𓊈63𓊉 Budak Gabek

17 1 0
                                    

Aku tercekat di tempat. Suasana hening sejenak, bahkan aku bisa mendengar suara desiran angin yang meniup daun-daun pepohonan rambutan yang tinggi. Suara jangkrik pun terdengar di antara tanaman bunga milik bunda Ciko.

Aku mengumpulkan sedikit nyawa sebelum akhirnya membalikkan wajahku ke belakang, melihat penampakkan Kun yang tengah menjuling sambil menjulurkan lidahnya. Aku terkesiap, karena tak menyangka kalau ia akan memberikan ekspresi seperti itu. Wajahnya benar-benar mengesalkan.

"Kaget lu Gam? Padahal gak ada apa-apa.." Ucap Dara hingga membuatku mengernyit dan memalingkan wajah dari Kun untuk menatapnya.

"Katanya gak percaya hantu, tapi pas di bilang kalau di belakang ada hantu, nengok juga ya lu?!" Maxim meremehkanku sambil terkekeh. Ia tak tahu saja, kalau di belakang benar-benar ada hantu.

"Gila!! Jangan main-main dong Ra! Gue kira beneran ada loh!!" Ucap Ciko kesal sambil menatap Dara dengan sengit, sementara Rara hanya mengusap dadanya. Dia perempuan yang sabar sekali agaknya.

"Tapi.. pas lu nunjuk ke sana, kok auranya beda ya?" Rara mulai bergumam. "Kayak, merinding gitu." Ujarnya lagi sambil bergidik.

"Ah! Gue becanda doang kali!" Sahut Dara hingga membuatku melangkah mendekat ke arahnya, aku langsung menoyor kepalanya saking kesalnya, membuat tubuh mungilnya terhuyung ke arah toyoranku.

"Si*lan lu!!" Keluhnya tak terima. Aku cuek saja sambil meninggalkannya yang masih menatap kesal ke arahku.

Aku duduk ke teras Ciko sambil kembali melanjutkan tugas kami sebelum jam sembilan. Pulang nanti, aku mau mampir sebentar ke ATM untuk menansfer uang ke kakek-nenek melalui Iren. Lalu setelah itu mengunjungi Zaki yang masih terbaring di rumah sakit.

Tepat pukul delapan lewat sedikit, aku dan teman-teman yang lain akhirnya menyelesaikan laporan kami mengenai pelaksaan acara reuni tadi. Setelah membuatnya di laptop dalam bentuk pdf, kami mengumpulkannya dalam satu folder dan menyalinnya ke flashdisk milik Maxim.

Kami berpamitan terlebih dahulu pada bunda Ciko sebelum pulang. Setelahnya.. Aku menawarkan diri untuk mengawal Rara dan Dara yang pulang berboncengan. Mereka berdua perempuan, jadi tak mungkin pulangnya tak ku kawal kan?

Tapi Maxim langsung memintaku pulang, karena ia yang ingin mengawal mereka berdua. Katanya sih karena searah, sementara aku harus putar balik kalau mengawal mereka pulang. Ya sudah, aku menurut saja apa keinginannya.

Aku singgah ke SPBU yang tak jauh dari rumah Ciko, mengisi bensin lalu singgah ke ATM di dekat sana. Tentu aku tak akan lupa untuk mentransfer uang untuk kakek-nenek, dan menarik uang lagi untuk membeli roti dan buah-buahan.

Aku menekan beberapa tombol pada mesin ATM di ruangan kecil berbentuk kotak yang hanya pas untuk satu orang. Hanya ada satu ATM disini, untung banknya sama dengan milikku, jadi aku tak perlu pergi untuk mencari ATM yang lain. Kun sibuk melayang ke hadapan AC ruangan. Dan terhenti di depan CCTV.

"Gam.. ini apa?" Tanyanya heran sambil mengintip lensa kamera dengan satu mata yang ia dekatkan.

"Itu kamera."

"Wah, zaman sekarang canggih ya. Masa' kamera di taruh di wartel." Aku meringis geli mendengarnya. Zaman sekarang mana ada wartel (warung telepon)? Semua orang kan sudah punya ponselnya sendiri-sendiri.

"Jadi kalau ada maling, ini bisa merekamnya?" Ia bertanya lagi, dan hanya ku balas dengan 'Hn' singkat. "Bisa merekam hantu?"

"Kadang-kadang bisa." Sahutku sambil menunggu uang keluar dari mesin ATM.

"Woah!! Harus bergaya dulu nih, nanti masuk tv kan?"

"Tergantung, kalau setannya cakep mah bisa masuk tv, tapi kalau kayak lu gak mungkin deh." Ucapku meledek sambil menyelis sekelabat ke arahnya.

【 COPY K.U.N 】ADGAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang