29

79 9 0
                                    

Di bawah langit yang cerah dengan awan-awan putih yang terhampar seperti karpet di langit biru, Juyeon dan Hyunjae berjalan beriringan setelah sekian lama tidak bertemu. Keduanya telah merencanakan pertemuan ini dengan penuh antisipasi. Juyeon telah berangkat dari rumah saat masih sangat pagi agar kemungkinan tidak akan ada orang yang mengikutinya. Menjelajahi jalanan dengan langkah-langkahnya yang mantap, menikmati momen kesunyian yang jarang terjadi di kota yang selalu ramai. Kehadiran keduanya satu sama lain menjadi titik terang dalam keheningan, menjanjikan momen kebersamaan yang akan diisi dengan tawa, cerita, dan kenangan indah yang akan mereka bagi.

Dalam balutan pakaian tebal, topi, masker, dan kacamata hitam, Juyeon telah bertransformasi menjadi sosok yang hampir tidak dikenali, seakan-akan berperan sebagai seorang idol yang tengah menyamar. Melihatnya seperti itu, Hyunjae tidak bisa menahan tawa yang meledak secara spontan, menggambarkan kepolosan dan keceriaannya yang tak terbendung.

“Lepaskan saja masker dan kacamatamu, Juyeon. Kamu bukan idol,” pinta Hyunjae dengan nada penuh keceriaan, sambil meraih masker dan kacamata Juyeon dengan gesit.

“Kalau ketahuan bagaimana?” Juyeon bertanya cemas, tatapan khawatir terpancar dari balik wajah tampannya.

“Tenang saja, tidak akan ketahuan. Bawahan Ayahku tidak pernah menjangkau daerah ini,” jamin Hyunjae, sambil meyakinkan Juyeon dengan senyuman hangat yang mengandung kepercayaan. Juyeon hanya mengangguk pasrah, meyakini kata-kata Hyunjae sepenuh hati.

Mereka menikmati udara segar yang diselimuti aroma khas laut. Lokasinya yang berada di ujung kota memberikan kedamaian yang jarang didapat di tengah kesibukan kota. Suasana itu kembali memunculkan kenangan kecil dalam benak Hyunjae; masa-masa di mana dia dan teman-temannya sering bermain di pinggir pantai, mengejar ombak dan mengumpulkan kerang-kerang kecil.

Juyeon memperhatikan Hyunjae tanpa sepengetahuannya. Hyunjae yang masih sibuk memandang laut dari kejauhan wajahnya terpancar angin laut membuatnya tampak bersinar indah.

Hyunjae menoleh memergoki Juyeon dan yang di pergoki langsung membuang mukanya datar lurus ke depan. Hyunjae menyeringai gemas.

“Jadi bisa di bilang ini adalah kampung halamanmu, ya?” Juyeon membuka percakapan.

“Benar sekali,” Hyunjae menjawab sambil mengangguk. “Ini tempat di mana aku dibesarkan. Pengasuh panti selalu mengatakan bahwa aku sudah ada di sini sejak bayi,” ujarnya dengan senyum yang mencerminkan campuran antara kehangatan dan sedikit kesedihan.

Juyeon mengangguk mengerti, merasakan betapa bermaknanya tempat tersebut bagi Hyunjae. “Aku bisa membayangkan bagaimana rasanya tumbuh besar di sini,” katanya dengan penuh pengertian.

Hyunjae mengangguk, membenarkan perkataan Juyeon. “Ya, di sini banyak kenangan manis yang tercipta. Walaupun tidak selalu mudah, tapi aku bersyukur dengan semua yang sudah aku alami di sini,” ujarnya dengan penuh rasa.

Juyeon tersenyum, merasa tersentuh dengan pengalaman Hyunjae. “Aku yakin tempat ini telah membentukmu menjadi orang yang kuat dan tangguh,” katanya dengan penuh keyakinan.

Hyunjae mengangguk setuju. “Terima kasih, Juyeon. Ada begitu banyak pelajaran berharga yang aku dapatkan di sini,” katanya sambil menatap laut yang tenang di hadapan mereka, merenungkan betapa jauhnya perjalanan hidupnya dari masa kecil di panti asuhan hingga saat ini.

Merasakan suasana menjadi sedikit sentimental Juyeon berinisiatif untuk mengajak Hyunjae membeli es krim. Ia melihat di belakang mereka ada warung sederhana yang menjual berbagai jajanan termasuk es krim.

Juyeon menggandeng tangan Hyunjae dengan penuh kehangatan. “Bagaimana kalau kita beli es krim di sana?” ajaknya sambil menunjuk warung kecil di pinggir jalan.

[✓] Querencia | Jujae/Jumil ♡Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang