Di tengah ketegangan itu Ezekiel datang memecah perang dingin melalui tatapan antara Eiran dan Yuriel. Ezekiel tak datang dengan tangan kosong, dia membawa beberapa tumpuk diselimut. Anak buahnya juga ada tepat disebelahnya dengan tumpukan piring berisi makanan yang secara khusus diberikan untuk Yuriel dan teman-temannya.
"Untuk kalian sebagai bentuk terimakasih dariku karena telah membantu awak kapal mempertahankan muatan dan untukmu, Nona Yuriel... bisa ikut denganku?"
Yuriel melirik Eiran sekilas lalu merampas bukunya dari tangan pria itu. "Kau perlu apa dariku?" Tanyanya pada Ezekiel.
Lelaki itu tidak menjawab dia tersenyum tipis dan mempersilakan Yuriel berjalan duluan di depannya. Yuriel yang menangkap kode gerakan menyingkir dari Ezekiel bergegas mengambil langkah dan berjalan meninggalkan buritan kapal disusul oleh Ezekiel sedangkan anak buahnya nampak sibuk meletakkan piring-piring makanan itu dengan sopan.
"Aku ingin mengucapkan terimakasih secara pribadi padaku karena telah menyelamatkan adikku."
"Sama-sama." Yuriel menyahut tanpa sungkan karena memang dirinya berjasa telah menyelamatkan adik sang kapten kapal. "Jadi, kau mau memberiku hadiah?"
Ezekiel terkekeh. "Aku suka tipe yang tidak malu-malu. Mungkin iya, mungkin juga ada sesuatu yang lain." Katanya menjawab.
"Apa?"
"Turunlah lebih dulu." Ucap Ezekiel menunjuk ke arah tangga menggunakan dagu masih dengan senyum manis yang sama.
Mata Yuriel menyipit curiga. "Kau tidak akan tiba-tiba menikam dari belakang, kan?"
"Aku tak memegang apapun." Ezekiel berkata sambil menunjukan kedua tangan bebasnya. "Kau cukup waspada, itu mengesankan."
"Tetapi bukan itu topik utamanya, kan?"
"Ya, kau benar."
Setelah mengakhiri percakapan singkat itu, Yuriel dan Ezekiel turun ke lantai bawah melalui tangga. Ada lorong panjang di bawah sana. Apabila ke arah kiri, lorong itu akan membawa ke kamar mandi. Apabila ke kanan, lorong itu akan membawa ke kamar-kamar tidur.
"Aku punya beberapa pakaian, obat, perban, dan makanan." Ucap Ezekiel sambil membuka salah satu kunci ruangan yang berada paling dekat di lorong kanan lalu mendorong pintunya terbuka ke arah dalam.
"Lukamu cukup parah." Komentarnya sambil mengamati luka di lengan atas Yuriel.
"Aku bisa apa?" Yuriel menghela nafas lalu ia berjalan menghampiri sebuah kursi dan duduk diatasnya sementara Ezekiel nampak membongkar laci untuk mencari obat-obatan dan perban.
Disisi lain lorong itu ada Eiran yang berpura-pura pergi ke kamar mandi padahal sebenarnya dia datang untuk mengikuti Yuriel mengingat pengaruh sihir kemalangan baru akan menghilang beberapa jam lagi. Alhasil lelaki itu tak dapat menghindari kegiatan menguping pembicaraan antara Yuriel dan Ezekiel di dalam ruangan tersebut meski posisinya ada di dalam kamar mandi.
Ya, bangsa vampir sejatinya memiliki indra yang sangat tajam terutama indra pendengaran. Maka dari itu sebaiknya berhati-hati jika membicarakan sesuatu di dekat kaum mereka.
"Kau bukan berasal dari sini, kulitmu seputih salju."
"Apa? Tidak juga. Kau berlebihan. Ini karena kekurangan sinar matahari." Sahut Yuriel sedikit gugup.
"Aku tidak berlebihan. Kau memang sangat putih dan sekarang wajahmu pucat. Kau kehilangan banyak darah. Berikan tanganmu..." Ezekiel mengulurkan tangan kanannya sembari berlutut di hadapan Yuriel.
Didekatnya terlihat ada ember berisi air bersih dan lap. Lelaki itu mengambil lap dari dalam air kemudian memerasnya sebelum mengusapkan lap tersebut dengan hati-hati ke luka di lengan Yuriel.

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bloodline
Fantasy18+ | Yuriel, seorang remaja individualis berakhir tewas di tangan suami baru ibunya. Buku, benda paling favorit dalam hidupnya secara tak terduga justru menjadi perantara yang merenggut nyawanya hari itu. Namun, kehidupan Yuriel belum usai. Ia terb...