BAB 4 Raison d'etre (Part 1)

57 1 0
                                    

-ˏˋ꒰ Volume 2 ꒱ˊˎ

꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦꒷꒦

Tik. Tik. Tik. Di dalam mobil yang sunyi, aku bisa dengan jelas mendengar suara tetesan hujan. Itu adalah suara hujan gerimis yang menerpa jendela mobil. Aku meletakkan tanganku dengan rapi di pahaku dan menatap pemandangan hujan di kejauhan.

Tak ada satu pun mobil yang lewat di jalan yang sepi itu. Karena sudah larut malam dan hujan. Lampu depan mobil meredup, dan potongan-potongan kecil cahayanya tampak pecah karena hujan yang turun.

'Ah, situasi ini sangat aneh.'

Sambil memikirkannya hal itu, aku melirik Kwon Yido. Dia sedang duduk di kursi pengemudi, menatap lurus ke depan dalam diam. Pembuluh darah yang cukup menonjol terlihat pada tangan yang menggenggam ringan kemudi.

' ...... Apakah kau suka berhujan-hujanan?'

Hal-hal yang terjadi dengannya beberapa waktu lalu terlintas dalam pikiranku. Napasnya yang lambat, feromon Kwon Yido yang menempel di ujung hidungku, bahkan bibir lembutnya yang mendekat di bawah bayangan payung yang dimiringkan.

Sudah berapa lama kau menungguku? Bibirnya terasa agak dingin. Tidak, mungkin karena sejak awal dia memang orang yang memiliki suhu tubuh rendah. Hal yang sama juga terjadi dengan tangannya yang kemudian menangkup pipiku.

Dia mengusap sudut pipiku perlahan, sangat pelan. Dengan hati-hati tangannya menelusuri telingaku dengan jari telunjuknya, seolah-olah dia sedang menyentuh sesuatu yang sangat rapuh. Tangannya yang cukup besar untuk menutupi seluruh wajahku merayap ke bawah dan membelai tengkukku.

Itu memang tangan yang dingin, tapi sentuhannya terasa panas setiap kali tangannya menyentuh kulitku. Kepalaku terasa pusing, tenggorokanku serasa menyempit, dengan alami aku mencengkram tangan Kwon Yido seakan-akan tangan itu adalah tali pegangan. Dia dengan lembut menggigit bibir bawahku dan menarik bibirnya menjauh dariku dengan perlahan, sepelan saat bibir itu mendekatiku.

'Mari kita pulang.'

Entah kenapa aku merasa malu dengan kata-kata itu. Mungkin karena tubuhku seperti menginginkan Kwon Yido hanya karena satu ciuman. Atau mungkin karena aku diliputi penyesalan atas tindakan yang tidak bisa kujelaskan.

Pada akhirnya, aku mengikuti Kwon Yido ke mobilnya. Tidak ada seorang pun di dalam mobil, dan Kwon Yido naik ke kursi pengemudi seolah-olah itu hal yang biasa. Ketika aku bertanya apakah dia yang menyetir, dia tersenyum dan menjawab.

"Karena terkadang lebih mudah tanpa supir."

Baru setelah aku duduk di kursi penumpang, aku menyadari apa maksudnya. Saat pintu mobil tertutup dan suara dari luar terhalang, secara mengejutkan aku lebih menyadari kehadiran Kwon Yido.

Sejujurnya, itu bukan ciuman pertama kami. Saat siklus heatku tiba, kami melilitkan lidah kami lebih intens. Itu adalah ciuman yang tidak sabar dan tergesa-gesa, seakan kami melakukannya untuk meredakan tenggorokan yang kering, dan tindakan tidak sabar itulah yang membuatku kehilangan akal.

Tapi mengapa ciuman sepele ini lebih menegangkan dibandingkan ciuman saat itu?

Sampai mobil dinyalakan dan kami berada di jalan yang sepi. Suasananya yang begitu canggung tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Aku dapat merasakan feromon Kwon Yido di seluruh mobil, sedemikian rupa hingga aku dapat menyadari kehadirannya bahkan saat aku melihat ke luar jendela.

Yah, aku senang tidak ada supir saat ini. Jika ada, aku tidak hanya harus mengkhawatirkan kehadiran Kwon Yido yang begitu pekat tetapi juga sopirnya yang tidak bersalah.

Beyond The Memories (TRANS INDO)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang