Part 05
Amanda menatap ke arah ibunya yang justru tertunduk penuh penyesalan dan tak lama terdengar isakan dari bibirnya, membuat ia yakin ibunya tengah menangis sekarang. Amanda tentu tidak tega melihatnya, namun ia juga ingin tahu kebenaran tentang ayahnya yang nyatanya sudah meninggal tanpa sepengetahuannya.
"Tolong jawab pertanyaan aku, Bu! Aku juga berhak tau kan?" desak Amanda pada ibunya yang mengangguk mengerti, lalu tak lama air matanya wanita itu hapus dengan sesekali menghembuskan nafas panjangnya untuk sedikit menenangkan perasaannya. Jujur saja, wanita itu masih teringat dengan almarhum suaminya, jadi cukup sulit untuknya menceritakan kisahnya, namun meskipun begitu putrinya juga berhak mengetahui kebenarannya.
"Sebelumnya Ibu minta maaf ya, karena baru memberitahu kamu sekarang. Ini semua karena permintaan Ayah kamu, Mand." Wanita itu menatap tulus ke arah putrinya, sorot matanya juga tampak sangat menyesal.
"Setelah kamu pergi dari rumah ini, Ayah kamu selalu memikirkan kamu, tapi dia juga enggak mau menemui kamu, hatinya terlanjur kecewa dengan apa yang sudah kamu lakukan, Mand." Ibu Amanda menepuk dadanya, menggambarkan bagaimana perasaan suaminya akan putri sematawayangnya.
"Mungkin karena itu Ayah kamu jadi sakit-sakitan, kata dokter jantungnya juga lemah yang mengharuskannya berobat setiap bulannya. Sampai pada akhirnya seminggu yang lalu, Ayah kamu jatuh di kamar mandi, kondisinya semakin menurun dan tak lama dari itu Ayah kamu meninggal." Wanita itu menatap ke arah putrinya yang menangis penuh penyesalan, tampak tak percaya dengan apa yang sedang dia dengar.
"Sebelum meninggal, Ayah kamu berpesan ke Ibu untuk menyuruh kamu pulang ke rumah, dia ingin sekali bertemu dengan kamu dan juga Rasya. Ayah kamu juga bilang kalau kamu dan Rasya harus tinggal di rumah ini, tapi sebelum Ibu memberitahu kamu, kondisi Ayah kamu drop sampai harus dibawa ke rumah sakit, saat itu Ibu benar-benar bingung dan berniat menghubungi kamu, tapi ayah kamu justru menghentikan Ibu." Wanita itu menyentuh dadanya yang terasa sesak ditemani air mata yang kembali mengalir di wajahnya.
"Ayah kamu enggak mau kamu melihat kondisinya yang semakin memburuk, Ayah kamu juga bilang kalau dia ingin sekali meminta maaf ke kamu, dia sangat menyesal sudah mengusir kamu delapan tahun yang lalu." Mendengar ucapan ibunya, Amanda seketika memejamkan matanya sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
"Harusnya aku yang minta maaf ke Ayah, Bu. Aku yang sudah buat Ayah kecewa, aku yang sudah menghancurkan mimpinya." Amanda menepuk-nepuk dadanya yang terasa sesak.
"Ibu tau itu, Mand. Tapi percayalah Ayah kamu itu enggak pernah membenci kamu, jadi bisa Ibu pastikan Ayah kamu sudah memaafkan kamu, tapi mungkin dia cuma belum siap menemui kamu, itu lah kenapa tubuhnya jadi sakit-sakitan selama ini."
"Aku ingin ke kuburan Ayah, Bu. Tolong antarkan aku ke sana karena aku enggak tau di mana tempatnya."
"Iya, Ibu pasti akan mengantarkan kamu, tapi enggak hari ini ya?" jawab ibunya yang tentu saja membuat Amanda merasa kecewa.
"Tapi kenapa, Bu? Aku kan juga mau tau kuburan Ayah di mana, aku ingin meminta maaf langsung ke Ayah, meskipun terlambat tapi setidaknya Ayah harus tau kalau aku sudah datang."
"Besok Ibu akan mengantarkan kamu ke sana, kalau sekarang Ibu enggak mau, karena kamu baru sampai di sini, kamu pasti kecapean begitupun dengan anak kamu, kasihan dia." Mendengar jawaban ibunya, yang Amanda lakukan hanya tertunduk pasrah karena apa yang dikatakannya juga benar. Mungkin tubuhnya cukup kuat untuk datang ke kuburan ayahnya, namun bagaimana dengan Rasya, putranya itu pasti sangat kelelahan setelah perjalanan cukup panjang.
"Iya, Bu." Amanda menundukkan kepalanya tanda patuhnya, meskipun sebenarnya di dalam hati ia belum bisa merasa tenang.
"Bagaimana, Amanda? Apa kamu mau tinggal di sini lagi? Kamu mulai lagi semuanya di rumah ini ya?" ujar ibunya yang kali ini didiami oleh Amanda, tentu saja karena masih banyak yang harus ia kerjakan jika kembali ke rumah orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANAK SAHABATKU (TAMAT)
Storie d'amoreRaka dibuat tak percaya saat mengetahui Amanda, sahabatnya yang selama ini dicarinya bekerja di kantor yang dipimpinnya. Raka tentu sangat bahagia, ia bahkan berniat memberi wanita itu posisi yang tinggi untuk membantunya. Namun sikap wanita itu jus...