"Ngeliatin mulu, lama-lama gue culek mata lo!" seru Saqeela pada Rassya. Pasalnya sejak awal mula pelajaran pertama dimulai hingga tiba jam istirahat, cowo itu tak pernah melepaskan tatapannya dari arah sang gadis.
Rassya terkekeh pelan di bangkunya. Jaraknya dengan Saqeela tidaklah jauh, mereka hanya berbeda barisan bangku, tetapi mereka tetap bersampingan. Rassya berada di deretan bangku dekat dinding, sementara Saqeela di deretan sebelahnya.
"Bokap lo nitipin anaknya ke gue. Jadi harus gue pantau, takut ntar anaknya tiba-tiba ilang."
"Lo kira gue setan yang bisa ilang-ilangan?" sinisnya.
Sudah hampir menuju dua minggu setelah pertemuan Rassya dengan Mami dan Papinya. Tetapi sikap posesif Rassya tak kunjung usai. Cowo itu selalu saja memantau gerak gerik Saqeela, bahkan hanya untuk ke toilet saja cowo itu harus ikut menemani. Gila kan?
Dan herannya, Saqeela sama sekali belum memiliki rasa sedikit pun terhadap Rassya selain rasa kebencian yang semakin hari semakin menjalar di dirinya. Rassya selalu saja menguras habis emosinya.
Sandrina? Entahlah, gadis itu tiba-tiba saja menjauh dari Saqeela. Walupun sesekali tetap menjawab pertanyaan yang Saqeela haturkan padanya, meski menjawab dengan suara dingin dan singkat. Saqeela merasa ada yang tidak beres dengan sahabatnya itu. Tetapi dia belum berani bertanya, karena Sandrina terlihat tak ingin di ganggu.
Rasa bersalah terus menghantui Saqeela karena perubahan sikap Sandrina yang tiba-tiba berubah terhadap dirinya. Setiap harinya Saqeela di hantui oleh pertanyaan, mengapa Sandrina bersikap seperti itu padanya? Dingin dan singkat saat bersuara dengannya.
"Qeel, mau kantin gak?" tanya Sakia.
Masih ingat dengan cewe yang sempat berdebat bersama Najean waktu di lapangan saat jam pelajaran olahraga? Iya, dia Sakia. Seminggu terakhir ini cewe itu menjalin hubungan dekat dengan Saqeela, yang mungkin mereka telah saling menganggap sebagai sahabat. Semenjak Sandrina lebih milih sendirian, Saqeela selalu di temani oleh Sakia.
"Boleh."
"Mau ikut ke kantin gak?" Saqeela melempar pertanyaannya pada Sandrina yang masih sibuk menyalin tulisan dari papa tulis.
Sandrina melirik Saqeela sekilas kemudian kembali menatap buku tulisnya. "Gak." katanya.
Saqeela tersenyum lemas. "Atau mau nitip?"
Sandrina bergeleng cepat dan Saqeela hanya bisa pasrah. Setidaknya dia sudah menawarkan gadis itu untuk ikut ke kantin bersamannya dan Sakia.
"Apa!?" cetus Saqeela tiba-tiba saat tangannya di cekal oleh Rassya ketika dia hendak menghampiri Sakia yang sudah menunggu di depan kelas.
"Ke kantin aja, jangan kemana-mana." peringat Rassya.
"Lo kira gue mau kemana selain ke kantin, hah? Cabut? Lo aja sana!"
"Kalau gue cabut, yang jagain lo siapa?" tanya Rassya.
"Gue bukan anak kecil yang harus di jagain tiap detik!"
"Gimana kalau kita cabut bareng?"
"Bocah stres!" sentak Saqeela seraya melepas keras tangannya dari vekalam Rassya kemudian dia berlari menghampiri Sakia.
"Bego, anak orang malah lo ajak sesat." seru Kica yang duduk di belakang mejanya.
"Sesat bareng pacar itu enak bro." ujar Rassya terkekeh.
"Orang gila." cerca Reyza yang duduk disebelahnya.
"Gila karena pacar gak apa-apa, daripada gila karena problem yang gak kelar-kelar, itu berbahaya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Ancaman Cowo Brandal
Novela Juvenil"Mulai detik ini lo jadi pacar gue." "Lo punya gue, gak ada yang bisa rebut lo dari gue." "Siapa yang ngajarin lo kasar, hmm?" "Nurut atau gue cium?" "Mulai sekarang setiap lo ngomong kasar, bibir lo gue rebut." Siapa yang menyangka jika baru s...