57

30 4 4
                                    


Sudah seminggu setelah kejadian itu. Boun  sudah kembali ke Thailand karena di tempat lahir Prem, dia sudah tidak lagi di inginkan.

"Boun...makan dulu ya"

Tidak ada jawaban dari seseorang yang sedang berbaring di tempat tidur sambil membungkus dirinya dengan selimut.

"Boun... Ayah suapin ya nak"

Ayahnya berusaha untuk membujuk Boun agar dia mau sedikit saja memakan makanannya.

Tapi tetap saja tak ada jawaban ataupun pergerakan dari Boun

"Nak jangan seperti ini. Ayah khawatir banget. Makan sedikit aja ya"

"Bagaimana keadaannya?"

Seseorang yang baru saja masuk ke dalam kamar terlihat sangat khawatir dan menanyakan keadaan Boun

Ayahnya menggelengkan kepalanya guna menjawab pertanyaan sang dokter yang juga adalah sahabat sang ayah.

Sudah seminggu ini semenjak Boun pulang dari Indonesia, Boun belum sekalipun memasukkan makanan ke dalam mulutnya. Dia hanya mau meminum susu yang di bawakan ayahnya di pagi dan malam hari untuk mengisi energinya.

Sebenarnya Boun belum mau kembali ke Thailand, dia ingin menjelaskan pada orang tua Prem dan keluarganya tentang hubungannya dengan Prem.

Dia ingin berjuang untuk memberi pengertian pada orang tua Prem tapi tak ada lagi yang bisa dia lakukan.

Setelah ibunya Prem menceritakan semuanya pada ayah Prem. Ayah Prem tidak lagi memberinya kesempatan untuk menjelaskan apapun

Boun di usir tanpa boleh berbicara apapun wlo hanya sepatah kata. Orang tua Prem tidak sudi mendengar apapun darinya.




_____________

Flashback

_____________


"Bapak nyesel duwe anak kowe"
(Bapak menyesal punya anak kamu"

"Ampun Pak. Parman ampun"

"Ngerti bakal koyok ngene, bapak gak bakal ngolehi kowe budal nang negoro kono"
(Klo ngerti akan begini jadinya, bapak gak akan ngijinin kamu berangkat ke negara sana itu)

"Parman minta ampun Pak"

Prem tidak mampu berkata apapun kecuali minta maaf ke Bapaknya. Mulutnya ingin mengatakan banyak hal, menjelaskan semuanya dan alasan-alasan yang ingin Prem sampaikan tapi lidahnya berasa keluh.

Sementara Boun ada di dalam kamar. Bukannya dia tidak mau menemani Prem dan ikut menjelaskan semuanya tapi Bapak Prem tidak sudi melihatnya.

Jika dia ikut menghadapi Bapak bersama Prem maka Bapaknya lebih baik keluar dari rumah.

Jadi Boun lebih baik di dalam kamar agar Prem bisa berbicara dengan Bapaknya dari hati ke hati. Dia tidak ingin merusak momen bapak dan anak itu. Dia masih berharap Bapaknya Prem akan mengerti jika Prem yang menjelaskan.

Tapi kenyataannya adalah Prem hanya menerima cercaan bukan di beri kesempatan untuk menjelaskan.

"Wes ngene ae. Kowe meneng kene rasah mbalek maneh nang kono. Bapak tak golek kyai gawe ngerukiyah awakmu"
(Dah begini saja. Kamu menetap dirumah sini gosah balik kesana lagi. Bapak akan mencari kyai untuk me rukiyah kamu)

"Tapi Pak.. Man dereng lulus. Man juga..."
(Tapi Pak. Man belum lulus. Man juga...)

"Bapak wes ra butuh gelar mu. Pokok kowe kudu manut Bapak"
(Bapak sudah gak butuh gelarmu lagi. Pokoknya kamu harus nurut sama Bapak)

"Pak... Man mboten saged. Man...."

Air mata terus mengalir membanjiri matanya dan Prem mencari cela untuk bisa menjelaskan pada Bapaknya tapi selalu tidak di beri kesempatan.

"Mari di rukiyah, kowe bakal tak rabekne karo anake yu Sri"
(Setelah di rukiyah, kamu akan aku nikahkan dengan anaknya mbak Sri)

"Man mboten purun rabi"
(Man gak mau nikah)

"Bapak ora taren kowe. Iki printah"
(Bapak gak nanya kamu. Ini perintah)

"Pak...."

"Soko dino iki kowe rasah ketemu arek baj***an iku. Bapak dewe sing bakal ngusir teko kene"
(Mulai hari ini kamu gak usah ketemu cowo baj***an itu. Bapak sendiri yang akan mengusirnya dari sini)

Prem semakin sesenggukan dan meraung memohon pada Bapaknya agar tidak melakukan hal itu. Dia ingin bertemu dengan Boun

"Nek kowe ora manut karo Bapak. Mending Bapak ora usah duwe anak kowe"
(Klo kamu gak nurut sama Bapak, lebih baik Bapak gosah punya anak kamu)

Tubuh Prem lemas tak berdaya. Dia hanya bisa menangis dan memohon agar ayahnya tidak melakukan hal kasar pada Boun.

Prem takut Bapaknya gelap mata dan melakulan tindakan yang tidak di inginkan pada Boun. Prem tidak mau Boun kenapa-kenapa.

Dan semenjak hari itu prem tidak lagi bisa bertemu dengan Boun. Dia di kurung di dalam kamarnya. Tidak boleh keluar kemanapun, walaupun hanya untuk makan. Makanannya akan di antarkan ke kamarnya.

Sedangkan Boun, dia di usir dengan cacian dan terpaksa kembali ke Thailand dengan hati hancur.

"Nyengkreh koen teko omah kene. Najis omahku kok leboni"
(Pergi kau dari rumah ini. Najis rumahku kamu masukin)

"Khe..."

"Cukup rasah ngomong. Aku gak butuh oceanmu. Ndang nyingkriho!!"
(Cukup godah bicara. Aku gak butuh ocehanmu. Buruan pergi!!)

Sepanjang perjalanannya kembali ke Thailand, airmata Boun tidak lagi bisa dia tahan. Dadanya panas dan sesak. Dia tidak tau harus berbuat apa, tapi rasanya sangat sakit.

Dia takut tidak bisa lagi melihat Prem dan hidup bersamanya seperti impian mereka.

Boun takut Prem kenapa - kenapa. Saat itu otak Boun penuh dengan hal - hal menakutkan dan menyakitkan. Dia tak bisa berpikir jernih. Saat ini hanya ingin segera sampai dirumah dan meluapkan semua perasaannya yang sangat sesak.

Dan sesampainya di Thailand, Boun langsung pulang dan masuk ke kamarnya dengan deraian airmata yang tak terbendung. Menutup dirinya dengan selimut dan tidak mau bicara apapun yang membuat ayahnya bingung dan sedih.

Ayahnya ingin menanyakan juga tentang Prem karena Boun kembali sendirian tapi semua itu urung karena melihat Boun yang seperti itu keadaannya.

Setiap hari tubuhnya semakin lemah dan kondisinya semakin mengkhawatirkan.

Tresno jalaran soko ngglibet (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang