"Uhukkk.. uhukk.."
"Uhukkk.. hah.. hah.. "
Ciara terduduk lemas di bawah ranjangnya, kejadian di sekolah tadi membuatnya sesak nafas dan tiba-tiba terserang demam. Gadis itu tak henti terbatuk, ia menutup mulutnya dengan tangan kanan seraya mengusap dadanya dengan tangan kiri berharap batuknya segera mereda.
"Hah.. hah.."
"Uhukk.. Uhukk.. "
Ciara membelalak kala melihat bercak darah yang semakin banyak di telapak kanannya. Air mata pun mulai menggenang di pelupuk matanya, gadis itu bersusah payah bangkit dan berjalan terhuyung menuju toilet dalam kamarnya.
"A-Ara gapapa kok, Cuma C-cape aja.."
Gumam Ciara meyakinkan dirinya sendiri seraya membasuh telapak tangan dan berkumur.
Gadis itu menatap wajahnya yang pucat kemudian membasuh wajahnya dan kembali menatap pantulan dirinya di cermin.
"Radhea.."
Gumamnya mengingat bagaimana kedua mata tajam Radhea menatapnya penuh amarah juga suara lantang dan nada tinggi Radhea yang membentaknya.
Matanya terpejam sesaat kemudian berjalan keluar dari kamar mandi, meneguk segelas air yang berada di atas nakas sebelah ranjangnya kemudian berbaring tanpa mengganti seragam.
"Gue juga gatau apa penyebabnya-.."
Ciara terusik, perlahan ia membuka matanya dan melihat Alea juga Reka tengah berbincang di dekatnya.
"K-kak Lea, Kak Reka.."
"Ciara.."
"Maaf, kita berisik ya?" Ciara tersenyum dan menggeleng lemah.
Alea mengusap kening Ciara dan memejamkan mata sesaat.
"Demamnya masih tinggi"
"Kita ke dokter, ya?" Ajak Reka dengan wajah cemasnya.
"Kak Lea sama Kak Reka kenapa disini?" Tanya Ciara mengalihkan pembicaraan.
"Kamu berantem sama Dhea?"
Plakk!
"Aw.. sakit Lea!"
"Kenapa to the point?!" Geram Alea pada Reka,
"Dhea yang marah sama Ara kak" Timpal Ciara, kedua gadis tadi menatapnya.
"Kenapa?"
"Ponsel Ara mana kak?" Dengan cepat Reka mengambil ponsel Ciara di atas nakas dan memberikannya.
Ciara membukanya dan menunjukkan sesuatu pada kedua gadis itu.
"Gara-gara ini, kak.." Alea mengambil ponsel tersebut, menatapnya dengan seksama kemudian bertukar pandangan dengan Reka dan menghela nafas.
"Cuma gara-gara foto ini doang?"
"Radhea marah cuma gara-gara foto ini??" Ulang Alea memperjelas.
"Ara yang salah kak, harusnya Ara bisa lebih jaga sikap dimana pun itu sama Radhea.." Sesal Ciara seraya menundukkan kepalanya.
"Bukan salah kamu"
"Kak, Dhea gimana? Dia sendirian kak.." Ciara hendak bangkit namun Alea menahannya dan mendoronya kembali berbaring.
"Sekali aja, pikirin dulu diri kamu baru orang lain, bisa??"
"Gak bisa kak, D-Dhea.."
"Ciara! dengerin kakak.."
"Kalo kamu kayak gini terus, semua tuduhan temen-temen kamu itu bisa jadi kenyataan! kamu mau terus di pandang rendah sama mereka?!" Ciara menatap Alea yang kini mengubah ekspresi wajahnya serius. Gadis itu terdiam sesaat.
"Lo terlalu keras Lea, Ciara lagi sakit. Jangan bikin dia tertekan" Ujar Reka lembut, Alea menatapnya dan mengalihkan pandangan pada Ciara.
"Maafin kakak,"
"Gak kak, kakak gak salah kok.."
"Tapi kak, apa Dhea juga akan diam kalo posisi kita di balik?"
"Ara yakin Dhea gak akan biarin Ara sendirian ngadepin mereka kak.." Kalah, Alea dan Reka bungkam.
Ciara memang gadis polos dan penuh perhatian, bahkan mereka pun tahu bahwa Radhea hanya mementingkan dirinya sendiri saat ini.
"Oke, kakak telpon sekolah ya.." Alea mengeluarkan ponselnya dan menelpon petugas UKS untuk menanyakan kondisi adiknya.
"Oh oke, makasih banyak bu.."
Tut.. tut..
"Kamu denger sendiri kan? Dhea tidur nyenyak disana" Ciara tersenyum manis dan mengangguk.
"Sekarang kamu juga istirahat lagi ya, kita disini nemenin kamu"
"Maaf Ara ngerepotin kak.." Sesalnya, Reka dan Alea hanya tersenyum menanggapinya.
Ciara kembali memejamkan mata, tubuhnya begitu lemas dan terasa panas.
Sore menjelang.
Ciara kini tengah terduduk diatas ranjangnya, sendirian. Kedua orangtuanya masih dalam perjalanan pulang dan mungkin akan sampai menjelang malam.
Alea dan Reka pamit pulang, ah sebenarnya, Ciara yang memaksa kedua gadis itu pulang.
Ia takkan tega membuat orang lain kerepotan hanya karena nya.Perlahan, Ciara menurunkan kedua kakinya. Berjalan lemas kearah jendela kamar dan membukanya, membiarkan udara masuk.
Ia menarik nafas panjang seraya memejamkan mata kemudian menghembuskannya perlahan, gadis itu melakukannya berulang hingga merasa tarikan nafasnya semakin ringan.
Tatapannya teralih kearah jalan, disana terlihat Radhea tengah berjalan dan bercanda bersama dengan ketiga gadis yang pagi tadi mencemoohnya. Ciara tersenyum tipis, teramat tipis mengetahui fakta bahwa kecemasannya pada Radhea tadi hanya kesia-siaan. Ciara menggelengkan kepalanya perlahan, terkekeh kecil dan menatap lekat kearah jalanan.
"Kamu bahagia sekarang, Radhea??"
Gumamnya pelan hingga bayangan Radhea dan teman-temannya tak lagi terlihat. Ia menutup jendelanya dan kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Membiarkan sepi dan sunyi menemaninya hingga mungkin nanti ia tak lagi mau bangkit dari tidurnya.
"Apa sekarang Ara harus terbiasa tanpa kamu??"
KAMU SEDANG MEMBACA
HOMELESS (GxG) (COMPLETED)
Teen Fiction"Aku kehilangan arah, ceria dan tawa. Yang lebih parah dari semua, aku kehilangan Rumah!"