24. impartial love

229 18 1
                                    

...

Siang itu kala Matahari menerangi bumi, seulgi termenung menatap keluar jendela. Ia belum juga memutuskan untuk pergi dari kediaman Irene atau tidak. Sedangkan Irene sering bertengkar dengan Yeri hanya karenanya. Dirinya merasa iba, tetapi ia bahkan tidak tau apa yang harus diputuskannya.

" Aish! Kenapa aku tidak bisa memutuskannya! Padahal mereka sudah sering bertengkar! " Gumamnya memaki diri sendiri.

Tak lama kemudian pintu kantornya terbuka, ia memutar kursinya dan melihat seseorang yang sudah cukup lama tak dilihatnya. Entah kenapa perasaan itu masih ada untuknya.

Jisoo tersenyum ramah sembari berjalan ke arahnya, ia memberikan sebuah bingkisan.

" Happy birthday! Sebentar lagi ulang tahunmu, musim dingin akan berakhir dan kamu akan beraktifitas seperti biasanya. " Ucapnya antusias. Senyuman yang merekah, deretan gigi yang rapih dan tatapan itu tidak berubah. Kenapa jantung seulgi masih berdebar untuknya?.

" Kamsahamnida. " Ucapnya berterimakasih, jisoo duduk dihadapannya.

Meski ia mengingat apa yang terjadi di malam natal, tapi jisoo tidak bisa membenci seulgi. Bahkan ia mengira bahwa itu adalah kesempatannya. Tak hanya itu, ia pun melihat Betapa menyedihkan wajah Irene saat melihatnya mencium seulgi.

" Dia tidak akan mencintaimu sedalam ia mencintaiku Irene-ah. " Batinnya,

" Ah! Ini hadiah untukmu, kamu boleh membukanya sekarang. " Ucapnya, seulgi mengangguk lalu membukanya. Ia tersenyum setelah melihat sepasang kemeja dan dasi.

" Aku tau kamu sangat suka warna hitam dan putih, jadi aku membelinya di Paris kemarin untuk hadiah. " Jelasnya, seulgi tersenyum lebar melihat pakaian itu.

Tetapi benaknya berkata lain penuh kecurigaan, kenapa jisoo memberinya sebelum hari ulangtahun yang masih cukup jauh itu.

" Kenapa kamu memberi hadiah sekarang? Bukankah ulang tahunku masih Minggu depan? " Tanyanya penasaran, jisoo berfikir sejenak.

" Akuu... Akan sibuk Minggu depan, jadi aku membelinya sekarang. Terlebih lagi, aku merindukanmu. " Jelasnya sembari melemparkan senyuman manis. Lagi-lagi senyuman itu meluluhkan seulgi untuk kesekian kalinya. Ia menelan ludah susah payah.

" Nde... Sepertinya aku ada meeting, lebih baik kamu segera pulang. " Ucap seulgi sedikit gugup, ia merapihkan mejanya lalu membukakan pintu untuk jisoo.

Wanita itu tersenyum puas melihat tingkah seulgi yang gugup. Sebelum dirinya keluar ruangan ia berhenti di ambang pintu menatap mata seulgi sangat dalam.

" Kamu sangat tampan dengan jas yang kubelikan, aku senang melihatmu mau memakai barangku lagi. " Bangganya, seulgi tersenyum kecil.

Kedua kaki jisoo semakin mendekatkan tubuh seulgi, hingga nafas gugup seulgi terasa di wajahnya. Ia tersenyum menatap kedua pupil mata seulgi yang membesar. Tak salah, bahwa sebenarnya seulgi masih mencintainya.

Ia mengecup bibir seulgi singkat membuat seulgi terperanjat. Jisoo senang ia masih bisa merasakan bibir itu, lalu ia bergegas pamit dengan senyum yang merekah. Sedangkan seulgi hanya terpaku disana, kaget.

" Kenapa jantungku masih berdebar untuknya? " Batinnya, bingung.

...

Hari mulai gelap, Irene masih termenung memikirkan pertemuannya dengan Minho. Perkataan Minho terngiang-ngiang di telinganya. Hatinya sangat hancur, kenapa kata pantas mati seakan-akan hanya untuknya?. Apakah ia beban hidup seluruh manusia di dunia ini?.

Perasaan yang kacau membuat Irene merasa ingin kembali menyerah seperti dulu. Bahkan ia berharap ada seseorang yang membencinya seperti dirinya membenci diri sendiri. Ia berharap Minho kembali dan menusuknya hingga mati.

witness ( Seulrene_gxg )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang