Flashback On
Ciara dan Radhea tengah terduduk di sebuah taman bermain. Keduanya asik menyantap bekal mereka masing-masing. Radhea melirik makanan Ciara dan mengernyit heran.
"Ara cuma bawa roti?"
"Heem, Ara belum bisa nyalain kompor hehe.."
"Kenapa gak minta bunda buatin?"
"Bunda sibuk.." Lirihnya menatap beberapa helai roti di kotak bekalnya, Radhea menatapnya iba kemudian memeluknya.
"Ara pasti kesepian di rumah?" Ciara mengangguk pelan, Radhea melepaskan pelukannya dan menatap Ciara lekat.
"Mulai sekarang dan seterusnya, dimana pun Ara berada, Dhea juga akan ada disana"
"Hm? kenapa?"
"Dhea gak akan biarin Ara kesepian" Balasnya dengan senyuman tulus yang membuat Ciara ikut tersenyum.
"Janji??" Ia mengangkat jari kelingkingnya, tanpa ragu Radhea menautkan jari kelingkingnya juga dan mengangguk.
"Janji!!"
Flashback off
"Hah.."
Helaan nafas itu berasal dari Ciara yang kini tengah berada di sebuah taman bermain tempatnya dan Radhea menghabiskan waktu sejak kecil. Gadis itu mengedarkan pandangan, menatap anak-anak kecil yang tengah bermain riang bersama orang tua juga teman-teman mereka.
Bahkan di tempat yang ramai pun ia merasa sangat kesepian. Hanya bisa bergumam iri pada tawa ceria yang ia dengar disana.
Ia menarik ranselnya kemudian bangkit dan berlalu darisana.Ciara berjalan menyusuri trotoar menuju rumahnya, beberapa kali menghentikan langkah kala melewati tempat-tempat yang sering ia kunjungi bersama Radhea.
Ia memejamkan mata dan kembali membawa langkahnya. Hingga tak terasa kini Ciara sampai di depan gerbang rumahnya. Ia membuka pintu gerbang kemudian masuk ke dalam rumah.
"Hai sayang, kok baru pulang?" Ciara membelalak seraya tersenyum riang, ia berjalan cepat dan memeluk hangat ibundanya.
"Bunda kapan pulang? ayah mana?" Sang ibu melepaskan pelukan dan menatap anaknya dengan hangat.
"Tadi siang, ayah lagi mandi. Kenapa pulangnya telat?"
"Ara tadi les musik dulu bun, maaf.."
"Gapapa, Ara ganti baju dulu trus kita makan. Bunda udah masakin makanan spesial buat putri cantik bunda ini.." Ciara mengangguk, ia kembali memeluk ibundanya kemudian mengecup pipinya dan masuk ke dalam kamar.
Ciara tak sedikitpun melunturkan senyumannya, sedari awal ia duduk di meja makan bersama kedua orang tuanya. Bagi Ciara momen seperti ini sangatlah penting dan istimewa, karena memang mereka jarang sekali makan bersama sejak Ciara masuk SMP hingga sekarang.
Sang ayah menatap anaknya dengan senyuman, menyadari bahwa sang anak tengah berbahagia hari ini. Ia meneguk air dalam gelas, menyudahi santapannya dan menatap penuh kearah Ciara.
"Ayah rasa putri cantik ayah lagi bahagia, bisakah membaginya pada ayah??" Ciara menoleh dan mengangguk, masih dengan senyuman manisnya.
"Kebahagiaan Ara itu karena kalian. Ayah dan bunda.."
"Karena kita?" Tanya sang ibu, Ciara mengangguk.
"Ara bahagia bisa makan bareng ayah dan bunda lagi.."
Deg!
Senyuman kedua orang tua Ciara memudar mendengar alasan sederhana sang anak. Keduanya saling pandang kemudian memaksakan senyuman mereka pada Ciara.
"Ayah juga bahagia liat putri cantik ayah sebahagia ini.."
"Ayah sama bunda gak akan pergi lagi kan? Ara kesepian.."
"Oh setidaknya kasih Ara waktu kalian 2 hari aja, bisa?" Keduanya terdiam, sang bunda bahkan mengalihkan pandangannya dari wajah sang anak. Ciara melunturkan senyumannya menyadari bahwa keinginannya tak akan terkabul.
"Ciara sayang, kamu-.."
"Udah besar, Ciara udah besar kan yah?" Sela Ciara dengan senyuman menyakitkan.
"Ara paham kok yah. Tapi apa ayah dan bunda ngerasa gak harus nemenin Ara karena Ara udah besar??"
"Sayang, bukan seperti itu.." Ujar sang bunda mencoba menenangkan. Ciara menatapnya dan terdiam, mencoba memberikannya waktu untuk berbicara namun sang ibu malah bungkam.
"Yah, bun.. Ciara udah besar tapi Ara masih butuh orang lain buat bimbing Ara dan nemenin Ara.."
"Ada Radhea.." Ciara tertawa miris mendengar jawaban orang tuanya.
"Radhea? Dia punya kehidupannya sendiri.."
"Ayah sama bunda sibuk kerja buat kamu sayang, buat masa depan kamu.." Ciara tersenyum dengan air mata yang mulai luruh namun dengan cepat menghapusnya.
"Makasih yah, bunda.. maaf kalo Ciara banyak nuntut sama kalian.." Ia bangkit dan berjalan kearah kamarnya, langkahnya terhenti sesaat.
"Hati-hati kalo ayah dan bunda pergi. Dan, jangan kasih tau Ara.." Pinta Ciara seraya melanjutkan langkah cepatnya menuju kamar.
Gadis itu menutup pintu dan mulai menangis disana. Apakah permintaannya sesulit itu untuk bisa di kabulkan oleh kedua orang tuanya?.
Bahkan Ciara sampai mengemis waktu orang tuanya namun sama sekali tak di dengar.
Ciara memeluk kedua lututnya dan membenamkan wajah diantaranya, meratapi kepedihannya seorang diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
HOMELESS (GxG) (COMPLETED)
Teen Fiction"Aku kehilangan arah, ceria dan tawa. Yang lebih parah dari semua, aku kehilangan Rumah!"