VII. Truth.

3.5K 634 82
                                    

"Are you insane!?" Lyra memekik sambil menguncang-guncang bahu Yuriel padahal gadis itu hanya duduk diam begitu mereka sampai di kamar penginapan.

"Jawab aku!" tuntut gadis bermata merah itu, serupa dengan mata rekan-rekannya.

Yuriel tidak menjawab, dia hanya tersenyum seperti psikopat sejak tadi. Tatapannya pun sengaja dibuat kosong seolah tengah menikmati situasi yang tercipta berkat dirinya.

Mereka semua memang diperbolehkan tinggal, akan tetapi satu saja gerak-gerik mereka tertangkap basah seperti vampir, maka... tamat.

"Eiran, dia gila!" Lyra mengomel seolah lupa akan luka pada dirinya. "Dia menjadikan kita sebagai taruhan! Dia... dia sinting, Eiran!"

"Lyra..." Eiran mendesahkan nafasnya pelan merasa sedikit jengkel. "Kau lupa apa yang membuat kita harus berakhir di tempat ini?"

Itu salahnya yang mencoba menyerang manusia serigala sendirian entah untuk apa, mungkin untuk membuat teman-teman terkesan atau menarik perhatian Eiran?

"Kekonyolanmu." Tegas Eiran mengingatkan. "Anggaplah kita hanya terjebak dalam kekonyolan lainnya. Sekarang berbaring dan biarkan Nik merawat lukamu."

"Dan Cesare..." pandangan Eiran beralih pada lelaki berambut kemerahan itu. "Kau jaga kamar ini. Pastikan tidak ada layanan kamar yang masuk selagi proses pengobatan Lyra."

"Aku mengerti." Cesare menjawab sambil menganggukkan kepalanya, ia bisa diandalkan dalam hal ini. Tidak perlu khawatir.

Sementara Eiran kini mulai menatap Yuriel, mengode pada gadis itu untuk keluar meninggalkan kamar ini. Biarkan Lyra sedikit lebih tenang atau dia akan mulai berteriak lagi dan membuat semua yang mendengar kecuali dirinya sakit kepala.

"Ada hal yang perlu kau ketahui." Ucapnya pada Yuriel kemudian berjalan lebih dulu diikuti oleh gadis itu.

Mereka keluar, pintu di tutup oleh Cesare yang berjaga di depan. Eiran tidak mengatakan apa-apa, wajahnya biasa saja, dan dia berjalan duluan. Yuriel mengikuti di belakang, dia hanya seseorang yang realistis. Jika tidak ada yang menyukainya, itu wajar. Dari dulu juga begitu. Orang cenderung menilai melalui tampang atau perilaku, mereka tidak benar-benar mengenal terlebih dahulu.

"Kuharap kau segera berhenti bertingkah menyebalkan." Eiran buka suara begitu mereka cukup jauh dari lingkungan penginapan dan disambut oleh pemandangan ramainya orang-orang yang akan melaksanakan pertunjukan malam.

Mengabaikan ucapan Eiran, Yuriel lebih fokus pada persiapan orang-orang yang tengah berdiri membentuk lingkaran, mengosongkan bagian tengah yang mana sudah terdapat api unggun besar berwarna biru di sana.

"Api sihir." Jelas Eiran sebelum Yuriel bertanya walau sepertinya gadis itu tidak akan menanyakan.

"Dahulu..." saat akan bercerita, Yuriel melangkah melewatinya. Gadis itu mendekat ke salah satu toko, melihat orang yang tengah menjajakan makanan enak berupa daging yang ditusuk dalam bentuk potongan kotak-kotak lalu dipanggang di depan semua orang.

Tetapi, sebenarnya bukan itu yang Yuriel lihat. Pandangannya lurus jauh ke seberang, memperhatikan jajaran berbagai buku yang ada di depan sebuah toko tua dengan pemiliknya yang sudah tua juga.

Tangannya terkepal selama beberapa detik sesaat sebelum ia mengalihkan pandang pada akhirnya, memilih untuk melihat pertunjukan sihir malam yang akan segera di mulai dengan barisan panjang anak-anak berwajah ketakutan.

"Sebaiknya kita kembali ke penginapan." Ujar Eiran merasakan firasat buruk tentang pertunjukan ini, meski fokus semua orang bukan kepada mereka lagi.

"Kau benar." Yuriel menyetujui tanpa bertanya ataupun membantah, mereka berdua sudah berbalik keluar dari keramaian saat seorang gadis berumur 16 tahun meraih tangan Yuriel dan memohon.

The BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang