"Jujur saja kau terlihat sangat jelek saat menangis." Celetuk Eiran mengomentari tampilan wajah Yuriel beberapa waktu lalu yang memerah hampir di semua bagian mengingat kulit gadis itu sangatlah putih seperti salju.
Yuriel menoleh dengan ekspresi sinis. "Aku minta pendapatmu?"
"Aku serius." Balas Eiran cekikikan, mempercepat langkahnya mengikuti Yuriel tepat di belakang gadis itu.
Mereka tidak kembali ke penginapan untuk menghindari omelan Lyra yang tak dewasa dan cenderung memojokkan Yuriel. Eiran bukannya tak mau membela Yuriel di depan Lyra, hanya saja ia terlalu pusing menanggapi perempuan itu sampai tak habis pikir bagaimana bisa takdir sebagai Ratu vampir mengalir dalam darahnya.
"Kau tidak kembali?" Langkah Yuriel terhenti, ia menoleh ke belakang untuk melihat Eiran yang masih ada di sana dan mengulas senyum. "Mengapa kau tersenyum?"
"Karena aku ingin." Jawaban Eiran tak membuat Yuriel puas, tetapi kalau dipikir pun masuk akal.
"Terserah."
"Mengapa kau menoleh?" Giliran Eiran yang melemparkan pertanyaan pada Yuriel seraya menempatkan kepalanya di samping kepala gadis itu dengan tubuh agak dicondongkan ke depan. "Kau takut aku meninggalkanmu?"
"Jangan bernafas di leherku!" Ketus Yuriel sembari membawa dirinya menjauhi Eiran masih dengan tatapan sinis yang hampir tak pernah luput dari kedua matanya.
"Seharusnya aku yang marah, lho~" Goda Eiran menyahuti. "Kau--" belum sempat Eiran melanjutkan ucapannya, Yuriel berbalik dan menunjuknya tepat di depan wajah sampai hampir mengenai puncak hidung mancungnya.
"Jangan macam-macam!" Peringat gadis itu.
Mengabaikan peringatan Yuriel, Eiran mengulurkan tangan kanannya mencengkram lembut leher jenjang milik gadis itu lalu menariknya sehingga wajah mereka jadi berdekatan. Sangat dekat sampai bisa merasakan kehangatan nafas masing-masing yang keluar dari hidung.
"Pernahkah seseorang memberitahu kalau kau sangat cantik?"
"Berhenti membual."
"Terlalu terdengar seperti bualan?" Eiran berkedip lalu menarik Yuriel lebih dekat lagi sampai kepala gadis itu mendongak dan hidung mereka saling bersentuhan.
"Sangat amat." Gadis itu menekankan kalimat yang keluar dari belah bibirnya masih dengan tatap mata lurus mengarah tepat ke mata pria di hadapannya yang perlahan berubah warna menjadi merah.
"Nona Yuriel, harus kuakui--"
"Kau mengatakannya pada semua gadis, itulah yang kupelajari tentang kaum kalian. Makhluk yang haus akan kisah romantis dan tak pernah mendapatkannya. Melompat dari satu gadis ke gadis lainnya." Yuriel menyela ucapan Eiran, membuat bibir tipis pria itu mengatup sejenak dan mendengarkan keseluruhan ucapan Yuriel.
Barulah setelah gadis itu selesai bicara, Eiran buka suara. "Sama sekali tidak. Aku hanya mengatakan itu pada gadis yang aku minati. Seperti gadis yang berada tepat di hadapanku ini."
Yuriel menjauh dan berkacak pinggang setelah berhasil melepaskan lehernya dari cekalan tangan Eiran. "Bukankah beberapa saat lalu kau baru mengatakan aku jelek saat menangis? Sangat jelek, benar?"
"Upsss...." Eiran tersenyum sembari memalingkan wajahnya. "Kurasa kau salah dengar, Nona~"
"Sekarang kau menyalahkan telinga orang lain juga." Kedua mata Yuriel membola ke atas. "Terlalu banyak omong kosong. Aku tidak menyukainya tahu?"
"Aku tidak tahu." Dengan nada menyebalkan Eiran menyahuti pertanyaan Yuriel. "Maka tolong beritahu padaku segalanya tentangmu karena penglihatanku tidak bisa menjangkau lebih jauh lagi. Mungkin kau memiliki rahasia-rahasia yang tidak bisa aku lihat."

KAMU SEDANG MEMBACA
The Bloodline
Fantasy18+ | Yuriel, seorang remaja individualis berakhir tewas di tangan suami baru ibunya. Buku, benda paling favorit dalam hidupnya secara tak terduga justru menjadi perantara yang merenggut nyawanya hari itu. Namun, kehidupan Yuriel belum usai. Ia terb...