Bern, 10.00 pm
Malam ini, Chika dilanda lelah yang luar biasa. Hari ini kegiatannya sangat padat, dimulai dari mengantar dan menjemput sang anak ke sekolah karena Ara sedang melakukan perjalanan ke Netherlands selama satu minggu, dan tepat hari ini baru tiga hari suaminya berada di negeri kincir angin tersebut.
Tidak sampai disana, Chika harus melanjutkan pekerjaannya yang telah menumpuk dengan membawa Fey ke klinik. Membawa sang anak ke klinik terpaksa dia lakukan karena pengasuh Fey sedang cuti.
Dimulai dari pukul delapan pagi hingga pukul delapan malam ibu satu anak itu baru pulang ke rumah. Saat ini Chika sudah di dalam kamar bersama Fey. Tidur bersama Fey dilakukan setiap Ara sedang melakukan perjalanan ke luar kota ataupun negara.
"Mommy, kapan Daddy pulang?" Saat Chika baru saja keluar dari toilet, Fey yang duduk di ataa ranjang tiba-tiba melemparkan pertanyaan tersebut.
"Tinggal empat hari lagi Daddy akan berkumpul lagi bersama kita," Chika menjawab dengan senyuman, lalu duduk di samping putrinya.
"Huft ... lama sekali. Fey sudah rindu Daddy," gerutu Fey yang mengerucutkan bibirnya.
"Ingin telepon Daddy?" Fey hanya menggeleng pelan.
"Katanya rindu Daddy, tapi tidak ingin menghubunginya," ujar Chika dengan jahil, mencolek dagu putrinya hingga gadis kecil itu bergidik geli.
"Pasti Daddy lagi sibuk, jadi Fey tidak mau mengganggu Daddy."
Dalam hati, Chika tertegun mendengar jawaban tersebut. Anak kecil seusia Fey sudah tahu kesibukan orang tuanya, itulah yang membuat Chika sangat bangga mempunyai anak seperti Fey.
Tak lama, terdengar ponsel miliknya berdering yang menandakan panggilan dari seseorang. Dahinya berkerut melihat panggilan dari nomor yang tidak dikenal.
"Siapa Mommy?" tanya Fey berusaha mengintip layar ponsel ibunya.
"Mommy tidak tahu, soalnya nomor asing."
Fey mengangguk saja. Memperhatikan Chika yang tidak kunjung menjawab panggilan tersebut. Namun, baru saja ponsel itu diletakkan di atas nakas panggilan tersebut datang lagi.
"Terima saja Mommy, mungkin itu orang penting," Chika terkekeh pelan mendengar saran dari anaknya. Bisa-bisanya anak umur empat tahun sudah tahu kata orang penting.
"Mommy takut, Fey. Bagaimana jika itu nomor orang jahat?" tanya Chika serius menatap Fey yang sepertinya sedang berpikir dengan pertanyaan itu.
"Tapi ... Daddy bilang tidak akan ada orang jahat yang mendapatkan nomor penting seperti punya Mommy dan Daddy," tawa Chika lepas begitu saja. Tidak habis pikir, dari mana Ara mendapatkan kalimat itu untuk memberitahu Fey.
"Angkat saja Mommy," titah Fey ketika ponsel itu kembali berdering.
"Baiklah akan Mommy terima panggilan ini," jawab Chika menggeser tombol hijau pada layar ponsel.
"Hallo ... Maaf dengan siapa?" Chika terus berdoa semoga ini bukan orang yang ingin menjahilinya saja.
"Akhirnya kamu angkat juga panggilan Cici, Chik."
Suara itu bagaikan belati yang menghunus ulu hati Chika. Merasa sulit percaya jika orang yang menghubunginya ternyata sang kakak. Orang yang selama ini tidak pernah lagi dia dengar lagi kabarnya maupun suaranya.
"Chik?" Suara pelan itu kembali terdengar takut dengan respon dari Chika.
"Siapa Mommy?" tanya Fey menatap ibunya penasaran karena Chika tak kunjung mengeluarkan suara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heal With Time
Fiksi Penggemar"Sejauh apapun aku berjarak denganmu, kemungkinan cinta ini tidak akan menghilang karena ada penghubung di antara kita." ~ Zaraan Albern Wilson. "Kita hanya dua orang yang tidak sengaja dipersatukan, jadi jangan pernah berharap akan ada cinta dianta...