Part 11
Amanda menggigit bibir bawahnya saat memasuki rumahnya, ekspresi wajahnya juga tampak resah dengan banyak pemikiran yang begitu membebaninya. Amanda sendiri sedang memikirkan cara supaya bisa menghindari Raka, sedangkan mereka bekerja di gedung dan bahkan di lantai yang sama.
Amanda tentu tidak bisa lari-larian hanya untuk menghindari laki-laki itu, sedangkan ia memiliki tanggung jawab pada pekerjaannya. Kecuali ia berhenti bekerja, jadi ia tak perlu menghindari Raka dan kalau perlu tidak pernah lagi bertemu dengannya.
Amanda tersenyum ragu, meskipun ia sangat ingin mengundurkan diri dari kantor itu, namun keadaannya tak memungkinkannya untuk pergi begitu saja kecuali ia memiliki penggantinya. Sebuah pekerjaan yang harus ia dapatkan dalam waktu dekat, kalau tidak, ibunya pasti akan merasa curiga dan bahkan akan sedih bila mengetahuinya.
"Amanda, kamu sudah pulang?" tanya ibunya yang baru saja masuk ke dalam rumah yang sempat mengejutkannya dilihat dari ekspresinya, namun tidak dengan putranya yang tampak tersenyum dan berlari ke arahnya.
"Mama," panggilnya.
"Rasya, kamu sama Nenek dari mana? Kok seperti dari luar? Mama pikir kalian ada di rumah tadi, karena pintunya enggak dikunci." Amanda menatap heran ke arah putranya dan ibunya, tentu saja ia kebingungan dan bertanya-tanya dari mana mereka.
"Aku ikut Nenek, Ma."
"Ke mana?"
"Ke toko."
"Oh begitu? Kamu sudah mandi belum? Kalau belum, mandi dulu ya!" pinta Amanda yang langsung diangguki oleh Rasya.
"Iya, Ma." Melihat putranya berjalan ke arah kamar mandi, kini Amanda berganti menatap ke arah ibunya yang tampak membawa banyak belanjaan di kantong kresek besar.
"Itu apa, Bu?" tanya Amanda sembari berjalan ke arah ibunya, yang saat ini duduk dan mengeluarkan isi belanjanya.
"Ini semua belanjaan Ibu."
"Aku tau, Bu. Tapi kenapa sebanyak ini? Buat apa?" Amanda mendudukkan tubuhnya di sofa sembari memerhatikan ibunya yang masih serius dengan barang-barangnya.
"Ya buat jualan lagi." Ibunya menjawab seadanya tanpa menghentikan aktivitasnya.
"Jualan?"
"Iya. Semenjak Ayah kamu sakit-sakitan kan Ibu jualan di depan rumah," jawab ibunya dengan menatap ke arah Amanda yang kebingungan.
"Kok aku baru tau kalau Ibu jualan selama ini? Kenapa Ibu enggak pernah memberitahu ku?"
"Ya buat apa? Nanti kamu malah kepikiran." Mendengar jawaban ibunya, Amanda seketika menghembuskan nafas panjangnya seolah ada rasa sesak yang tengah menghimpit dadanya.
"Jadi selama ini Ibu jualan di depan rumah untuk memenuhi kebutuhan hidup Ibu dan Ayah?" tanya Amanda dengan nada lirih yang diangguki oleh ibunya.
"Iya. Sejak Ayah kamu sakit-sakitan, dia jarang bekerja, jadi mau enggak mau Ibu harus putar otak untuk tetap bertahan hidup. Tapi karena Ayah kamu meninggal, Ibu sempat berhenti sebentar dan sekarang Ibu ingin berjualan lagi." Wanita itu menyunggingkan senyumnya ke arah putrinya, seolah ingin menutupi luka dan kesedihannya yang masih terasa di hatinya.
"Tapi kan sekarang aku sudah bekerja, Bu. Jadi Ibu enggak perlu berjualan kan?" ujar Amanda yang justru dihelai nafas oleh ibunya.
"Amanda. Ibu tau kamu sudah bekerja, tapi gaji kamu cuma dua juta. Ibu enggak bilang itu nominal yang kecil, tapi kalau untuk memenuhi kebutuhan hidup kita dan juga pendidikan anak kamu semua itu enggak akan cukup. Itu lah kenapa Ibu ingin tetap berjualan, supaya bisa bantu-bantu kamu juga." Ibunya menjawab bijak yang tentu saja membuat Amanda merasa terharu, bisa dilihat dari matanya yang mulai berkaca-kaca.

KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK SAHABATKU (TAMAT)
RomanceRaka dibuat tak percaya saat mengetahui Amanda, sahabatnya yang selama ini dicarinya bekerja di kantor yang dipimpinnya. Raka tentu sangat bahagia, ia bahkan berniat memberi wanita itu posisi yang tinggi untuk membantunya. Namun sikap wanita itu jus...