𓊈33𓊉 Rukyah

13 2 0
                                    

Aku terhenti dan mematung, memastikan apakah ini khayalanku atau memang ada ulat hidup di atas tanah dengan akar menyembul keluar ini. Dan ulat yang ada di kakiku ini juga, kenapa tiba-tiba bisa muncul? Ku adahkan kepalaku ke atas, mungkin berasal dari sana. Tapi pohon mangga ini belum waktunya untuk berbuah, jadi tidak ada alasan ulat berkumpul di bawahnya. Tentu tak ada yang akan mereka makan kalau buah pun tak ada.

Lalu.. Kenapa banyak ulat pada satu tempat? Ku alihkan pandanganku ke sekitar tanah, memastikan ada atau tidaknya ulat yang berserakan, dan memang tak ku dapati ulat selain pada tempat ini. Aku mengernyit bingung. Di mimpiku, jelas makhluk itu berdiri tepat di atas sini. Dan dia juga muncul di depan jendelaku. Apa aku harus kesana dan mengeceknya juga?

Aku mengalihkan pandanganku dan menatap lurus ke arah jendela kamar.

"Gam.. Mau ikut atau enggak?" Gumam kakek yang seketika memecahkan penyelidikanku. Aku langsung mengalihkan pandanganku padanya. Menatap tubuhnya yang terarah lurus menghadapku dari luar halaman rumahnya.

"Kakek mau shalat sunah dulu', entar keburu adzan!" Sambungnya lagi, karena melihat aku masih terus-terusan melongo bak orang linglung tanpa menjawab pertanyaannya.

"Oke kek. Ayo!" Balasku sambil berjalan cepat menyusulnya. Namun sesekali aku masih menoleh ke arah jendela kamarku.

Kami shalat seperti biasa, namun bedanya.. kali ini aku melakukannya di masjid dan berjamaah. Kecuali beberapa bagian shalat sunah yang memang kami laksanakan sendiri-sendiri. Aku sering shalat di rumah, padahal masjid hanya berjarak dekat dari rumahku. Harusnya ku biasakan juga shalat di masjid ketimbang di rumah. Aku ini kan laki-laki.

Setelah shalat, kami pun saling bersalaman, dan aku bertemu dengan abah Iren. Ya, aku masih ingat perawakannya. Pria besar tinggi berbadan tegap. Wajahnya lembut dan bercahaya. Ia memanjangkan jenggot sekitar empat jari panjangnya. Memakai gamis lebar berwarna hijau telur asin. Ia menahan tanganku ketika aku selesai menyalaminya.

"Agam ya?" Tanyanya, dan tentu aku langsung mengangguk.

"Tok Jamal.. siang kelak aku maen ke umah ente ok. Ade gawe yang nak ku uros. (Kek Jamal.. Siang nanti aku main ke rumah kakek ya. Ada kerjaan yang mau saya urus.)" Ucapnya sambil menoleh pada kakekku. Namun tangannya masih terus menahan dan menggenggam tanganku.

"Kasihan kamu, nak." Ucapnya seraya menatap dan melepaskan tanganku. Aku langsung menautkan kedua alisku.

Kasihan? Kasihan kenapa???

Ia berlalu dan membiarkan aku mematung memandannya. Ku lihat ia menghampiri kakek dan mengatakan sesuatu. Sambil bercerita, sesekali mereka berdua menoleh ke arahku. Kenapa ya??

Wajah mereka mengeras dan tegang. Ku lihat wajah kakek berubah panik setelah abah Iren mengatakan sesuatu. Kenapa sih?? Bikin penasaran saja.

. . . .

Aku dan kakek pulang paling terakhir. Aku membantu kakek mematikan kipas angin serta lampu dalam dan luar masjid. Kami pun menutup jendela yang tadinya sempat di buka.

"Yuk, cu.. Pulang." Ucap kakek sambil meletakkan tangannya ke pundakku. Tumben-tumbenan sekali ia begitu. Aku pun mengikutinya seraya keluar dari dalam masjid. Berjalan perlahan mengikuti langkah tertatihnya karena masih sakit, mungkin.

"Abah Iren bilang sesuatu kek?" Tanyaku langsung. Kakek nampak terkesiap ketika aku bertanya seperti itu.

"Gak.. gak kok.. Gak bilang apa-apa.." Sahut ON kakekku gelagapan. Ia nampak panik, dan aku tak mau meneruskan serangan pertanyaanku padanya.

"Oh, yaudah kek." Singkatku sambil berjalan menuju rumah. Aku tahu kakek sedang membohongiku. Tapi aku tak mau mendesaknya.

Sampai di rumah, aku masuk kembali ke kamarku. Aku berbaring di atas tempat tidur sambil menatap ke arah jendela. Ingin sekali aku melihat ada atau tidaknya ulat di depan jendela, tapi aku tak mau berspekulasi lebih jauh jika ternyata memang benar, hewan itu ada di sana.

【 COPY K.U.N 】ADGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang