Part 04

1.5K 73 0
                                        

Part 04

Amanda merapatkan bibirnya dengan perasaan gelisah dan waswas, namun ia berusaha terlihat baik-baik saja di depan ibunya, padahal hatinya sedang tidak bisa tenang sekarang karena sebentar lagi ia harus bertemu dengan ayahnya. Sebagai seorang anak, Amanda tentu merasa bahagia bisa bertemu dengan kedua orang tuanya terutama cinta pertama anak perempuannya, namun juga luka terbesar baginya.

Jujur, saat ini adalah masa-masa yang Amanda impikan sejak lama, bertemu dengan ayahnya dan memohon ampunannya, meskipun begitu yang terjadi justru rasa takut yang kian membuatnya ragu untuk melangkah. Di dalam hati, Amanda merasa belum siap, ia bahkan selalu teringat kenangan saat ayahnya mengusirnya dulu.

"Amanda," panggil ibunya setelah sadar dengan ekspresi putrinya yang terlihat tidak baik-baik saja.

"Iya, Bu. Kenapa?"

"Seharusnya yang tanya itu Ibu. Kamu ini kenapa?"

"Aku enggak apa-apa, Bu. Aku cuma kecapean aja."

"Ya sudah sebentar lagi kamu dan Rasya harus istirahat ya."

"Tapi, Bu. Bagaimana dengan Ayah, apa Ayah enggak apa-apa kalau aku di sini?" Amanda kembali memastikannya lagi dengan pertanyaan yang sama.

"Ya enggak apa-apa lah, kan Ayah yang minta kamu pulang."

"Iya, Bu." Amanda menjawab seadanya padahal sebenarnya hatinya merasa tak tenang sekarang, meskipun begitu ia kembali melangkahkan kakinya untuk masuk kian dalam ke rumahnya.

"Ayah mana, Bu? Kok sepi, kaya enggak ada orang." Amanda tentu merasa heran saat melihat sekelilingnya yang tak ada orang bahkan saat ia memasuki ruang tengah. Namun bukannya langsung menjawab, ibunya justru menghentikan langkah kakinya dan terdiam tampak banyak keraguan.

"Ayah lagi di belakang ya, Bu?" tanya Amanda kebingungan terlebih lagi saat memerhatikan kediaman ibunya yang mencurigakan.

"Kita duduk dulu ya," ajak ibunya sembari mengarahkan Amanda dan putranya ke sofa yang berada tidak jauh dari mereka.

"Ada apa, Bu? Ayah enggak mau ketemu sama aku ya? Kalau iya, kenapa Ibu suruh aku pulang?" Amanda menundukkan kepalanya, tiba-tiba hatinya merasa sakit dan kecewa padahal ibunya belum mengatakan apa-apa.

"Ayah bukannya enggak mau bertemu dengan kamu, Amanda. Tapi dia memang enggak bisa."

"Maksud Ibu bagaimana? Enggak bisa kenapa? Memangnya Ayah ke mana?" tanya Amanda tak mengerti, namun ekspresi ibunya terlihat kian sedih dan bahkan matanya sampai menangis.

"Ayah sudah meninggal, Mand. Tepatnya satu minggu yang lalu." Akhirnya ibunya mengatakan yang sebenarnya setelah sempat ragu memberitahu putrinya akan kabar meninggalnya ayahnya.

"Maksud Ibu apa sih? Ibu bercanda ya? Enggak lucu tau enggak, Bu?" Amanda tentu tidak ingin percaya begitu saja, namun entah bagaimana hatinya merasa sakit dan dadanya terasa sesak seolah oksigen enggan memberinya nafas.

"Maafkan Ibu, Mand. Tapi apa yang Ibu bilang itu benar, Ayah kamu memang sudah meninggal." Wanita itu terus menangis tanpa mau menatap ke arah putrinya, tentu saja jawabannya karena ia merasa tidak tega.

"MAMAAA," teriak Rasya terdengar terkejut saat melihat mamanya jatuh ke tubuhnya, sedangkan kesadarannya sudah hilang entah bagaimana.

"Amanda, kamu kenapa? Mand?" Ibunya berusaha menyadarkannya, ia juga tak kalah terkejutnya melihat putrinya pingsan setelah mendengar kepergian ayahnya.

"Mama. Bangun, Ma. Mama," rengek Rasya terdengar khawatir.

"Rasya, kamu jaga Mama kamu dulu ya? Nenek akan keluar untuk meminta tolong ke tetangga sini ya," pamitnya yang diangguki mengerti oleh Rasya.

ANAK SAHABATKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang