....
Musim salju telah berakhir beberapa hari lalu, jalanan mulai mengering dan menampakkan cahaya matahari yang hangat. Bunga-bunga mulai bermekaran menyombongkan warna nan indah disetiap kelopak.
Namun, hari yang indah menyambut Irene dengan kesedihan membendung dihatinya. Perjalanan musim salju setelah natal tak memberi kabar apapun tentang tuan Bae meski ia sering berusaha menghubunginya.
Ia menatap layar ponselnya, menunggu balasan dari beberapa pesan yamg dikirim sedari lama. Pesan-pesan itu hanya memunculkan angka satu diujungnya. Banyak kabar yang Irene tunggu bahkan melalui telpon yang tak diangkat atau berada diluar jaringan. Tentu saja hal itu membuatnya khawatir.
Ia menghela nafas berat lalu melanjutkan pekerjaannya merapihkan rumah. Tak lama kemudian Yeri masuk ke studio sedikit tergesa-gesa.
" Aku meninggalkan bukuku disini. " Ucapnya sembari mencari bukunya di rak tv. Irene bergegas membuka loker dan memberikannya. Yeri tersenyum lebar.
" Kamu udah nelpon hal-abeoji? " Tanyanya tiba-tiba terdengar khawatir, Yeri mengangguk mantap.
" Kemarin aku menelpon, ia sedang di Jeju untuk mencari spieces ikan baru buat menu di restoran. " Jelasnya, Irene tersenyum, hatinya lega meskipun sedikit menyakitkan baginya karena ayahnya tidak mengangkat telponnya.
" Syukurlah. " Gumamnya, sebelum Yeri pergi lagi ia menatap Irene.
" Eonni! Aku akan datang ke acara penayangan priemer film eonni dengan temanku boleh? " Tanyanya meminta izin, Irene mengangguk lalu Yeri bergegas pamit.
Irene terus bertanya-tanya apakah tuan Bae marah padanya lagi? Tapi ia tidak mengerti kenapa pria itu marah. Seluruh pikiran negatif menghantui otaknya, sampai-sampai ia menjadi cemas karena mungkin saja penyakit tuan Bae kambuh dan dialihkan ke rumah sakit. Ia bergegas membuka ponselnya dan menelpon kai untuk kesekian kalinya. Tapi hasilnya nihil, lagi-lagi tidak ada jawaban.
" Yeri sudah mengabariku, pasti Appa baik-baik saja. " Batinnya menepis semua pikiran negatifnya.
...
Matahari sudah berada tepat di atas kepala menampakkan bayangan lurus tubuh mengikuti langkah siapapun. Begitu dengan Irene yang sedang menapakkan kakinya di atas jalanan ramai sembari menunggu seseorang. Sesekali ia melirik jam di ponselnya dengan harapan akan muncul notifikasi dari sang ayah.
" Kamu menunggu lama? " Tanya seseorang sedikit berteriak ke arahnya, Irene meredarkan pandangannya ke arah suara lalu tersenyum. Ia bergegas masuk kedalam mobil.
Sesampainya dimall di tengah kota, ia masih saja sesekali memeriksa ponselnya dengan penuh harapan. Harapan sang ayah akan membalasnya setidaknya hanya dengan satu kata saja.
" Apa Appa benar-benar marah? Apa ia tidak akan datang ke penayangan film perdanaku malam ini? " Batinnya menerka-nerka, tiba-tiba saja berteriak ke arahnya membuat Irene langsung menatapnya.
" Irene ah! baju ini cocok untukmu. " Tukas Jennie sembari memperlihatkan 3 pakaian sekaligus ditangannya. Irene memicingkan matanya menerka-nerka dirinya jika memakai pakaian itu.
" Aku akan mencobanya " ucapnya, bergegas mengambil ketiganya dari Jennie. Sedangkan wanita itu bergegas duduk di kursi depan ruang ganti, menunggu.
Masih dibawah atap gedung yang sama, seulgi dan Lisa menghabiskan waktu membicarakan karir, perusahaan dan masa depan mereka. Lisa tak ada hentinya mengoceh bagaimana nasib perusahaannya setelah mendapatkan surat kepolisian.
" Bisa-bisa perusahaanku bangkrut seulgi ya, karena sudah banyak pelanggan di showroom beralih ke tempat lain dan membatalkan perjanjian denganku, tak hanya itu bahkan beberapa dari mereka mengembalikan mobilnya dan meminta uang ganti. " Jelasnya menggebu-gebu, seulgi hanya mendengarkan dengan khidmat. Ia malas berkomentar.
KAMU SEDANG MEMBACA
witness ( Seulrene_gxg )
Romance⚠️ [ mature 18+ ] ⚠️ kisah ini diawali bagaimana seorang Irene menjadi saksi bisu atas kecelakaan tabrak lari yang dilakukan oleh seulgi seorang musisi terkenal. seulgi mencari cara agar ia bisa menjauhkan gugatan yang dilakukan oleh seorang Irene...