Part 16

920 42 0
                                    

Part 16

Ayah Amanda menoleh ke arah Raka yang berusaha tersenyum ramah, Raka sendiri tidak tahu harus bagaimana, ia juga takut dimarahi karena dinilai tidak sopan datang dan makan di rumah orang. Namun pemikirannya itu ternyata salah, karena ayahnya Amanda justru tersenyum hangat ke arahnya.

"Ya sudah kamu lanjutkan aja makannya ya! Ayah mau mandi dulu."

"Iya, Yah." Amanda mengangguk patuh lalu kembali ke kursinya, sedangkan Raka tampak bingung lalu bertanya dengan nada pelan.

"Ayah kamu enggak marah kan?"

"Marah kenapa?"

"Aku kan laki-laki, masa kamu ajak main ke rumah? Aku cuma enggak mau ayah kamu berpikir macam-macam tentang kita." Mendengar ucapan Raka, Amanda justru tersenyum lalu menggelengkan kepala.

"Enggak akan, kamu tenang aja. Ayahku itu tau aku seperti apa, dia akan selalu percaya kalau aku enggak akan berbuat macam-macam meskipun aku membawa teman laki-laki ataupun perempuan."

"Oh begitu?"

"Iya, kamu lanjutkan aja makannya! Setelah ini kita akan belajar di ruang tamu."

"Iya." Raka mengangguk mengerti lalu menghembuskan nafas panjangnya, ia benar-benar tidak menyangka berada di situasi seperti ini, rasanya aneh namun juga menyenangkan saat dirinya diperlakukan baik oleh sebuah keluarga yang jujur tak pernah ia dapatkan dari keluarganya sendiri.

Setelah selesai makan, Raka berjalan ke arah ruang tamu, sedangkan Amanda membereskan makanan dan membawa piring kotor ke dapur. Raka sempat menunggu lama di tempatnya, sampai pada akhirnya Amanda datang membawa sebuah timba yang cukup besar untuk ukuran tubuhnya yang kurus, bisa dilihat dari ekspresinya yang tampak kesusahan.

"Kamu membawa apa?" tanya Raka kebingungan.

"Air hangat." Amanda menjawabnya sembari meletakkannya di samping Raka.

"Untuk apa?"

"Ya untuk kaki kamu," jawabnya dengan nafas ngos-ngosan.

"Sekarang taruh kaki kamu ke sini!" Amanda dengan telaten membantu Raka, namun laki-laki itu justru merasa bersalah.

"Kamu enggak harus melakukan ini."

"Kenapa? Air hangat ingin akan meredakan rasa sakit di kaki kamu."

"Iya, terima kasih. Tapi apa perlu kamu melakukannya untukku? Kamu kan baru mengenalku."

"Lama ataupun baru mengenal kamu, bagiku sama aja, kamu tetap temanku, jadi aku harus memperlakukan kamu dengan baik." Amanda tersenyum ke arah Raka, ia tampak tulus saat mengatakannya membuat laki-laki itu tersentuh dengan sikapnya entah untuk yang ke berapa kalinya.

"Terima kasih," jawabnya tak kalah tulus.

"Iya. Sekarang kita bisa mulai belajarnya dan sebaiknya kita memulainya dari pelajaran matematika dulu, karena kata Pak kepala sekolah, kamu cukup kesulitan di pelajaran itu," ujar Amanda serius saat membuka buku-bukunya begitupun dengan Raka yang juga bersungguh-sungguh ingin belajar sekarang.

Flashback off.

Raka tersenyum mengingat kenangannya dulu bersama dengan Amanda, karena setelah hari itu ia jadi sering ke rumahnya sampai akrab dengan ayah dan juga ibunya. Tak jarang Raka makan di sana setelah pulang sekolah, ia bahkan merasa lebih betah di rumah sahabatnya itu dari pada di rumah keluarganya.

"Bagaimana ya kabar Ibu dan Ayah? Aku sudah lama enggak ke rumah mereka, terakhir kali aku ke sana saat mencari Amanda yang tiba-tiba pergi entah ke mana?" Raka bergumam sendu mengingat dua sosok itu, tentu saja karena kebaikan mereka yang begitu baik padanya dan juga sangat memedulikannya.

ANAK SAHABATKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang