𓊈24𓊉 Menangis?

13 2 0
                                    

Kun lantas segera mencari wajahku, menatap ekspresi apa yang sedang ku tunjukkan pada dua orang dewasa di depan sana. Ia menunggu, mungkin menunggu apa yang akan ku lakukan selanjutnya.

"Apa yang akan kamu lakukan? Jelas perkataan saya itu benar kan." Ucapnya bak sedang meminta pendapat. Aku terdiam lagi membisu. Ku lekatkan pandanganku pada sosok ayahku.

Tentu aku harus menilik situasi dan kondisi dulu. Aku tak mau terlihat sebagai pelajar gila yang memiliki emosi yang meledak-ledak tak karuan. Menghampiri mereka lalu memarahi, bahkan sampai memukul ayah. Lalu wanita di dekatnya akan melerai sambil berteriak. Tolong, itu cara paling kekanak-kanakan, dan memikirkannya saja sudah membuatku malu bukan main.

Aku harus tau, untuk apa mereka bertemu? Meskipun pikiran buruk terus menghasutku, yang berbunyi bersautan memenuhi kepalaku seperti, untuk apa dua orang dewasa bertemu di toko bunga? Kalau mereka rekan bisnis, tentu tempat yang paling pas adalah cafe kan? Namun pikiran baik masih membela nuraniku dengan berkata, setidaknya ini bukan hotel.

"Ayo katakan sesuatu! Saya penasaran dengan apa yang ada di dalam hatimu?" Desak Kun lagi padaku yang masih membisu.

"Kita lihat dulu." Singkatku. Bermaksud membuat hantu ini tenang dan berhenti mengomporiku.

Dari balik dinding kaca yang bagian bawahnya di tutupi baground dari kertas bermotif yang tertempel, aku melangkah mendekat ke arah sana. Menyembunyikan tubuhku yang tinggi di balik baground dan bonsai yang di tanam mengelilingi toko bunga bagian luar.

Kun mengikutiku sambil mengendap-endap. Terkadang jika ia bosan, ia akan menegakkan tubuhnya, dan melayang sembarang. Aku tak mempermasalahkannya melakukan semua itu, ia kan tak kasat mata.

Aku masih mengernyit menatap ayah. Mereka masih berdiri tegap meskipun ada kursi di dekatnya. Raut wajah mereka tegang, entah kenapa.. Seolah mendebati sesuatu, dan aku yakin ayah sedang menyerang wanita itu dengan penolakannya. Ya, ayahku akan melakukan itu. Ia tak akan mengkhianati ibu. Aku tahu itu.

Namun setelah perdebatan panjang yang mereka lakukan dengan sengit tapi tanpa berteriak, bahkan aku tak mampu mendengar isi percakapan mereka itu apa. Ku lihat, wanita itu mulai menangis..

Tapi... tunggu dulu!

Aku terlalu fokus dengan ayah sejak tadi, hingga mengabaikan wajah wanita yang ada di sampingnya itu. Bukankah itu...

Wanita yang mengikutiku saat weekend bersama Kun?

Tubuhku terkesiap dan kedua mataku terbelalak ketika menyadarinya. Telat sekali! Pantas saja sejak tadi Kun mendesak meminta pendapatku, ternyata karena dia sudah tahu dan menyadari, kalau wanita itu.. adalah wanita di bioskop kemarin.

"Gam!! Saya cium bau Dara !!" Pekik Kun sambil terbang mendekatiku. Aku mengernyit ketika melihatnya mengunyah.

"Lu nyolong bunga?" Kun menatap polos ke arahku, namun ia enggan menjawab.

"Ada Dara!" Ucapnya lagi, dan aku yakin ia sedang mengalihkan pembicaraan kami.

"Bodo amat sama Dara!! Ngapain lu maling?! Gak boleh!! Kesian kan pemilik toko ini, jualan pakai modal!!!" bisikku dengan kesal.

"Saya cuma pungut bunga yang jatuh di bawah, saya tahu kamu tidak suka saya maling. Tapi maling di kebun ibu boleh kan?" Aku mendecak sambil mengernyit kasar membuang wajahku darinya, dan kembali menatap ayah.

"Yang namanya maling, mau di mana aja.. tetep gak boleh! Kalau lu maling lagi, gue bakal balikin..."

"Oke oke.. Jangan balikin saya!!" Kun pun menciut sambil ikut bersembunyi bersamaku. Padahal aku belum selesai dengan ancamanku.

【 COPY K.U.N 】ADGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang