02. Reality

245 28 4
                                    

Chika batal melanjutkan menulis catatan pasien ketika dia baru saja mendengar ketukan pintu ruangannya.

"Gueten Morgen, Dokter." Sapa seorang perawat tepat ketika pintu ruangan terbuka.

"Eoh, silahkan masuk." perawat itu berjalan mendekati meja kerja Chika dengan satu buah dokumen berada dalam genggamannya.

"Apa itu dokumen yang saya butuhkan?" Tanya Chika saat tatapannya jatuh pada benda di dalam genggaman perawat itu.

"Yes, Dokter. Di dalam dokumen ini semua yang anda butuhkan sudah lengkap" jawab perawat dengan nametag Alexa itu, dia memberikannya pada Chika.

Chika menerima dokumen itu dengan senyum tipis. Ingin memastikan dengan benar, dia membuka lembar demi lembar pada dokumen itu.

"Ich danke Ihnen, Alexa." ucap Chika tersenyum, lalu menutup dokumen tersebut dan meletakkannya di atas meja.

Alexa menggangguk sebentar dan menatap Chika dengan bimbang. Dia ingin mengatakan sesuatu, namun takut membuat Chika kesal dan kemungkinan bisa sampai marah.

"Apa ada hal lain yang ingin disampaikan?" Tanya Chika dengan santai, karena terlihat dari raut wajah wanita itu seperti ingin menyampaikan sesuatu.

Mendengar pertanyaan itu membuat Alexa terkejut. Ternyata percuma saja dia menutupi rasa takutnya jika masih bisa diketahui oleh Chika.

"Katakanlah, mungkin saja saya bisa membantu," Chika tidak salah dengan kalimat itu karena merasa pertanyaan sebelumnya membuat Alexa ragu mengatakan yang sebenarnya.

"Maaf Dokter. Ap-apakah saya boleh mengajukan cuti untuk satu minggu kedepan."

Chika terdiam dengan kedua tangan saling bertautan. Menatap Alexa dengan intens, sehingga membuat perasaan wanita itu tidak tenang. Demi menghindari tatapan Chika, Alexa memilih menundukan kepalanya.

"Apakah ada hal penting sehingga kamu ingin mengajukan cuti?"

Dengan cepat Alexa menganggukan kepalanya dan memberanikan diri untuk kembali menatap Chika. Jika dia terus menundukan kepala seperti tadi kemungkinan Chika tidak akan menyetujui rencananya.

"Sa-saya ingin pulang sebentar ke Zurich karena ibu saya jatuh sakit, Dokter."

Wanita yang berprofesi sebagai dokter spesialis anak itu tertegun mendengar alasan tersebut. Saat itu juga Chika teringat dengan sang ibu yang tinggal di benua berbeda dengan dirinya.

"Saya setujui. Salam untuk ibumu, semoga beliau cepat sehat kembali." Jawaban dari Chika membuat Alexa tersenyum lebar. Tanpa sadar dia menggengam kedua tangan Chika.

"Danke, Dokter. Saya janji akan pulang tepat waktu."

Genggaman tangan itu dibalas oleh Chika dengan lembut. "Tidak perlu berterima kasih karena itu sudah menjadi kesempatanmu untuk menggunakan waktu cuti dengan sebaik mungkin."

Kedua mata Alexa berbinar mendengar jawaban atasannya itu. Dia hanya tidak menyangka jika Chika dengan mudah mengizinkannya untuk cuti.

"Apa ada hal lain yang ingin kamu bicarakan?" Tanya Chika setelah melepaskan genggaman tangannya terlebih dahulu.

"Tidak ada, Dokter."

"Baiklah. Jika tidak ada hal lain kamu boleh kembali bekerja."

"Baik, Dokter. Saya permisi," ujar Alexa dengan membungkukkan sedikit tubuhnya. Setelah mendapatkan anggukan kepala dari Chika, perawat itu keluar dari ruangan.

Chika membuang napas panjang, lalu menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi dengan kasar. Ucapan Alexa beberapa menit yang lalu mengganggu pikirannya saat ini.

Heal With TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang