17. Tabrak lari

31 5 0
                                    

Ganesh meremas sendok makannya dengan wajah memerah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ganesh meremas sendok makannya dengan wajah memerah. Mamanya terus saja menjatuhkan namanya dan mengagungkan nama Athalia. Ganesh menatap Athalia tajam, gadis itu hanya bisa menunduk. Tidak bisa menghentikan mamanya ketika bicara, Athalia hanya diam. Sesekali ia merasakan bahwa Ganesh menatapnya. Athalia sadar, perubahan Ganesh itu karena mamanya sendiri, bukan dari cara Ganesh bergaul. Athalia ingin mama dan papanya tahu, jika Ganesh begini karena mereka.

Tak sampai disana, Sinta dengan lantang menyebut Athalia sebagai anak yang membanggakan, tidak seperti Ganesh yang membuat malu nama keluarga. Ganesh ingin melempar piringnya ke wajah angkuh Sinta. Namun apa boleh buat? Ia hanya seorang anak yang tidak ingin di cap durhaka, meski Ganesh membangkang.

Satya menatap reaksi Ganesh. Sadar akan istrinya sudah berlebihan, Satya memegang jemari Sinta. "Cukup," guman Satya. Tak di dengarkan oleh Sinta. Wanita itu semakin menjadi-jadi. Semakin lama, semakin membuat Ganesh merasa panas. Biarkan dia memberontak sekarang.

Ganesh melempar piringnya, hampir mengenai Athalia. Dia berdiri dengan nafas menggebu. Wajahnya memerah marah. Tangannya mengepal dan bergetar. Jika tidak ada norma, tidak ada hukum, Ganesh tidak akan segam-segam membungkam wanita yang kini menatapnya nyalang.

Hidupnya hancur karena kasih sayang yang tidak pernah Ganesh dapatkan. Ganesh tidak hidup dengan uang kedua orang tuanya, tapi hidup dengan uang yang kakek neneknya berikan. Ganesh dulu anak yang sederhana, anak kecil yang memerlukan kasih sayang kedua orang tuanya. Ganesh merasa dirinya bukan bagian dari keluarganya sendiri. Semuanya lebih memilih Athalia. Hanya ada satu nama, Athalia.

"Berani kamu Ganesh?!" Sinta berdiri. Menghampiri Ganesh hendak menampar wajah yang membuat kariernya diujung tanduk. Ganesh menepis tangan Sinta. Tak perduli akan semarah apa Sinta, Ganesh tak perduli.

"KAMU SUDAH SAYA RAWAT GANESH! INI BALASAN KAMU?!" Sinta menekan setiap perkataannya. Membuat Ganesh terkekeh. Tidak menatap Sinta, melainkan menatap Athalia.

"LO LIAT? INI KARNA LO! KARNA LO LAHIR, GUE YANG SELALU JADI KORBAN. KARNA LO! GUE SELALU DIJADIIN PELAMPIASAN MEREKA!" teriak Ganesh ingin melampiaskan kekesalan dirinya. Nafasnya kini sudah tidak bisa diatur. Persetan dengan menangis, Ganesh lebih ingin membakar rumah ini setiap Athalia menangis.

Ganesh memang sayang dengan adiknya. Tapi setiap kedua orang tua mereka sudah membandingkan kepantasan, disana rasa sayang Ganesh sebagai seorang kakak seketika sirna. Terganti menjadi rasa benci mendalam.

Athalia hanya bisa menunduk dan menangis. Ia selalu di manja, ia selalu dipenuhi keinginannya. Sementara Ganesh? Kadang Athalia merasa bersalah dengan kakaknya.

"JANGAN SALAHIN DIA GANESH! ATHA GAK SALAH!" tekan Sinta.

"IYA DIA GAK SALAH, MA! GANESH YANG SALAH! DARI DULU SAMPAI SEKARANG EMANG GANESH, KAN?"

Tak ingin memperpanjang masalah, Ganesh memilih pergi meninggalkan rumahnya. Ia menendang meja makan hingga hampir semua makanan diatas meja berjatuhan.

Lowbattery Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang