XII. Her

4.1K 656 42
                                    

*Suatu tempat di tahun 2016

"Mom, boleh aku minta uang?" Tangan kanan gadis itu mengepal di bawah meja setelah memberanikan dirinya untuk bicara dan meminta uang pada sang ibu.

Seorang wanita yang dikenal tegas dan mandiri itu menghentikan kegiatan mengemas barang ke dalam tasnya lalu menatap sang anak perempuan yang baru berumur 16 tahun itu. "Apa yang akan kau beli?"

"Pensil warna." Jawab si remaja perempuan.

"Yuriel, bukankah bulan lalu sudah kubelikan? Kemana yang itu?"

"Aku melupakannya di sekolah dan itu hilang." Jawab Yuriel seadanya membuat Yuana menghela nafas kasar.

"Pinjam pada temanmu atau warnai saja pakai pensil. Aku tak akan mengeluarkan uang atas kecerobohanmu."

Yuriel mengangguk. "Baiklah," kemudian melangkah pergi dari ruang makan kembali ke kamarnya di lantai atas dan mengunci pintu.

Yuriel cukup paham mengapa Yuana menolak permintaannya. Itu salahnya karena sudah menghilangkan pensi warna, ia ceroboh. Seharusnya lain kali lebih berhati-hati terlebih ia sendiri tahu bagaimana sifat sang ibu yang tak suka mengeluarkan uang untuk barang yang sama dalam waktu dekat.

Esoknya pagi-pagi sekali saat akan keluar dari kamar untuk ke kamar mandi guna membersihkan diri. Yuriel melihat ayah. Pria itu berdiri di depan kamarnya, baru akan mengetuk pintu bersama sekotak pensil warna baru.

"Jangan beritahu ibumu." Ucap ayah pagi itu.

***






"FUCK!" Maki Lyra pada Yuriel dalam hati, lalu ia membawa perempuan itu muncul ke permukaan dengan penuh paksaan dan berusaha menggigitnya.

Sampai tiba-tiba Lyra menghentikan usahanya dan mulai menangis. "Hiks..." air mata perempuan itu bercucuran di hadapan Yuriel.

"I'm truly sorry, i was wrong." Ucap gadis itu padanya dengan tatapan berkaca. "I didn't realize it, that was thoughtless of me. Sorry Yuriel, sorry."

"Hei, kenapa menangis?" Senyum tipis Yuriel mengembang jadi lebih lebar.

Di sisi lain dari mereka, Nik nampak memberitahu pada Eiran bahwa Yuriel dan Lyra baik-baik saja seperti katanya. Lyra tidak akan menggigit Yuriel, mungkin yang tadi itu hanya main-main.

"Kau bisa melihatnya, kan?"

Saat ini kapal kembali ke jalur stabil, goncangan tidak separah sebelumnya sebab pusaran angin kencang sudah mulai mereda. Awak kapal terduduk di samping muatan mereka, menghela nafas kelelahan.

Eiran melihat ke bawah untuk membuktikan ucapan Nik. "Ada yang salah." Dia menyimpulkan dari senyum Yuriel dan dari isi kepala gadis itu yang disengaja dibuatnya agar memikirkan pasta Italia.

Dengan cepat Eiran menutup kedua matanya, menggunakan keahlian lain yang dimilikinya meski akan menguras tenaga. Dasar kakek sialan memang!

Nik mengerutkan kening. "Yang Mulia, kau--"

"Lyra awasss!!!" Teriak Eiran begitu kedua matanya terbuka sebab ia baru saja membaca masa depan yang mana Yuriel akan melakukan aksi brutal gila dengan menggigit pipi Lyra.

Teriakan itu membuat para awak menoleh, ingin tahu dan melihat Eiran terjun ke luar kapal. Mereka terkejut, tetapi hanya saling memandang sebab sejak awal kelompok yang menumpang pada mereka sangatlah mencurigakan.

Disisi lain Eiran langsung berenang ke arah Lyra dan menarik gadis itu. "Naik ke atas, cepat!" Titahnya.

Lyra mendecak. "Kenapa aku?"

The BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang