BAGIAN - 31

196 7 0
                                    

•••

Dengan muka sebal Diva keluar dari kamar kesayangannya menuju ruang tamu, siapa lagi yang ia cari jika bukan Nathan sang Abang tercinta.

“Kok gak ada sih? Biasanya juga nonton tv.”

Bibirnya semakin menekuk karena hanya menemukan Jean, anak pertama Agung dan Anyelir. Jujur saja, orang sok sibuk itu kurang dekat dengan Diva karena hanya pulang sebulan sekali gara-gara kuliah. Juga jarak umur mereka yang berbeda 6 tahun membuat Diva segan.

“Dede nyariin apa?” Padahal Diva tidak ingin ada sesi bertegur sapa dengan Jean, tetapi lelaki itu malah mengajaknya berbicara.

Jadilah mau tak mau ia mendaratkan bokongnya untuk duduk di sebrang Jean dan meletakkan alat tulisnya untuk meladeni kakak tertuanya. “Aa' kapan pulang? Kok Diva nggak tau.”

Diva sebenernya merasa terbalik ketika memberikan panggilan kepada dua kakak laki-lakinya itu. Harusnya yang ia panggil Aa' itu Nathan, karena kata Abah di Bandung muka Nathan itu Sunda banget. Tapi siapa peduli, sudah terlanjur juga.

Jean terkekeh kecil mendapati adik bungsunya yang sekarang sudah bertambah gembul dan lucu. “Tadi malem, Diva udah bobo mungkin.”

Diva membalas dengan anggukan kecil, apa dia bilang tadi, dirinya memang masih merasa begitu canggung dengan Jean. “Aa liat Bang Nathan nggak? Diva ada urusan nih.”

“Di kamarnya tuh, mukanya juga kusut banget abis pulang tadi pagi. Pundung mungkin gara-gara dimarahin Bunda mau nginep gak bilang dulu.”

Tanpa basa-basi lagi, Diva mengambil alat tulis yang sebelumnya ia letakkan di meja lalu bergegas menghampiri kamar Nathan.

“ABANGGGG! KU NAON??”

Bukk!

Mulut Diva sudah ternganga lebar ketika satu layangan bantal sudah mengenai wajahnya dengan tidak elit.

“HUAAAAA, BUNDAAAA! ABANG NAKAL!!”

Nathan melotot karena jurus andalan milik para adik di seluruh dunia ini sudah Diva kerahkan. Bisa-bisa telinganya akan semerah tomat akibat jeweran Anyelir.

Ia pun yang sedang galau abiz langsung turun dari ranjang nyamannya untuk membekap mulut Diva agar tidak ngadu.

“Ih lepasin ah! Asin tau!”

Jika ini bukan hari libur, Nathan pastinya sudah mencubit pipi tembem Diva sampai nangis kejer, lagian gak bakal ada denger. Tadi malam dan pagi ini begitu suram baginya.

“Makanya kalo mau masuk ketok dulu, gue gibeng lo lama-lama,” ujarnya sinis tanpa dipedulikan sama sekali oleh sang adik.

Diva malah dengan seenak jidat membaringkan tubuhnya di kasur Nathan yang terasa lebih empuk dari miliknya. Memang benerya definisi dari rumput tetangga itu lebih hijau.

“Cabut deh, Div. Gue lagi nggak enak badan nih, ngerusuh aja kerjaan lo.” Nathan sudah mengusak rambutnya seperti orang stress.

“Gak mauuu. Kalo pr nya udah selesai baru Diva keluar.”

Rasanya Nathan ingin menggaruk-garuk tembok sekarang juga. Kenapa sih cewek itu gak pernah peka? Gak Diva, gak Sei—ah sial, kenapa ia harus mengingat gadis itu lagi?

“Kan ada A Jean, kenapa harus gue?”

Isi perut Nathan ingin keluar begitu melihat wajah Diva yang sengaja diimut-imutkan supaya dirinya luluh. Najis, gak akan ya!

Ketua Kelas [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang