IX. Next Journey

3.8K 643 108
                                    

"Kau mendapatkan manusianya?" Nik bertanya pada Cesare saat mereka semua termasuk Yuriel pergi diam-diam meninggalkan kota Estelle dan kembali memasuki hutan.

Cesare yang menunggu sedari tadi langsung menghampiri tiga rekannya, Nik, dan Eiran yang menggendong Lyra karena gadis itu terus merengek tak mau pergi jika bukan Eiran yang menggendong. Dasar beban!

"Aku dapat," jawab Cesare lalu menyingkir, membiarkan Lyra melihat seseorang yang akan ia hisap darahnya.

"Kau memberiku Kakek-kakek?" protes gadis itu jengkel.

Cesare menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Hanya dia yang bisa kutemukan di sekitar sini." Jelasnya sambil menyengir.

Lyra mendecak. "Memang darahnya masih segar, ha?" dia sudah berharap akan mendapat pemuda atau seorang gadis yang lebih muda padahal.

"Kau mau sembuh atau tidak?" giliran Nik yang bertanya bersamaan dengan Eiran menurunkan Lyra dari atas gendongannya dan mendorong gadis itu mendekat pada si kakek tak berdaya.

Dari jauh Yuriel memperhatikan. Ada luka gores tambahan di pipinya, beberapa lagi di dekat lengan atasnya yang sebelah kiri. Semua goresan-goresan luka itu terlihat karena memakai gaun lengan pendek.

Sedangkan tangannya yang tadi sempat ia lukai sendiri menggunakan pisau terbalut oleh sapu tangan hitam milik Eiran. Tak ada pilihan lain lain soalnya.

Mengamati perdebatan bangsa lain di hadapannya, Yuriel menghela nafas sesekali. Menunggu kapan hal memuakkan ini berakhir sambil memakan roti pemberian Nik waktu itu.

"Aku tak akan melupakan cengiranmu itu, Cesare!" ancam Lyra sesaat sebelum menancapkan taringnya pada leher si lelaki tua dan menghisap darahnya sampai habis.

"Apa pelabuhannya sudah dekat?" Yuriel mendorong dirinya untuk mendekat dan bertanya, sejujurnya ia merasa sangat lelah karena belum tidur sama sekali.

Eiran menoleh. "Mungkin sekitar satu sampai dua jam perjalanan lagi."

Yuriel menghela nafas berat. Sekitar satu atau dua jam perjalanan lagi? Ia tak habis pikir.

"Kita bisa melesat." Tambah Eiran memberi usulan atau sebenarnya perintah pada teman-temannya. "Untung menghemat waktu dan mumpung hari masih gelap."

"Aku masih sakit!" keluh protes Lyra begitu puas meminum darah kakek-kakek tadi.

"Kita semua bisa sakit jika terus memikirkan kenyamananmu, Lyra." Tegur Eiran dingin, membuat gadis itu tak berkutik.

"Jangan membuat masalah." Imbuhnya memperingatkan.

Lyra mengangguk pelan, meski bibirnya mengerucut ia memilih setuju. "Maafkan aku, Eiran. Seperti katamu, kita akan melesat sebelum fajar."

"Yuriel--"

"Denganku!" Cesare mengajukan diri untuk memberi tumpangan pada Yuriel sebelum Eiran selesai bicara. "Manusia itu akan bersamaku." Dia tahu kecanggungan pasti terjadi antara Eiran dan Yuriel setelah kejadian itu, yang dilihatnya tadi.

Akan tetapi tatapan tajam Eiran selama dua detik membuat Cesare bergidik dan beralasan. "Ah, tapi kemampuanku agak memburuk karena lelah. Mungkin lebih baik kau bersama Yang Mulia Pangeran Mahkota saja."

"Apa?" Kedua mata Lyra melotot, sudah mau protes tetapi Cesare menyambar pergelangan gadis itu dan membawanya melesat lebih dulu di susul oleh Nik.

Tersisa Yuriel yang menyipit pada Eiran, menunggu langkah selanjutnya yang akan diambil oleh pria itu sampai kemudian tangannya terulur pada Yuriel. Tetap saat Yuriel akan meletakkan tangannya, Eiran malah menarik tangannya lagi dan meletakkan sapu tangan diatasnya agar lebih sopan pada gadis itu.

The BloodlineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang