Part 06

1.3K 54 0
                                        

Part 06

Pagi harinya, Amanda dan Rasya pergi ke kuburan ayahnya ditemani ibunya yang akan menunjukkan lokasi tempatnya. Ketiganya berangkat menggunakan motor matic, yang terparkir rapi di depan sebuah pemakaman setelah sampai di tujuannya.

Rasya yang tidak tahu apa-apa tentu saja merasa heran dengan suasana di sana, matanya menatap sekelilingnya di mana banyak kuburan di kanan dan kirinya. Rasya yang tangannya digandeng oleh Amanda, menatap wajah ibunya dengan mendongakkan kepalanya.

"Kita mau ke mana, Ma?"

"Ke kuburannya Kakek." Mendengar jawaban mamanya, Rasya tentu merasa sedih terlebih lagi setelah menyadari mamanya menangis di balik kerudung hitam yang menutupi wajahnya.

"Kakek sudah meninggal ya, Ma?"

"Iya, Sayang. Sekarang kita mau ke rumah baru Kakek, kamu enggak apa-apa kan kalau kita ke sana?" tanya Amanda memastikan sembari tersenyum setelah menghapus air mata di wajahnya.

"Aku enggak apa-apa kok, Ma."

"Anak pintar." Amanda mencolek pipi putranya, berusaha terlihat baik-baik saja di depannya, namun tidak di hadapan ibunya yang tentu bisa membaca perasaan putrinya.

"Amanda, kita sudah sampai. Ini kuburan Ayah kamu." Ibunya menghentikan langkahnya sembari menunjuk ke arah gundukan tanah yang sudah mengering taburan bunganya.

Melihat apa yang ibunya tunjuk, Amanda seketika terdiam dengan perasaan tak karuan, namun ia berusaha tersenyum lalu berjongkok untuk membersihkan bunga-bunga yang sudah kering, ia juga mencabut rumput kecil yang mulai tumbuh di sekitar sana. Setelah selesai dan dirasa sudah cukup bersih, Amanda mulai berdoa diikuti ibu dan juga anaknya.

Tak lama, Amanda menaburkan bunga di gundukan tanah ayahnya begitupun dengan ibu dan juga Rasya, mereka terlihat tenang tanpa bersuara. Sampai pada akhirnya terdengar isakan dari bibir Amanda, di saat itu lah ibunya tahu bila putrinya sedang tidak baik-baik saja.

"Assalamualaikum, Yah. Ayah apa kabar? Baik kan, Yah? Aku juga baik di sini." Amanda menatap gundukan tanah itu dengan mata berkaca-kaca, hatinya serasa sesak membayangkan ayahnya berada di dalam sana.

"Ayah, maafkan aku ya? Aku sudah banyak salah sama Ayah, selalu buat Ayah kecewa, sering buat Ayah marah." Amanda memeluk batu nisan yang tertulis nama ayahnya, sedangkan air matanya tak henti-hentinya mengalir di wajahnya. Sedangkan ibu dan putranya hanya diam, keduanya tentu bisa merasakan dengan apa yang Amanda rasakan sekarang, itu lah kenapa mereka lebih memilih tak menghentikannya.

"Ayah yang tenang ya di sana. Sekarang aku sudah pulang ke rumah, aku akan jaga ibu dan aku juga berjanji akan berusaha membahagiakannya." Amanda melepaskan pelukannya lalu merangkul Rasya sembari menatap batu nisan ayahnya, dengan bibir tersenyum ia ingin memberitahukan tentang putranya.

"Ini Rasya, Yah. Anakku, cucu Ayah. Sekarang usianya hampir tujuh tahun dan sebentar lagi dia akan masuk SD. Doakan dia jadi anak yang baik, pintar, dan soleh ya, Yah. Karena cuma dia yang buat aku bisa bertahan sampai sekarang, Yah." Amanda kembali menitikkan air matanya dengan tangan yang masih merengkuh pundak putranya.

"Halo, Kakek. Aku Rasya, aku cucu Kakek. Meskipun kita belum pernah bertemu, tapi aku sayang banget sama Kakek, Kakek baik-baik ya di sana." Tanpa diduga Rasya melambaikan tangannya dan berbicara dengan nada ceria, membuat ibu dan neneknya tersenyum dan menatapnya penuh bangga.

"Kakek pasti bahagia melihat kamu sekarang, terima kasih ya sudah menyapanya," ujar Amanda terdengar serak suaranya, namun tak melunturkan senyum di bibirnya saking bangganya ia dengan putranya.

"Iya, Ma."

"Ya sudah kalau begitu kita pulang ya," ujar Amanda pada putranya yang diangguki setuju oleh bocah laki-laki tersebut.

ANAK SAHABATKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang