Bukan ban yang bocor. Kali ini kedatangan Alfian tanpa alasan. Kehidupan bak sinetron yang sering diungkapkan Aksa dan temannya itu mulai menghantui lelaki ini. Beberapa bulan terakhir ini bukan hal yang lama, semuanya terasa singkat. Sudah minggu ke-berapa ia melampir ke bengkel ini?
"Eh Alfian, bannya bocor lagi ye?" ucap si Montir menyapa kedatangan Alfian itu.
"Kagak, mau mampir aja," jawab Alfian terdengar ketus. Namun percayalah, Alfian memang seperti itu.
"Ada apa gerangan nih sobat? Mas ada masalah ya? saya emang gak paham memberi solusi, tapi saya bisa jadi mendengarkan keluh kesal mas!" semangat si Montir itu bicara dengan nada berlebihan sehingga membuat Alfian kesal sejenak.
"Anu, Calsey mana?" tanya Alfian walau sempat ragu dan malu.
"Ini mah bukan rumah Calsey Mas, dia cuma sering ke sini aja. Kalo cari Calsey, ya jelas lah dia di rumahnye," lagi-lagi Alfian dijawab dengan nada yang dibuat berlebihan.
Alfian kira setelah nonton basket, Calsey akan singgah ke bengkel untuk minum es teh dulu sebelum pulang. Lelaki itu sekarang bingung dengan kelakuannya sendiri. Ia memilih untuk meresapi segala yang tengah terjadi di dirinya. Alfian salah satu orang kini dilanda dilema yang hampir sama dengan temannya.
"Kenapa kaga dichat sendiri Mas? Calsey mah bakal balas semua chat kecuali Masnya chat ngajak baku hantam mungkin baru gak dibales," sengaja si Montir selalu menyelipkan candaan di kalimatnya. "Atau saya telpon Calseynya ya buat Mas," ucap Montir itu mengeluarkan ponsel segera menelpon perempuan yang sedari tadi diperbincangkan.
"GAK USAH!" panik Alfian kalah cepat sebab sekarang bunyi jika orang di seberang sana mengangkat telepon sudah terdengar.
"Halo Mang?" ucap Calsey, iya itu suara Calsey.
"Halo Neng, ini temen kamu nyariin," Montir nampak tak peduli dengan reaksi Alfian, seperti ia sudah lama merestui hubungan ini.
"Hah siapa? kok nyarinya sampe sana?" bingung Calsey di telepon.
"Kaga tau saya, bicara aja sendiri sama orangnya," begitulah detik kemudian Montir menyodorkan ponsel lalu Alfian panik sendiri bahkan sampai loncat dari duduknya.
"Halo? Alicia? Audryn? Jeplak? ini siapa?" sahut Calsey menebak lawan bicaranya.
"Gue cowok bego," kesal Alfian selalu mudah terpancing emosi.
"Oh ampun etdah, gue gak tau. Eh tapi ini siapa? yang dm gue di instagram tadi? Danu ya? gue bingung, lo tiba-tiba ngajak pacaran, kita aja gak kenal? lo tau gue darimana dah? gue accept permintaan pertemanan itu karna gue emang suka aja mutualan sama orang," jelas Calsey membuat Alfian bingung harus bereaksi apa.
"Jadi kasih gue waktu buat jawab perasaan lo ya, minimal kita saling tau dulu," tambah Calsey terdengar mencoba menghargai orang yang baru saja menyatakan perasaan padanya. Hal itu tentu membuat Alfian sedikit teringat masa di mana ia blak-blakan menerima perasaan orang tanpa tau perasaannya bagaimana. Menurut ia dulu, menerima perasaan orang itu adalah opsi terbaik untuk menghargai orang itu, tanpa tau ada opsi lebih baik untuk menolak baik-baik dan berkata sejujurnya.
"Jangan," sahut Alfian ke telpon membuat Calsey di sana berseru heran.
"Hah? jangan gimana?"
"Jangan diterima perasaannya," setelah bersahut lantang, Alfian mendadak kaku lagi. Kakinya sudah melemas sekarang.
"Lah ini siapa sih?" sudah sadar jika orang yang Calsey ajak bicara bukan Danu-orang yang menyatakan perasaan di instagram itu membuat ia bertanya sekali lagi siapa pemilik suara ini. "Kenapa gue gak boleh nerima perasaan dia?" tanya Calsey juga penasaran dengan alasan orang itu melarangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eiplusei
Fiksi RemajaSebuah kisah klise antara dua kubu yang punya dunianya masing-masing.