Entah itu suasana atau Faren, tapi mereka terpecah di dalam lapangan ini. Ada yang pulang duluan lalu ada yang menghilang tiba-tiba dengan urusan masing-masing. Tentu saja mereka semua bukan remaja yang takut ketika salah satu temannya menghilang. Karena itu kehilangan kontak dan mendadak berpisah bukan masalah bagi mereka. Apalagi semua bisa tau jika hari ini banyak yang sedang dalam kondisi emosional, kesal, marah hingga malas sendiri beserta dengan alasannya.
Kita kecualikan beberapa orang. Seperti Serra, walaupun ia juga salah satu tokoh yang punya konflik dengan Faren di lapangan ini. Serra tak mau ambil pusing lagi, baginya memukul habis-habisan Faren kemarin sudah cukup. Oleh karena itu dia jadi yang pertama pergi ketika Faren mencegat mereka semua.
Sayang saja ketika pergi diam-diam, ia justru bertemu dengan masalah lainnya. Ketua kelas yang entah dari mana itu muncul dan berpapasan dengan sosok wakil ketua kelasnya.
Momentum yang Deren anggap pas untuk mengingatkan Serra hal-hal yang mungkin tidak penting? atau bisa saja memang penting.
"Jurnal Ra, jangan lupa," sambarnya terdengar santai tapi beda untuk Serra. Perempuan itu mendengarnya sebagai mimpi buruk.
Rasanya baru beberapa hari kemarin Serra dibuat kebingungan dengan tingkah Deren yang kadang tak masuk akal dan sulit dijelaskan secara logika.
"Tanya sekretaris, itukan tugas dia," Serra menyanggah, ia juga masih bersikeras agar dirinya tak terus dipojokkan oleh ketua kelas.
"Kan ada lo di sini, jadi gue ngasih taunya ke lo," lagi-lagi Deren selalu punya balasan untuk kalimat Serra.
"Tapi itu bukan tugas gue ege," geram Serra sekali lagi, ini bukan kali pertama ia akan emosi karena tingkah Deren yang terasa berlebihan saat melakukan tugasnya sebagai ketua kelas, dan dirinya sebagai wakil ketua kelas.
"Terus lo tugasnya ngapain? nyantai doang?" lelaki itu masih melawan Serra yang mencoba membela dirinya.
"Iya gue nyantai doang. Gue mundur Ren, asli gue gak mau jadi wakil ketua kelas lagi, besok gue tanya wali kita kalo gue mundur dari jabatan," Serra sudah mempertimbangkan ini sebelumnya. Jika sudah kehabisan bahan untuk melawan Deren, ia memilih mundur dari medan itu juga. Dan mungkin saat itu adalah hari ini.
Lelaki itu nampak kebingungan. Melihat pernyataan Serra yang di luar dari dugaannya itu membuat Deren berhasil diam dan tak membalas ucapan Serra.
Sepertinya sudah beberapa detik setelah Serra pergi begitu saja meninggalkan banyak pertanyaan di kepala Deren. Apakah ini salah?
Sejak dulu Deren tak pernah memperhitungkan seseorang ketika ia akan membuat keputusan. Makanya hampir sebagian orang di kelas menganggapnya sebagai ketua yang keras dan tak berperasaan. Ia sendiri tak peduli dengan pandangan orang lain tentangnya.
Serra pikir jika ucapan tadi adalah salam perpisahan hari ini. Entah kenapa mereka justru bertemu lagi di tempat tak terduga. Jika diingat sekali lagi, pertemuan mereka memang selalu di tempat yang tidak punya arti. Hari ini mereka bertemu di fotokopi, setelah 30 menit yang lalu mereka berdebat kecil.
Deren melirik perempuan itu sebentar. Serra nampak tak peduli dan memilih menganggap keberadaan Deren tak ada sekarang.
Apa yang salah? Deren masih berdebat batin. Dia bisa saja meminta maaf pada perempuan itu sekarang juga, namun rasa gengsi tak bisa membuatnya tampil sebagai sosok yang masih punya hati.
"Mas punya aku jadinya berapa?" tanya Serra mengumpulkan kertas loose leaf-nya itu mandiri ke dalam kresek yang diberikan oleh pemilik fotokopi ini.
"Mbak beli binder juga?" tanya penjual menunjuk kresek Serra.
"Iya Mas," jawab Serra menunjukkan isi belanjaannya di kresek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eiplusei
Ficção AdolescenteSebuah kisah klise antara dua kubu yang punya dunianya masing-masing.