Kamar yang beberapa hari lalu sunyi itu kini ricuh tak tertolong. Walaupun tidak ada tetangga komplek yang menegur, tetap saja membuat Dean frustasi kala Abahnya terus-terusan mengancam akan rukyah massal jika temannya tidak berhenti mengeluarkan sumpah serapah.
Copen sendiri tidak terhasut gangguan berisik dari semua temannya, lelaki itu justru sibuk meniru tutor dari Youtube. Selain Copen, ada juga Azrel yang fokus merapalkan lirik dalam hati karena masih belum punya nyali.
"AH KENAPA GUE YANG VOKALIS SIH," gerutu Azrel resah mendengar nada suaranya yang baru terdengar di kepala sendiri.
Aksa sedikit tersinggung mendengar itu, "HEH CUKIMA, LO MASIH MENDING KEBAGIAN MAIN, GUE TIM HORE DOANG MONYET," lelaki itu melemas setelah berteriak ke Azrel.
"Lo pikir lo kaga penting nyet?" Alfian menimpali, "kaga usah sok ngeluh, padahal abis lo dapat peran itu, lo mencak-mencak bahagia monyet, lo juga kaga kebagian malunya tolol," kesal Alfian hampir melempar bass itu ke wajah Aksa.
"Bercanda, udah terima aja Jrel. Lo yang paling cocok ambil vokalis deh di antara yang lain," setelah puas tertawa, Aksa langsung memberikan semangat pada Azrel.
"Jrel lo kaga punya space di rumah lo yang kosong? kalo di rumah Dean kita kaga bakal bebas, terus sempit," tanya Aksa kemudian, kali ini ia berbicara serius.
Dean yang mendengar itu melirik sinis pada Aksa, "gue denger ya monyet," sahutnya masih sinis.
"Bukan gitu Den bangsatlah. Maksud gue kalo di kamar lo kita agak riuweh latihannya, belum kalo drum sama keyboard temen lo udah ada, mau di taro di mana ntar? di jidat Babeh lo?" jelas Aksa kali ini mode serius. Lelaki ini memang jarang mengeluarkan pendapat, selain karna pembawaannya yang lebih suka bercanda, ia juga dikenal seram ketika sedang serius.
"Babeh gue aja lo bawa monyet. Yaudah gue gak punya studio, eh ada sih tapi dipake temen gue juga lah, rumah Brayden aja gimana?" balas Dean ikut serius kali ini.
Pemilik nama itu langsung menoleh, "sama aja gak sih? kamar gue juga gak gede amat," jawab Brayden langsung.
"Ajrel aja, rumah segede itu masa kaga ada gudangnya," usul Deren langsung diangguki yang lain. Kemudian ia bertanya lagi, "gimana Jrel? lo mau taro kita di garasi juga gapapa asalkan muat buat alat musik yang gede," tambahnya lagi.
Azrel menarik nafas sebentar. Sebenarnya selama yang sibuk mengeluarkan pendapat, Azrel sudah setuju, selain karena tidak ada jalan lain, lelaki ini kasian juga melihat temannya susah. Walaupun selalu terbesit keinginan ingin memukuli temannya yang banyak tingkah, saat sedang kesusahan begini, Azrel tetap punya rasa iba.
"Iya dah. Ada gudang kosong, bekas barang caleg bokap gue tahun kemaren," ucap Azrel setuju itu sontak temannya bersorak senang.
Copen yang paling heboh, ia sampai meloncat ke arah Azrel lalu memeluknya, "REL GUE SAYANG SAMA LO," dramatisnya membuat Azrel memberontak ingin dilepaskan.
"GELI BABI, PERGI GAK LO?!" teriak Azrel mencoba melepaskan diri dari pelukan Copen.
"ITU MULUT KALIAN SEHARI KAGA NGOMONG KASAR BISA GAK SIH? SEHARI AJA DEMI TUHAN, GUE NGERI LIAT LO SEMUA NGEREOG KALO BENERAN DIRUKYAH MASSAL," amuk Dean sudah tidak bisa menahan hasratnya berteriak, walaupun tidak disertai bahasa kalbu, tetap saja ucapan Dean penuh dengan emosi.
Brayden menutup telinganya, "ini yang ada kita malah diusir sama tetangga lo kalo berisiknya kayak gini," sahutnya menatap Copen dan Azrel yang masih sibuk bertengkar.
"Eh iya si Al-" belum sempat menyelesaikan kalimat, mulut Copen tiba-tiba ditarik lalu ditutup dengan tangan oleh Dean.
"Al? Alfian?" Brayden yang sedari tadi menyimak pun bingung dengan ucapan Copen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eiplusei
Novela JuvenilSebuah kisah klise antara dua kubu yang punya dunianya masing-masing.