LANGIT || 10

140 14 10
                                        

"Hidupku selalu dituntut dengan nilai. Seakan-akan nilai itu segalanya, Padahal nilai itu hanya sebuah angka. Apakah nilai jauh lebih penting dari pada kesehatan mental seorang anak?"

_Amaura Natalia Senja_



Kembali lagi sama Nana. Gimana dengan kabar kalian, jika hari ini tidak baik semoga hari berikutnya jauh lebih baik ya.

Sebelum baca Nana harap kalian udah pencet bintang yang di kiri bawah ya.

Sebelum baca Nana harap kalian udah pencet bintang yang di kiri bawah ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

~🪻~

19.00 Wib.

Aura dan Langit baru sampai di depan rumah Aura.

"Kenapa sekalian tidak usah pulang saja. Sudah lupa kamu hari ini untuk belajar?"

Suara yang sanagt Aura kenali menyambut Aura dan Langit yang baru saja sampai di depan rumah.

Aura hanya menghela napas kasar. Mata nya mengode untuk Langit segera pulang.

"Maaf om, Gara-gara saya Aura pulangnya kemalaman," ucap Langit.

"Aura masuk!" ucap Bram--ayah Aura yang perlahan menghilang masuk ke dalam.

"Sorry Lang."

"Hmm.. Gue cabut." ucap Langit yang sudah menyalakan motornya dan perlahan mengilang dari pandangan Aura.

Aura melihat ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu sambil memperhatikan dirinya. Aura merasa pasti dirinya akan di marahi habis-habisan.

"Maaf Yah, Aura tadi habis ada urusan jadinya pulang ke malaman."

"Alasan kamu banyak sekali, Ra," sindir Bram menggunakan nada yang tinggi.

"Aku nggak alasan, Yah. Aura bicara jujur." suara Aura yang mulai gemetaran menahan supaya tidak nangis, bahkan dia menggenggam tangannya sampai sedikit keras untuk mengurangi ketakutannya.

"Mau jadi apa kamu hah! Jam segini baru pulang! Ayah bilang Jawab!" suara Bram membentak Aura.

"Seharusnya kamu diam di rumah belajar, bukannya keluyuran tidak jelas! buang-buang waktu saja! Jadi anak berguna sedikit Ra," Bram menunjuk kening Aura berkali-kali.

"Pasti gara-gara anak yang tadi, Dia itu bawa pengaruh buruk buat kamu hingga kamu seperti ini."

Aura yang tadi nya hanya diam menunduk langsung mengangkat kepalanya di saat ayahnya membawa-bawa nama Langit.

Luka Langit dan AuraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang