Berita buruk hari ini, wakil ketua kelas pindah sekolah secara tiba-tiba. Wali kelas datang sebentar untuk memberi arahan agar ada yang menggantikan wakil ketua kelas. Berhubung akan ada lomba kelas, maka struktur kelas bisa di ubah saat itu juga.
Jika disuruh jujur, Deren sebenarnya sudah muak menjadi ketua kelas di sini. Lagi-lagi dia harus mati-matian mencari perhatian di kelas.
"Kalian udah denger kan kalo posisi wakil ketua lagi kosong, karna sistem vote makan waktu banget, mending langsung aja kalo ada yang mau jadi sukarelawan," jelas Deren setelah memukul meja beberapa kali.
Semua memperhatikan tapi tidak merespon. Mereka saling tatap sekarang, sepertinya tidak ada yang tertarik jadi pengurus kelas di sini sekarang.
"Aksa tuh mau," celetuk Niko membuat Aksa panik.
"Kapan gue ngomong?!" Aksa memukul paha Niko panik. Lelaki ini baru saja mendapat karmanya.
Deren memukul-mukul meja lagi, "serius ya, yang mau dan serius aja makanya gue gak mau voting, ntar kerjanya gak ikhlas."
"Jadi ada yang mau gak?" tanya Deren lagi, "masa gak ada sih?" gregetnya kini.
"Yaelah liat lo setiap hari misuh mulu kerjaannya, menurut lo aja siapa yang mau?" komen Brayden disetujui semua pihak.
Calsey yang daritadi diam, tiba-tiba berdiri dari bangkunya. Perempuan itu berjalan ke arah bangku Serra dan Annel yang justru sibuk cerita.
"Serra katanya siap dibebanin sama kalian semua," seru Calsey mengangkat tangan Serra tiba-tiba.
Serra panik menatap tangannya yang diangkat Calsey, "hah?! apaan anjir?!"
Tapi respon seisi kelas sontak heboh. Seakan setuju jika perempuan itu naik jadi wakil ketua kelas. Beberapa sampai tepuk tangan dan teriak.
"IYA SERRA AJA WOY!" teriak Kesya semangat melihat Serra masih planga-plongo bingung.
Deren menatap Serra sebentar, "ada yang lain?" ucapnya kemudian.
"YAELAH GILIRAN ADA YANG SUKARELA MALAH LO TOLAK MUJAER!" komen Brayden mengundang yang lain untuk berkomentar. Hal itu membuat kelas jadi berisik dan tidak terkontrol lagi.
"KAPAN GUE BILANG MAU?!" gerutu Serra sampai berdiri dari kursinya. Tapi karna satu kelas mulai berantakan dan berisik karna usulan namanya, suara Serra terendam oleh kebisingan.
"Heh! bentar anjir, gue belum setuju!" kesalnya mencoba teriak lebih keras.
Annel yang sadar menarik tangan Serra kembali duduk, "udah terima aja Ra, kapan lagi jadi inti kelas?"
"Inti kelas apanya monyet, mau inti bumi, inti sari gak peduli gue tai!" kesalnya kembali berdiri.
Kali ini Kesya yang menarik Serra duduk, "terima aja buset, itu kasta tertinggi setelah ketua kelas."
"Kasta terendah setelah ketua kelas, ini namanya pem-bullyan secara ga langsung," sanggahnya masih tidak terima.
"Kalo dirundung tuh ketua kelas udah resign dari kelas," Alicia ikut komen.
"Terima udah terima!" Beby heboh memukul mejanya sambil tertawa.
"Ya Allah gini amat cobaan hidup," Serra mengusap dada, melihat semua orang bersikeras menjadikannya tumbal kelas.
Karna pasrah, akhirnya struktur kelas benar-benar diubah. Serra hanya menatap papan tulis yang tertulis namanya di sana sebagai wakil ketua kelas. Siapa sangka setelah setahun duduk di kelas ini, sekarang posisinya adalah wakil ketua kelas.
"Selamat ya," ucap Alicia menepuk punggung Serra. Perempuan itu sudah siap pergi ke lab komputer lagi.
"Lo pikir aja abis seserahan bajingan?" kesal Serra menatap temannya sinis.
"Siapa tau jodoh lu beneran Deren, kan gak ada yang tau," tutur Alicia mengangkat dua bahunya.
"Heh itu mulut gue ledakin, kalo oknumnya denger bisa-bisa dia ngereog" gerutu Serra sedikit berbisik.
Audryn baru saja menyalin tugas Freya. Akhirnya dia bisa ikut nimbrung setelah sibuk menulis hampir 5 lembar.
"Astaga encok dah, besok gak mau numpuk tugas lagi," Audryn menghela nafas panjang sambil meregangkan badan.
"Lo masih mending Ryn, lo liat Annel deh buku aja nyampur isinya kagak jelas," cibir Freya terang-terangan menunjuk Annel.
Perempuan itu tidak terima. "Dih? gue masih mending tulisannya kebaca, lo liat wakil ketua kelas kita tulisannya kayak huruf hijaiyah," omel Annel melempar hujatan ke teman sebangkunya.
"Gue lagi gue aja terus. Itu namanya tulisan calon dokter," Serra menimpali tapi sibuk bermain ponsel.
"Lo mau jadi dokter Ra?" Freya bertanya serius kali ini.
"Nggak sih, gak suka berjasa sama orang," sahut Serra dengan gaya suara dibuat-buat.
"Padahal abis ini lo berjasa sama kita Ra, lo urus kita di sini," timpal Beby berpindah tempat ke belakang Serra yang kosong.
Serra berhenti bermain ponsel karna kesal mendengar ucapan Beby, "bisa gak sih jangan dibahas lagi? eneg gue lama-lama muntah paku."
"Serra wakil ketua Serra wakil ketua Serra wakil ketua," celetuk Calsey sengaja.
"Belum juga sejam lo jadi wakil ketua, udah penyakitan aja. Gimana dua tahun kedepan?" Kesya menendang kursi Serra sengaja.
"Ya abis kalian nekan mulu, gue tuh manusia biasa kalo diteken bakal tersiksa," dramatis Serra memegang dadanya seakan sedang ditusuk sesuatu.
"Hadeh drama lagi, udah ah mending itu buku lo kumpul dulu ke meja Deren biar gak kelupaan masukin tugas lagi," sahut Freya menunjuk buku Serra yang ternyata belum dikumpul.
"Eh Audryn buku lo kasih ke Serra aja, biar dia yang kumpul di ruang guru," tahan Kesya sengaja menghentikkan gerak Serra yang baru berdiri.
"Tuh kan belum juga sejam gue udah dibabuin," kesal Serra mengamuk lagi.
"Salah sendiri mau jadi wakil ketua kelas," kata Annel sengaja.
Serra menghela nafas gusar, "eh anak tai, daritadi kapan gue bilang mau? yang ada kalian semua yang dorong ke lubang busuk ini anjir!"
"Iya-iya setdah marah mulu lu," balas Audryn meletakkan bukunya di tangan Serra, "nih bawa ke ruang guru."
Serra mendengus, berjalan kasar ke meja Deren sambil membawa buku temannya.
"Gue sama Audryn udah selesai ya," ucap Serra meletakkan dua buku itu di tumpukan buku lain.
Deren melirik buku itu, "ngapain disimpen doang? bawa gih ke ruang guru," suruh Deren kemudian.
Serra membatin kesal. Dia heran juga kenapa kesabarannya sangat tebal hari ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eiplusei
Fiksi RemajaSebuah kisah klise antara dua kubu yang punya dunianya masing-masing.