25. Penantian lama yang terungkap

181 12 10
                                    

"BANG SAT BALIKIN HAPE GUEEE!!!"

Saqeela berteriak keras di sepanjang menuruni anak tangga rumahnya. Dia terus berlari mengejar Satria yang nyatanya kini cowo itu terus berusaha menjauh dari Saqeela dengan di tangannya membawa sebuah handphone milik sang Adik.

Mami dan Papi yang semula terasa tentram di ruang tamu pun seketika di kejutkan dengan suara teriakan dan suara tapakan kaki kasar di lantai akibat ulah kedua anak mereka. Tiada  yang bisa Mami dan Papi lakukan selain bergeleng kepala dan melihat tingkah Saqeela dan Satria yang terus berlarian di sekitar ruang tamu.

"Balikin hape gue!" pekik Saqeela lagi.

"Ada apa ini, kenapa lari-larian kalian!?" tanya Papi.

Saqeela yang mendengar suara Papi pun seketika berhenti berlari dan membalik badannya ke arah pria baya itu.

"Pih, handphone aku di rebut bang sat." adunya.

"Pih, masa aku di foto lagi tidur!" seru Satria mencari pembelaan.

"Di foto doang, elahh..." celah Saqeela.

"Di foto doang lo bilang? Kalau lo print foto gue terus lo sebar pake tulisan dijual?" pekik Satria.

Saqeela yang semula emosi tinggi pun seketika tertawa keras mendengar penuturan sang Abang. Jauh sekali pikiran Satria itu.

"Bwahahahah.. yakali! Gak mungkin lah. Palingan gue jadiin brosur buat ani-ani." ucap Saqeela menhan tawanya.

"Liat tuh pih. Harus kena pasal ini, fotoin orang tanpa izin." Satria menunjuk ke arah Saqeela dengan pandangannya ke arah sang Papi.

Mami dan Papi reflek memegang kepala mereka, cukup pusing melihat perilaku dua anak mereka yang masih seperti anak kecil.

"Sudah-sudah, Satria balikin hape adik kamu. Dan Adek, hapus foto Abang." ucap Mami melerai.

"Bentar mi." ucap Satria yang membuka handphone Saqeela.

"Lo mau ngapain!?"

"Nyadap! Ya hapus foto gue lah..."

"Emang lo tau password gue?"

Bukannya menjawab, Satria justru berseringai dan terus melanjutkan kegiatannya. Saqeela mendelik, bagaimana bisa cowo mengesalkan itu tahu password handphonenya? Tidak bisa dibiarkan, harus di ganti ini!

"Nah..." Satria menyerahkan handphone Saqeela setelah dirasa fotonya telah bersih dari handphone sang Adik. Kemudian cowo itu berjalan mendekati sang Papi untuk ikut duduk di sofa panjang.

Saqeela melakukan ejekan dan menatap sinis Satria setelah handphone sudah kembali ke tangannya, lalu gadis itu ikut duduk bersama Mami dan Papinya dalam satu sofa panjang. Kini keluarga Saqeela duduk tenang dalam satu sofa di ruang tamu.

"Kalian udah besar, harusnya sikap kalian itu dewasa. Bukan kayak anak kecil." nasihat Papi.

"Saqeela duluan, pih."

"Udah Abang. Harusnya kamu bisa lebih ngerti lah, kamu ini udah mau tamat kuliah, Adek kamu kan masih sekolah, harusnya kamu yang lebih dewasa." seru Mami.

"Belajar mengalah." lanjut Mami.

Satria hanya diam saja. Dia paling tidak suka kalau sudah berada di posisi seperti ini. Mami selalu berpihak pada Saqeela, sekolah membela gadis itu, sementara dirinya? Sudahlah. Memang Papi yang paling terbaik untuk Satria.

Saqeela yang merasa dirinya di bela pun seketika langsung menyunggingkan senyuman terbaiknya sebelum akhirnya bergelayutan di tubuh Mami. Sekarang gadis itu benar-benar terlihat seperti bocah manja. Sementara Mami hanya diam dan memberikan rasa kasih sayangnya terhadap sang anak.

Ancaman Cowo Brandal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang