Setelah pertemuan itu, aku membahas ini dengan serius bersama Devin. Awalnya, Devin sangat menolak ini dengan tegas. Namun, aku terus meyakinkan nya. Lagi pula, ini hanya untuk sementara. Kita tak perlu menghentikan hubungan yang sudah terjalin ini. Hanya saja, yang aku inginkan adalah Devin berada di samping Luna untuk 3 bulan ini. Aku tak meminta Devin untuk memberikan perasaannya pada Luna. Kami juga masih bisa berhubungan dan bertemu satu sama lain. Tapi, tidak sesering saat kita pacaran.
Intinya, jadilah sahabat sebenarnya untuk Luna. Yang selalu berada di sampingnya. Dan terus mendampingi nya. Aku akan berusaha sekuat mungkin Dev untuk bertahan. Melihat laki-laki ku bersama wanita lain.
Ini juga pilihan sulit bagi ku. Dan mungkin ini ujian dari hubungan kita. Aku yakin, kita bisa melewati ini. Percayalah. Percayalah padaku, dan pada dirimu sendiri.
Setelah pembahasan itu, akhirnya Devin mengerti juga. Dan ia juga sepakat.
Kami segera pergi ke rumah sakit untuk menjeguk Luna. Katanya, ia sudah dipindahkan ke ruang rawat inap.
Dari balik jendela, aku melihat Luna yang tak berdaya. Ternyata, sekeras itu penyakit nya. Bahkan aku tak menyangka, bahwa dia sudah berada di ujung usia nya. Anak semuda itu, apakah harus berakhir seperti ini?
Aku dan Devin berusaha menghibur Luna. Dan membuatnya tertawa. Aku rasa, ini yang bisa aku lakukan untuk nya. Walaupun kami hanya bertemu beberapa bulan, tapi dia adalah teman sekamar ku. Ia menganggap ku sahabatnya. Yang berarti, dia begitu mempercayai ku.
"Terima kasih, kalian telah hadir. Aku harap kita bisa selama nya seperti ini" ujar Luna.
"Yakinlah Lun. Kamu akan sembuh" ucapku.
"Cih, ku rasa itu takkan terjadi. Eum, Zi? Bolehkah kamu fotokan aku dengan Devin?"
"Eum, baiklah"
Aku memotret Luna bersama Devin. Tenang Zi, ini hanya foto biasa. Tahan, foto gak akan merubah perasaan seseorang.
***
Hari telah berlalu begitu cepat. Hingga akhirnya, liburan pun usai. Aku pergi ke Jakarta. Sedangkan Devin dan Luna harus tetap di sini. Luna juga telah mengurus kepindahannya.
Kini, aku kembali sendirian di kamar ini. Aku hanya bisa menatap foto ku bersama Devin. Aku benar-benar merindukannya. Karena kini, Devin sukar sekali untuk dihubungi. Dan kami hanya bisa mengobrol di malam hari saja. Ketika semua orang terlelap dalam tidurnya.
Aku selalu menantikan dering panggilan dari nya. Sepanjang malam aku selalu terjaga. Tapi, di satu sisi aku juga merasa bersalah. Apakah aku egois? Devin saja seharian sudah mengurus Luna. Ia pasti sangat letih. Apakah tak masalah jika di malam hari pun ia harus meladeni ku? Lalu, kapan ia akan beristirahat?
"Halo sayang?"
"Halo Dev? Kamu kedengarannya lesu gitu. Kamu capek banget ya?"
"Eum, lumayan yang. Hari ini Luna ajak aku keliling taman. Jadi, lumayan melelahkan"
"Maaf ya? Gara-gara aku kamu harus seperti ini"
"Enggak sayang. Justru aku yang seharusnya berterima kasih pada mu. Jarang sekali ada wanita yang berpikiran dewasa dan pengertian seperti kamu"
"Dev, kalau kamu letih. Kamu gak usah hubungi aku. Kamu istirahat saja ya? Aku gakpapa kok. Asalkan kamu jaga pola tidur kamu di sana. Aku gak mau, kamu sakit Dev"
KAMU SEDANG MEMBACA
Irreplaceable
Teen Fiction"Jangan pernah datang jika hanya untuk meninggalkan" -Zia ---------------------------------------------- Zia, seorang siswi yang tinggal di sekolah asrama. Semenjak beberapa tahun terakhir, Zia selalu diganggu oleh laki-laki yang bernama Devin. Na...