XIX. CHANGEE

3.4K 625 225
                                    

"Eiran--"

"Jangan sentuh aku." Peringat Eiran pada Lyra pagi ini saat gadis itu berusaha untuk memberi pengobatan pada jejak lebam di wajahnya menggunakan kompres air hangat.

Eiran tidak meminum darah, itu mengapa lukanya tak langsung sembuh. Meski habis membunuh manusia semalam, Eiran tak meminum darahnya karena tahu ia akan lepas kendali jika minum dalam jumlah banyak. Jadi, menurutnya lebih baik tidak minum setetes pun.

"Nik," Lyra beralih pada lelaki itu dan memberi mangkuk kompres padanya. "Kau pasti tidak akan ditolak, kan?" Pikirnya Eiran tidak mau di sentuh oleh perempuan, karena itu Lyra meminta Nik menggantikannya untuk mengompres luka lebam di pipi Eiran.

"Pangeran--"

"Bisakah kalian diam?" Desis Eiran kesal, merasa diremehkan karena tak ada satu pun tempat dimana ia bisa duduk dengan tenang tanpa ditanya mengapa terluka dan tanpa orang-orang yang berusaha mengobatinya. Meski Nik dan Lyra bukan orang.

Alhasil Nik mengurungkan niatnya mendekati Eiran dan mengembalikan mangkuk tersebut pada Lyra. Mereka berdua sama-sama tidak mengetahui apa yang terjadi semalam. Cesare pun tutup mulut dan pergi pagi-pagi untuk mencari angin segar katanya. Baik Lyra maupun Nik sama-sama tidak tahu kalau Cesare terlibat semalam.

"Eiran--"

Tok Tok Tok!

Ketukan di pintu kamar penginapan mereka membuat Lyra bungkam seketika. Satu kata baru keluar dari mulutnya dan belum sempat diucap. Dari aroma yang tercium nampaknya yang datang adalah manusia.

"Pelayanan kamar?" Lyra menatap Nik dan pria itu menggendikan bahu.

Mau tak mau Lyra melesat cepat ke arah pintu dan membukanya perlahan, tak langsung membukanya lebar. Lyra membukanya sedikit, selebar kepalanya lalu ia menengok keluar dan mendapati Jaceb ada di depan pintu.

"Begini," Jaceb berdehem. "Tuan-ku ini bertemu salah satu teman kalian. Oh, kalian sama-sama pucat." Ringis Jaceb.

"Kulitku memang begini." Lyra menyahut sambil membukakan pintu sedikit lebih lebar agar Nik dan Eiran bisa mendengar percakapan. "Teman mana yang ingin kau temui?"

"Hanya ada aku dan dua lainnya." Ucap Lyra sebelum Jaceb sempat menyahut. "Masing - masing dari mereka bernama Eiran dan Nik, yang mana?"

Jaceb mengerutkan alis. "Kurasa bukan salah satu dari kalian bertiga. Aku dapat informasi kalian datang berlima dengan dua gadis dan salah satunya adalah dirimu, lalu yang satunya?"

"Dia pergi--"

"Aku disini." Dari pintu yang berada tepat di depan kamar penginapan Lyra dan yang lainnya, Yuriel muncul. "Ada apa?" Tanyanya pada Jaceb.

Pria itu nampak melirik sekilas ke arah Lyra sesaat sebelum mengode pada Yuriel untuk bicara di tempat lain. Memang ya, Lyra sangat berbakat dalam membuat orang membencinya atau sesederhana merasa risih karena tingkahnya. Sangat disayangkan padahal seharusnya Lyra bisa bersikap lebih baik, setidaknya sedikit saja.

Melihat kepergian Jaceb dan Yuriel, Lyra mendecakkan lidah kesal lalu membanting pintu dengan kencang sampai engselnya rusak sebagian. Memang tidak tahu diri sekali.

"Akan kuperbaiki, Yang Mulia." Nik berdiri dan melesat cepat ke arah pintu untuk memeriksa engselnya yang patah lalu berusaha memperbaikinya karena tak ingin membuat masalah sementara Eiran nampak tetap berdiam diri duduk dipojokan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun..

Kembali pada Yuriel dan Jaceb. Mereka terlihat bicara di sebuah tempat makan setelah duduk dan memesan minum untuk masing-masing.

"Begini, Tuanku, seperti yang kau tahu. Alasanku datang karena Tuanku ingin bertemu denganmu."

The BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang