FOLLOW DULU SEBELUM BACA❗❗⚠️
"Mau sampai kapan lo menyimpan luka sendirian Lang? Seolah-olah lo baik-baik saja tapi nyatanya tidak." _Amaura Natalia Senja
"Lebih baik gue memendam semua nya sendirian, karena jika gue menceritakan semuanya apakah...
Maaf ya Nana baru bisa up lagi. Abisnya nunggu biar nggak malas buat nulis. Tapi harus di paksa buat nulis, biar kita nggak terlalu malas dan nanti ujung-ujungnya cerita kita nggak akan selesai-selesai ya.
Dari kalian ada yang sama nggak kaya aku yang terkadang males buat nulis?
Sebelum baca jangan lupa vote dan komen ya.
Enjoy guys bacanya...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
• • •
"Datang sebentar setelah memberikan kenyamanan, lalu pergi setelah memberikan kenangan indah itu memang hal yang sangat wajar. karena semuanya akan ada masanya dan terus saja begitu. Jika kamu pergi itu wajar, aku tidak melarang mu untuk pergi. Tetapi jika aku boleh berharap kamu tetap bersamaku apakah kamu bisa?"
_Amaura Natalia Senja_
• • •
~🪻~
Cuaca pagi ini sangat cerah sekali. Sinar matahari sudah menyinari bumi. Seorang gadis dengan seragam sekolah yang sudah melekat di tubuhnya yang sudah siap untuk berangkat sekolah. Ia tidak sabar untuk bertemu Langit dan teman-temannya yang lain.
Gadis dengan senyum yang merekah menghiasi wajahnya. Ia menuruni tangga dengan langkah pelan sembari bersenandung mendengarkan musik dari ponselnya menggunakan earphone.
Di meja makan terdapat sang ayah yang sedang sarapan, tetapi Aura sama sekali tidak menghiraukan bahkan melihat ayahnya.
"Tidak sopan sekali kamu, Aura!" suara berat milik ayahnya sangat terdengar jelas di indra pendengaran Aura.
Aura terus saja berjalan menuju pintu keluar tanpa mendengarkan ucapan ayahnya. Tetapi tinggal beberapa langkah lagi untuk sampai di depan pintu, teriakan ayahnya dapat menghentikan langkah Aura.
"Kamu memang tidak tahu caranya menghormati orang yang lebih tua dari kamu ternyata..." jeda Bram--ayah Aura yang bangkit dari tempat duduknya dan berjalan ke arah Aura. "Anak seperti kamu itu seharusnya tahu tata cara sopan santun yang baik dan benar. Percuma kamu sekolah, tetapi masih tidak tahu cara menghormati orang tua."
"Yang kamu tahu itu cuma keluyuran tidak jelas sampai larut malam! mau jadi apa kamu?" bentak Bram dengan suara yang menggema di dalam ruangan.
Aura memutar badannya menghadap ke arah ayahnya. Aura tersenyum dan tertawa kecil karena ucapan ayahnya.
"Bagaimana Aura harus bersikap sopan santun? Ayah saja tidak pernah mengajarkan itu! Aura seperti ini juga karena ayah! Aura tanya sama ayah, memang ayah sendiri pernah menerapkan dan mengajarkan itu sama Aura? Enggak 'kan? Jadi jangan salahkan Aura jika Aura seperti ini, Aura kaya gini juga didikan dari ayah."