BAGIAN - 54

47 7 11
                                    

Hiks Ayen...”

Darah segar yang terus-menerus mengalir di pangkal hidung Aiden membuat kedua telapak tangan Seina bergetar kencang. Ia tidak pernah menyangka bahwa sisi jahat di dalam dirinya bisa menyakiti Aiden seperti ini.

Ketika di bangku SD ia selalu menjadi pembuat onar karena terlalu sering bertengkar dengan anak laki-laki yang mengusik Aiden. Tetapi sekarang, apa perbedaan dirinya dengan mereka?

Tangisnya tak terbendung lagi, ia tidak bisa berhenti untuk menangis melihat Aiden yang kembali berbalik ke arahnya dan merentangkan tangan sembari tersenyum hangat.

“Mau sebesar apapun rasa kecewa dan benci yang gue punya, itu semua kalah sama rasa sayang gue ke lo...”

“Sei... come here to your brother!”

Dengan mata memerah karena terlalu lama tidak berkedip, Seina meremat rok abunya kuat-kuat ketika melirik ke arah pintu perpustakaan yang seperempatnya terbuat dari kaca.

Sebelum menghamburkan peluknya, Seina menatap dalam pada sepasang mata yang sama berairnya dengan dirinya di balik pintu. Karena mau bagaimanpun, Aiden sekarang bukan hanya temannya saja. Tetapi pacarnya Aldara juga.

Seina sangat menghormati itu, dan apabila Dara tidak mengizinkan, ia tidak akan pernah melewati batasannya.

Namun sebuah anggukan antusias yang disertai tangisan penuh haru Dara layangkan dari sana untuk Seina. Amat senang begitu melihat saudara dan juga pacarnya bisa kembali berbaikan. Dari awal hingga akhir, keduanya memang sudah seharusnya seperti ini.

Dara kini begitu bersuka cita, ia benar-benar lega sekarang. Sesuatu yang telah hampir hancur karena ulahnya kini kembali merekat seperti semula.

Aiden dan Seina benar-benar definisi dari sepasang anak kembar berbeda ayah ibu.

“Sana balik, cewek lo udah nungguin,” kata Seina mengurai peluknya pada Aiden. Mengikis jarak dengan lelaki itu lalu tersenyum tipis, lebih tenang dari sebelumnya.

“Sei—”

“Apa? Lo beneran udah nggak kenal gue, hah?!” potong Seina terkekeh kecil, meninju pelan lengan Aiden gemas. “Mau dulu ataupun sekarang, gue selalu hargain apa yang udah jadi keputusan lo. Dan gue baik-baik aja sama semua itu, don't worry.”

Aiden menggigit bibirnya kuat, bagaimana bisa Dewi Fortuna sebaik ini kepada dirinya hari ini?

Mendapat maaf dari Seina saja tidak pernah berharap lebih. Apalagi mendengar secara tidak langsung restu yang diberikan Seina untuk hubungannya dengan Dara.

_____

Seina hanya tersenyum tipis melihat kepergian Aiden yang lenyap dari pandangannya dengan menggenggam erat tangan Dara. Keduanya nampak bahagia dan begitu serasi ketika bersama.

Kini tak ada lagi pertanyaan kenapa, kenapa dan kenapa lagi untuk menanyakan mengapa Dara yang harus Aiden pilih. Melihat ini saja sudah membuat Seina cukup mengerti.

Secara perlahan ia akan mencoba untuk mulai menerima dan menghargai segalanya. Aiden sudah cukup untuk mengubur semua perasaannya terhadap gadis yang ia sukai hanya karena dirinya. Seina tak lagi ingin menjadi teman paling egois dan jahat untuk lelaki itu.

Setelah merapikan rambut dan juga menghapus semua jejak tangisan menyebalkan di wajahnya, barulah Seina memberanikan diri untuk keluar dari perpustakaan.

Lorong berubah warna menjadi jingga keemasan karena pantulan cahaya matahari yang akan tenggelam dari sepanjang jendela kaca, Seina cukup terkesip akan kecantikannya.

Ketua Kelas [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang