12. Problem

151 26 5
                                    

"Ada yang bisa saya ban--"

"Anin."

Semula Anin tak sempat melihat siapa yang masuk ke dalam cafe itu. Namun, suara yang sangat familiar di telinganya membuat Anin mendongak, lalu tubuhnya menegang setelah mendapati seorang pria yang dulu dengan tega meninggalkannya tanpa pesan satu pun.

Setelah sibuk mengatur rasa keterkejutannya, Anin mencoba untuk bersikap biasa saja.

"Ada yang bisa saya bantu?" ucap Anin menghiraukan panggilan sebelumnya. Dia berusaha untuk seprofesional mungkin, tidak ingin membuat keributan di cafe miliknya.

"Bisa kita bicara sebentar? Ada yang ingin aku jelaskan padamu," tanya pria itu dengan tatapan memohon.

"Tidak," jawab Anin singkat, tak lupa dengan wajah datar.

"Aku mohon."

"Tidak bisa, Gracio. Dan kamu harus ingat, tidak ada lagi yang harus kita bicarakan. Silahkan kamu pergi dari sini." Jawaban ketus dari Anin membuat Gracio tertegun.

Gracio mengangguki ucapan Anin, tapi tidak ada niatan sedikit pun untuk mengikuti ucapan wanita itu. Tujuannya berkunjung ke cafe ini memang hanya untuk menemui Anin, mantan kekasihnya empat tahun lalu. Mungkin, karena sebelumnya tidak pernah ada kata putus di antara mereka.

"Please. Berikan aku waktu untuk menjelaskan semuanya padamu. Hari ini ... aku harus menjelaskan semuanya kenapa dulu meninggalkanmu."

Anin tersenyum kecut mendengar kalimat yang menurutnya sangat menyebalkan itu. Tidak sadarkah pria dihadapannya ini sudah sedalam apa luka di hati dan batinnya.

"Pergi. Kamu tidak perlu repot-repot menjelaskan masalah yang menurutku sudah punah," tekan Anin di setiap kata yang diucapkan. Dia melirik ke sekitar cafe, ternyata beberapa karyawan memperhatikan mereka.

"Tetap saja. Aku harus menjelaskan semuanya dan juga ... aku ingin bertemu dengan anakku."

***

Ketika baru sampai di salah satu restaurant sushi yang ada di Jakarta, Shani dan Sisca langsung menuju meja dimana teman-teman mereka sudah menunggu.

Salah satu dari mereka menyadari kehadiran Shani dan Sisca. "Nah, akhirnya kedua tuan putri kita sudah sampai dengan selamat."

Shani tersenyum kikuk, lalu mengambil tempat di samping kanan Feni. Sedangkan Sisca duduk di hadapan Shani, serta dua orang lagi sudah duduk di sebelah kiri Sisca, mereka adalah Cindy dan Gaby.

"Sorry, Guys. Tadi kita terjebak macet, kalian tahu sendiri bagaimana padatnya kota Jakarta ini," jawab Shani setelah menyimpan tas di sisi tempat duduk yang kosong.

"Halah, pasti kerjaan kalian sedang banyak dan mungkin lupa kalau kita mau kumpul siang ini," bantah Gaby sambil menatap Shani dan Sisca bergantian.

Sisca menggeleng. "Kerjaan kita hari ini tidak terlalu banyak, tapi kalian harus tahu. Sebelum kita berangkat aku sudah sibuk mencari Shani ke segala penjuru rumah sakit."

"Why?" tanya Feni mengerutkan dahi menatap Shani yang sudah memberikan Sisca tatapan kesal.

"Aku hanya duduk di taman, Sisca. Jangan terlalu berlebihan," sahut Shani tak ingin kalah, sedangkan Sisca hanya menunjukkan cengiran lebar.

"Baiklah, jangan sampai kalian berdua adu mulut disini. Lebih baik sekarang kalian pesan makanan saja karena kita bertiga tadi sudah pesan," tegur Cindy ketika Sisca hendak menjawab perkataan Shani.

Sisca berdecak pelan. Namun, dia tetap mengikuti ucapan Cindy, kemudian memanggil waiters.

Setelah semua menyebutkan pesanan mereka, waiters itu berlalu dari hadapan mereka.

Heal With TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang