Part 02

1.9K 82 0
                                        

Part 02

Setelah warung makan tempatnya bekerja tutup, Amanda dan putranya kini pulang ke tempat kontrakannya, di sebuah rumah sederhana yang hanya berisikan satu kamar, satu kamar mandi, dapur, dan juga ruang tamu. Mereka sendiri sudah tinggal selama delapan tahun, tepatnya sejak Amanda masih mengandung Rasya.

Sejak awal tinggal di sana, kehidupan Amanda tidak bisa dikatakan mudah, karena ia harus bekerja di kondisi tubuhnya yang sedang hamil muda dan bahkan saat ia sudah hamil besar sekalipun. Itu semua ia lakukan demi bisa mendapatkan biaya untuk persalinannya, karena tidak ada yang bisa membantunya bahkan orang tuanya sekalipun.

Bila mengingat masa-masa itu, tentu saja Amanda merasa sedih namun juga merasa lega di waktu yang sama, karena ia sudah berhasil melewati masa terkelam di dalam hidupnya tersebut. Sekarang kehidupannya sudah sedikit stabil, meskipun masih tidak bisa dikatakan baik, namun setidaknya tidak lebih buruk dari delapan tahun yang lalu.

"Ma," panggil Rasya saat Amanda tengah mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang untuk sedikit mengurangi rasa pegal-pegal di tubuhnya.

"Iya, Sayang. Kenapa?" tanya Amanda tanpa mau menoleh ke arah putranya dan hanya fokus memijat beberapa bagian dari tubuhnya.

"Mama kapan berhenti bekerja dari warung itu?" tanya putranya yang berhasil menghentikan aktivitas Amanda.

"Kok kamu tanyanya kaya gitu? Kamu enggak suka Mama kerja di sana?" Amanda menatap ke arah putranya dengan tatapan heran, sedangkan bocah laki-laki itu sempat terdiam sembari menundukkan kepalanya.

"Iya ...."

"Kenapa lagi sekarang?" tanya Amanda terdengar lelah, itu karena putranya itu sering kali menyuruhnya berhenti bekerja dari sana tanpa ada alasan yang jelas.

"Aku enggak mau aja Mama kerja di sana."

"Ya tapi kamu pasti memiliki alasannya kan? Sekarang kamu bilang ke Mama, kenapa kamu ingin Mama berhenti bekerja dari sana? Apa alasannya?" Amanda merengkuh kedua tangan putranya dan menatap dalam-dalam matanya, namun tak lama pandangannya teralihkan ke arah lainnya.

"Aku enggak suka aja Mama diganggu om-om yang makan di warung." Rasya menjawab jujur, namun masih tidak berani menatap mata mamanya tersebut.

"Kenapa kamu enggak suka? Padahal kan kamu bisa mengabaikannya? Toh, yang diganggu kan Mama, bukan kamu."

"Karena Mama yang diganggu makanya aku enggak suka, aku tau kok Mama enggak nyaman kan dengan sikap mereka." Kali ini Rasya menatap ke arah mamanya seolah ingin mencari kebohongan dari matanya dan tak lama ia berhasil menemukannya.

"Rasya," panggil Amanda dengan lembut lalu mengarahkan putranya itu untuk duduk di sampingnya.

"Kamu benar, Mama memang merasa enggak nyaman dengan perlakuan mereka, tapi kan Mama di sana kerja, baik dan buruknya pelanggan ya harus Mama hadapi kan? Namanya aja cari uang, pasti ada rasa enggak nyaman, capek, dan kesal."

"Cuma karena uang Mama enggak mau melawan? Setidaknya tegur mereka, Ma!"

"Sudah, Sayang. Tapi namanya pelanggan seperti itu pasti akan ada terus kan, itu lah kenapa Mama berusaha mengabaikan sikap buruk mereka dan tetap melayani mereka dengan baik." Amanda berusaha memberi putranya itu pengertian, namun Rasya terlalu keras kepala untuk mengalah.

"Ya harusnya Mama suruh Bu Siti untuk menegur mereka, Ma. Kan dia pemilik warung, harusnya dia bisa lebih tegas kan dari Mama."

"Iya, sudah. Tapi enggak semudah itu apalagi Bu Siti itu pemilik warung, ya pasti posisinya juga sulit karena kan menegur pelanggan itu juga sama seperti mempertaruhkan nama baik warungnya sendiri."

ANAK SAHABATKU (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang