Saqeela meremas kertas surat Rassya yang baru saja dibacanya. Terlalu sakit jika dia harus menyimpan kertas itu. Kertas yang bertuliskan tangan Rassya.
Saqeela tahu bahwa setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Tapi bukan ini yang Saqeela inginkan, bukan perpisahan untuk selamanya bersama Rassya. Jika di pertemukan hanya untuk dipisahkan, mungkin Saqeela lebih memilih untuk tidak bertemu dan mengenal Rassya. Lebih baik ia menetap di negeri paman sam daripada harus kembali ke tanah air.
"Enggak Sya, enggak! Lo harus bangun, banyak yang sayang sama lo! Lo gak boleh pergi Rassya!" teriakan Saqeela berhasil membuat Reyza meneteskan air matanya secara diam-diam.
•••
Kepergian Rassya meninggalkan bekas luka yang sangat menyiksa. Terutama bagi Saqeela yang masih terbilang cukup sedikit untuk memiliki moment bersama Rassya. Seperti ada yang bilang dibenak gadis cantik itu. Rassya yang selalu mengusahakan kebahagiaan Saqeela, kini telah pergi untuk selamanya.
Saqeela melamun di samping gundukan tanah yang terdapat papan nisan bertuliskan Arensyah Rassya Adibaskara bin Hadi Adibaskara.
Hari ini adalah hari dimana Rassya dimakamkan, di antar ke tempat peristirahatan terakhirnya. Bukan hal yang muda bagi Saqeela dan Mama Rassya, merelakan kepergian sosok laki-laki yang paling berarti dalam hidup mereka. Disamping Saqeela, ada Mama Rassya yang tanpa henti mengelus dan memeluk Saqeela dengan air mata yang tak kunjung berhenti. Mereka sama-sama kehilangan.
Sementara orang tua Saqeela, kak Satria dan sahabat yang lainnya, mereka berdiri di depan makam Rassya dengan rasa kesedihan yang tak hilang sejak kemarin saat Rassya dinyatakan telah meninggal dunia.
Setiap yang bernyawa pasti akan merasakan kematian. Semua manusia pasti akan pergi meninggalkan dunia, hanya tinggal menunggu waktunya saja. Dan kita semua tidak bisa menghindari itu. Hal yang paling menyakitkan memanglah perpisahan untuk selamanya.
"Tidur yang tenang ya, nak. Kamu sekarang udah gak ngerasain sakit lagi, udah gak harus ribet kontrol ke dokter lagi. Sekarang waktunya kamu istirahat, nak..."
"Mamah disini baik-baik aja, kamu gak perlu khawatir. Sya, mamah titip salam buat papah ya. Mamah harap kalian bahagia disana. Tunggu mamah ya..." lanjut wanita baya itu dengan pakaian serba hitamnya.
"Gak ada lo.... rasanya hampa." Saqeela memejamkan matanya, bersamaan dengan lelehan air mata yang kembali meluncur membasahi pipinya. Bibir gadis itu bergetar pucat. Tangan kanannya seakan-akan enggan untuk lepas dari papan nisan Rassya.
"Nanti yang beliin gue es krim siapa?" lanjut Saqeela. Nada bicaranya terdengar pilu.
"Nanti gue marah-marah sama siapa lagi? Gak ada lagi yang gue jadiin bahan buat gue marah, Sya." lanjutnya.
Setelah mengucapkan kalimat itu, Saqeela menatap kosong ke arah makam Rassya. Air matanya terus meleleh tanpa henti.
Sementara itu Reyza, Ale, Alex, Kica, Najean, dan Rafian terus menyeka air mata mereka yang berusaha tetap turun. Sungguh, saat ini perasaan mereka sangat hancur. Terutama Reyza satu-satunya sahabat Rassya yang menjadi saksi Rassya berjuang untuk melawan sakitnya. Reyza yang berusaha untuk meyakinkan Rassya bahwa cowo itu pasti akan sembuh. Reyza yang terus menyemangati untuk kesembuhan Rassya. Dan pada akhirnya Rassya memilih menyerah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ancaman Cowo Brandal
Ficțiune adolescenți"Mulai detik ini lo jadi pacar gue." "Lo punya gue, gak ada yang bisa rebut lo dari gue." "Siapa yang ngajarin lo kasar, hmm?" "Nurut atau gue cium?" "Mulai sekarang setiap lo ngomong kasar, bibir lo gue rebut." Siapa yang menyangka jika baru s...