42. Penyakit Rassya

142 13 10
                                    

"Mungkin kamu salah liat kali. Gak mungkin Rassya ke rumah sakit terus masuk ruangan hematologi." ujar Sandrina setelah mendapat penjelasan dari Reyza.

"Gak mungkin aku salah liat. Orang jelas-jelas aku liat Rassya kok, pake seragam sekolah Purna Bakti." seru Reyza.

Sekarang keduanya berada di taman rumah sakit. Kedatangan Sandrina sebenarnya sudah di ketahui oleh Reyza, gadis itu ingin menjenguk Bunda. Seharusnya mereka bisa pergi bersama ke rumah sakit, tetapi Sandrina menolak karena ia harus kembali dulu ke rumah untuk berganti baju dan takut Bunda Reyza menunggu lama kedatangan anaknya di rumah sakit sehingga gadis itu meminta kekasihnya untuk ke rumah sakit lebih dulu.

"Rassya sendirian?" tanya Sandrina yang di angguki oleh Reyza.

"Apa kita samperin aja, kita tanya?" usul Reyza.

"Jangan dulu. Kalau memang bener itu Rassya, belum tentu nanti dia mau jujur ke kita kan?"

"Iya sih..."

"Terus gimana?" tanya Reyza bingung.

Sandrina nampak diam dengan menyorot dalam manik mata Reyza. Sejujurnya dia juga bingung apa yang harus dilakukan. Tanya atau beritahu Saqeela? Tidak mungkin. Pasti Saqeela juga tidak tahu soal ini kan? pikir cewe itu.

•••

Huh!

Di kamar dengan nuansa putih bergradasi abu-abu, Rassya nampak menjatuhkan tubuhnya di atas kasur. Posisi cowo itu tidur telentang dengan mata yang menghadap ke arah langit-langit kamar. Pandangan cowo itu kosong, pikirannya berlarian entah kemana. Perasaannya kian hancur sulit diartikan. Pikirannya kacau gak karuan setelah tau informasi terbaru soal penyakitnya dari dokter Oflin tadi di rumah sakit.

"Sebenarnya penyakit kamu ini sudah masuk ke tahap leukimia stadium empat. Karena jumlah keping sel darah merah terlalu sedikit di dalam darah. Kelenjar getah bening, limpa, dan hati mulai membengkak. Anemia mungkin bisa muncul."

Suara dokter Oflin terus terlintas di pikiran Rassya. Penyakitnya semakin merambat ke stadium 4. Lantas apa lagi yang Rassya harapkan dalam hidupnya sekarang? Kemungkinan besar dirinya tidak akan selamat kan? Kecuali jika takdir berpihak padanya untuk panjang umur dan lulus dari penyakitnya.

Dalam diam tidur telentang di atas kasur king size-nya, diam-diam air mata kanan Rassya lolos keluar. Rassya bukan takut akan penyakit, tetapi dia takut jika harus meninggalkam orang-orang yang dia sayangi. Teruma sang Mama. Tidak mungkin Rassya membiarkan Mamanya tinggal seorang diri, sementara Papanya telah lebih dulu pergi meninggalkan mereka sejak Rassya umur 3 tahun. Papa Rassya mengidap sakit gagal ginjal.

Kemudian janjinya pada Saqeela? Mereka sudah berjanji untuk tidak saling berpisah lagi. Sudah cukup perpisahan panjang bertahun-tahun itu menjadi perpisahan pertama mereka. Jika harus diulangi kedua kalinya, mungkin Saqeela yang akan merasakan sakit yang begitu dalam dibandingkan dirinya. Dan Rassya tidak mampu membayangkan hal itu, dia pergi meninggalkan Saqeela dalam keadaan gadis itu rapuh serapuh-rapuhnya bahkan kondisi Saqeela yang masih belum terlalu pulih soal amnesianya.

"Apa yang harus gue lakuin?" lirih Rassya mulai prustasi.

Tok... Tok... Tok...

Pintu kamar terdengar di ketuk beberapa kali oleh seseorang dari luar. Mendengar itu Rassya langsung bangun dan berjalan ke arah pintu untuk membuka.

"Mamah?" ucapnya ketika tahu adanya sang Mama di depan pintu dengan piyama polos merah jambunya.

"Makan dulu, Ca."

"Gak laper mah."

"Dikit aja, untuk minum obat siang."

Rassya terdiam sejenak sebelum akhirnya bergeleng kepala pelan.

Ancaman Cowo Brandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang