpapar sinar matahari. Ia kecup pula kening putrinya penuh kerinduan.

Hati Seina menghangat dapat merasakan kembali saat-saat seperti ini dengan cinta sekaligus luka pertamanya.

"Seina kangen sama Papa, bangettt," katanya pelan sambil menahan gejolak rindu yang gengsi ia tunjukkan.

Dito hanya tertawa kecil sambil mengeratkan kembali pelukannya, ia seolah lupa keadaan Jakarta sore ini masih cukup panas. Tapi perlakuannya kepada Seina hari ini tak membuatnya gerah sama sekali akibat rasa takutnya sendiri.

Sementara di dalam dekapan Dito, Seina kembali lagi menjadi pribadinya yang egois seperti dulu. Ia jadi membayangkan apabila kedua orang tuanya tidak memiliki masalah sebesar ini, pasti dirinya tidak akan kurang kasih sayang dari salah satunya seperti sekarang.

"Sayang, ini tangannya kenapa?"

Pertanyaan dari Dito membuat keduanya mengurai pelukan teletubbies antara anak dan ayah itu. Seina pucat pasi, tadi saking gerahnya ia membuka hoodie nya sebelum masuk rumah.

Diamnya Seina membuat Dito tersenyum kecut merutuki diri sendiri, rasanya ia ingin tertawa dan mengejek dirinya akibat gagal menjadi seorang ayah.

Mata Dito yang berkaca-kaca serta tangan yang mencubit kedua telinganya sendiri menatap Seina dengan berjuta-juta penyesalan, "maaf..."

Pertahanan Seina runtuh, air matanya sudah berjatuhan, tetapi ia malah tertawa sambil memukul lengan Dito pelan. Mulutnya terasa kaku hingga tak tau harus berbicara apa selain menangis.

"Ugh, so sweet banget drama Daddy and baby girl ini, terharu deh!" sahutan sarkas menyita atensi Seina juga Dito yang kini masih mencoba untuk berdamai dengan keadaan.

"Mama?"

Seina mengerutkan dahi melihat Renata dengan tingkah lagaknya menuruni tangga seperti Miss Universe sembari membawa secarik kertas.

Ketua Kelas [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang