10. Angels

151 28 5
                                    

Shani memandang ragu kediaman mertuanya. Semua pikiran berkelana jauh ketika membayangkan bertemu mereka, karena ini adalah pertemuan pertama kali tanpa sosok Gracio di sisinya.

"Ayo Shani! Hilangkan semua pikiran burukmu itu, ini hanya makan malam biasa dan juga sebelumnya kamu sering bertemu dengan mereka." Shani bergumam sendiri. Menghela napas kasar demi menghilangkan pikiran buruk.

Wanita berlesung pipi itu mulai melangkahkan kaki memasuki kediaman mertuanya. Pintu dihadapannya itu terbuka menampilkan asisten rumah tangga yang sudah sangat dia ketahui.

"Selamat malam, Non. Silahkan masuk, Ibu dan Bapak sudah menunggu di meja makan," ujar wanita paruh baya itu sambil memberikan senyuman pada menantu majikannya.

Shani membalas dengan senyuman tipis. "Malam, Bi. Terima kasih sudah membukakan pintunya."

"Sama-sama, Non. Lagi pula sebelumnya kamu sudah pernah tinggal disini," jawab Asti yang berjalan beriringan dengan Shani.

Shani hanya bisa terdiam mendengar kalimat itu, lalu terjadi keheningan di antara mereka hingga langkah kaki berhenti di dekat ruang makan.

"Saya antar sampai sini saja."

"Terima kasih, Bi." Shani dapat melihat dari tempatnya berdiri jika Bobby dan Shania sudah menunggu kehadirannya di meja makan. Sepasang suami istri itu melemparkan senyum kecil pada dirinya.

"Sama-sama, Non. Jika ada yang diperlukan panggil Bibi saja, ya." Setelah mendapatkan anggukan dari Shani, wanita paruh baya itu mulai menjauh.

"Selamat malam Pa ... Ma. Sebelumnya terima kasih sudah mengundang Shani lagi untuk makan malam," ucap Shani sambil mencium tangan Bobby dan Shania secara bergantian.

"Malam, Nak. Kita juga berterima kasih denganmu karena sudah menerima ajakan makan malam ini walaupun tanpa Gracio." Shania yang telah berdiri di hadapan Shani segera memberikan pelukan hangat pada menantunya itu.

Tanpa membuang waktu, mereka bertiga mulai makan malam dengan khidmat. Sesekali Shania melemparkan pertanyaan yang membuat Shani nyaman, itu juga dilakukannya supaya tidak terlalu hening. Mengingat Bobby adalah pria dingin dan datar yang tidak bisa berbasa-basi sedikitpun.

Selesai dengan makan malam, disinilah Shani berada, ruang keluarga bersama Shania dan Bobby. Tidak etis rasanya jika dia langsung pulang sehingga memutuskan untuk bercengkrama sebentar bersama keduanya.

"Bagaimana keadaan rumah sakit saat ini?" tanya Bobby membuat Shani mengalihkan pandangannya.

"Baik Pa." jawab Shani singkat. Dia terlalu takut mengeluarkan kalimat berlebihan dihadapan Bobby.

"Papa dengar dari Keenan kalau kamu membutuhkan dokter pengganti dalam waktu dekat, apa sudah dapat?" tanya Bobby lagi. Sejujurnya dia sudah tahu siapa orang pengganti itu, tapi dia ingin mendengarnya langsung dari mulut Shani sendiri.

Shani mengangguk ragu. Mengingat jika sampai detik ini belum ada jawaban dari Chika.

"Siapa Shan?" sahut Shania pelan.

"Adik Shani sendiri Ma, Chika." Jawaban Shani membuat sepasang suami istri itu melemparkan tatapan satu sama lain.

"Sudah ada jawaban dari dia?"

"Sampai hari ini belum ada jawaban pasti dari Chika, Pa."

Bobby tersenyum tipis. Namun entah kenapa, terlihat menyeramkan untuk Shani yang berhadapan dengannya.

"Kamu yakin Chika akan menyetujui itu? Mengingat adikmu itu sudah 10 tahun tidak pernah pulang ke Indonesia karena dirimu sendiri."

"Pa!" sentak Shania terkejut mendengar hal tersebut. Wanita dengan senyum manis itu menatap suaminya dengan tajam.

Heal With TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang