XXI.

3.2K 604 209
                                    

"Hena! Hena!" Gadis berkulit putih mulus dengan hiasan bunga di bagian rambutnya yang terikat berseru dengan wajah panik dan ketakutan. "Hena, apa yang terjadi? Hena!"

"Putri Layla, tolong tenang." Perempuan berumur 40 tahunan itu menghela nafas panjang sebelum melanjutkan kegiatannya memeriksa denyut nadi seorang gadis belia yang terbaring tak sadarkan diri setelah berupaya melakukan bunuh diri dengan cara melompat dari balkon tertinggi kastil ke kolam cetek yang berada tepat di bawahnya.

"Hena, kepalanya terus mengeluarkan darah!" Layla berseru lagi dengan kedua mata memerah, menahan tangis.

"Hena, Hena..." panggilan berulang pada sang tabib wanita. "Aku akan mati jika sesuatu sampai terjadi pada Yuriel. Aku tak ingin kehilangan satu-satunya temanku. Kumohon lakukan sesuatu Hena hikss..."

Hena menatap Layla sebentar lalu tersenyum. "Dia tidak apa-apa." Ucapnya setelah selesai memeriksa keadaan gadis yang saat ini mulai menunjukkan tanda-tanda akan bangun.

Layla sendiri bisa melihat bulu mata teman dekatnya bergetar lalu sepasang kelopak indah itu terbuka. Senyum lebar terpatri di bibir Layla. Tanpa berlama-lama langsung dipeluknya Yuriel dengan sangat erat.

"Yuriel, syukurlah kau baik-baik saja!"

Yuriel terdiam, mencoba mencerna situasinya saat ini. Perlahan tubuh berbaringnya bangkit menjadi duduk dan mata birunya mengedar sedikit demi sedikit secara perlahan. Memandangi ruang bernuansa merah keemasan tempatnya berada saat ini dan seorang gadis berambut emas yang tengah memeluknya erat.

Situasinya sangat jauh berbeda dari apa yang diingatnya. Yuriel tidak mungkin bermimpi. Yang tadi itu nyata. Jantungnya telah dicabut keluar dan dihancurkan bahkan nafas terakhirnya tak dapat ia hembuskan sampai tuntas.

'Aku mulai bertanya-tanya, ada berapa banyak orang yang memiliki nama Yuriel? Apakah Yuriel yang lainnya hidup dengan nasib buruk yang sama sehingga memutuskan mengakhiri hidup dan mengoper nasibnya padaku?'

Ini dirinya namun berada di tubuh yang lain sebab saat melihat kedua tangannya, Yuriel menemukan ada banyak sekali luka sayatan baru bahkan bekas yang luka yang mengering pun ada. Mungkinkah Yuriel yang ini gemar melukai dirinya sendiri untuk menghadirkan rasa lega di kala tertekan?

"Yuriel," Layla masih menangis tersedu-sedu sambil memegangi kedua tangan Yuriel. "Aku sudah bilang kalau ada masalah cerita padaku. Kita cari solusinya sama-sama, kenapa malah mencoba bunuh diri ha? Hiksss!"

Hena sendiri selaku tabib yang memeriksa kondisi Yuriel dibuat agak terkejut karena meski kepalanya terluka separah itu akibat terbentur dasar kolam yang terbilang sangat dangkal, Yuriel masih selamat bahkan tidak meringis kesakitan sama sekali malahan Layla yang terus-menerus histeris.

"Aku baik-baik saja." Setelah dirasa cukup lama berdiam diri, Yuriel membuka kata untuk menenangkan gadis yang tak lain dan tak bukan ialah sang female lead cerita.

Entah bagaimana Yuriel bisa sampai disini setelah mati rasanya tak perlu dibahas lagi karena ia sendiri pun tidak tahu. Yang terpenting sekarang ia baik-baik saja meski tubuhnya lemah. Katanya ia habis mencoba melakukan bunuh diri.

"Kau yakin?" Layla bertanya sambil menyeka air mata di pipinya. "Berjanjilah sesulit apapun masalahnya, katakan padaku. Jangan rahasiakan apa-apa lagi. Aku tak mau kau sampai nekat melompat begitu!"

"Aku berjanji." Singkat Yuriel menyahut.

Layla mulai tersenyum meski kedua matanya masih terus mengeluarkan air, tetapi setidaknya perasaannya sudah lebih baik sekarang.

"Kupegang janjimu." Katanya lagi dengan nada serius dan kedua mata melotot yang membuatnya malah terlihat imut.

Beberapa saat kemudian Yuriel ditinggalkan sendiri di ruangan itu untuk beristirahat. Hena dan Layla pamit bersamaan setelah berpesan pada Yuriel untuk melanjutkan kegiatan tidur. Tetapi, bukan Yuriel namanya kalau patuh begitu saja.

The BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang